Derita Remaja Pengungsi Suriah, Mengemis Demi Bertahan Hidup

Reporter : Ahmad Baiquni
Selasa, 5 April 2016 11:01
Derita Remaja Pengungsi Suriah, Mengemis Demi Bertahan Hidup
Puluhan hingga ratusan remaja Suriah terpaksa mengemis atau menjual permen karet serta bunga untuk mendapatkan uang demi bertahan hidup.

Dream - Banyaknya pengemis di jalanan menjadi pemandangan baru di Libanon, terutama di Beirut. Kebanyakan pengemis tersebut masih berusia remaja.

Jumlah mereka tidak hanya satu-dua saja, melainkan puluhan. Mereka adalah remaja yang menjadi korban perang Suriah.

Mohammad Hussein, 13 tahun, merupakan salah satu dari ribuan warga Suriah melarikan diri dari perang saudara yang telah merusak negara mereka. Perang tersebut kini telah memasuki tahun keenam.

Libanon menjadi pilihan para pengungsi karena letaknya yang dekat sekaligus kondisinya yang aman. Banyak remaja putus sekolah dan akhirnya terpaksa mengemis untuk mempertahankan hidupnya dan keluarganya.

Keadaan mereka menjadi pertanda nyata adanya krisis pengungsi, yang membawa gelombang migrasi besar-besaran dari Timur Tengah menuju Eropa.

Di jalanan pusat perbelanjaan, bundaran, dan di lampu lalu lintas di Beirut dan kota-kota lainnya di Libanon, anak-anak mengemis banyak terlihat, melekatkan wajah kecil mereka ke jendela mobil, menengadahkan tangan mereka demi mendapatkan recehan uang.

Tidak sedikit di antara mereka menjual permen karet atau bunga. Mereka melakukan itu di usia mereka yang seharusnya merasakan indahnya dunia sekolah.

" Saya berharap bisa kembali ke sekolah, saya suka sekolah ketika saya berada di Suriah," ujar Hussein.

" Tapi sekarang saya tidak bisa, saya terlalu tua dan saya harus membantu ibu dan adik-adik saya," ucap dia.

Ya, bersekolah adalah impian sederhana Hussein dan sebagian besar anak-anak pengungsi Suriah. Mimpi itu sulit terwujud karena keadaan memaksa mereka untuk mencari pendapatan.

Sebagai pengemis, Hussein kerap mendapat ancaman yang berbahaya bagi hidupnya. Dia pernah ditangkap dan ditahan polisi selama 10 hari dan sering dihina oleh orang lain yang dia mintai uang.

" Beberapa orang mengutuk saya dan orang-orang seperti saya dan negara saya," ucap dia.

Libanon menjadi rumah bagi lebih dari 1 juta pengungsi Suriah yang terdaftar. Jumlah tersebut setara dengan seperempat jumlah penduduk negara di kawasan Mediterania tersebut dengan total mencapai 4,5 juta jiwa, angka populasi pengungsi terbesar di seluruh dunia.

Otoritas Libanon memperkirakan terdapat lebih dari setengah juta pengungsi Suriah yang belum tercatat, yang tinggal di negara tersebut. Kehadiran mereka dinilai menjadi beban berat yang tidak bisa ditahan Libanon dalam waktu lama.

Kajian yang diluncurkan International Labor Organization (ILO), UNICEF, dan lembaga donor Save the Children menyebut lebih dari 1.500 anak-anak hidup atau bekerja di jalanan Libanon. Sedikitnya tiga perempat dari mereka adalah anak-anak Suriah yang kebanyakan mengemis atau menjual pernak-pernik di tepi jalan.

Keluarga Hussein sendiri meninggalkan rumah mereka di gunung Provinsi Latakia, Suriah tiga tahun lalu. Hussein merasa senang di Libanon, tetapi masih berharap bisa kembali ke tempat tinggalnya agar bisa bermain dengan anak-anak tetangganya.

Di Beirut, remaja ini mengatakan dia bisa mendapat uang antara 15 hingga 20 dolar sehari, setara Rp197.000 hingga Rp263.000, bergantung keberuntungan di hari itu.

" Tidak ada yang memberi saya pekerjaan karena saya terlalu muda. Dengan cara ini saya bisa mendapatkan uang," kata Hussein.

(Ism, Sumber: saudigazette.com.sa)

Beri Komentar