Pengungsi Rohingya Kehilangan Tempat Tinggal Mereka Dan Menderita Kelaparan
Dream - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuding aksi kekerasan yang terjadi kepada etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar sebagai tindakan pembersihan etnis. Keputusan itu disampaikan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson.
" Setelah analisis fakta yang teliti dan saksama," kata Tillerson dalam pernyataannya kepada The New York Times, Kamis, 23 November 2017, " Jelas bahwa situasi di negara bagian Rakhine bagian utara merupakan pembersihan etnis Rohingya."
Tillerson mengatakan, pemerintah berencana memberikan sanksi terhadap pimpinan militer Myanmar yang terlibat tindakan kekerasan tersebut.
Tetapi, AS akan mengesampingkan sanksi administrasi terhadap pemerintah Myanmar karena membahayakan transisi demokrasi.
Selain menilai tindakan Myanmar sebagi pembersihan etnis, Tillerson juga meminta 'penyelidikan yang independen dan kredibel atas peristiwa tersebut'. Tapi, dia meminta penyelidikan dilakukan berdasar kewenangan pemerintah Myanmar.
Keputusan ini membuat sebagian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja di Myanmar kecewa. Direktur Human Rights Watch Asia John Sifton mengatakan investigasi dari pemerintah Myanmar dinilai tidak kredibel dan sesuai temuan mereka.
" Pemerintah Myanmar dan militer tidak mampu melakukan investigasi yang kredibel," ucap John.
Selain rencana memberikan sanksi, Tillerson juga meminta pemerintah Myanmar mengakomodasi pengungsi kembali dari Bangladesh ke Rakhine.
(Sah)