Dream - Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung menetapkan satu tersangka baru terkait dugaan kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Tersangka itu ialah Helena Lim, yang juga dikenal sebagai crazy rich dari Pantai Indah Kapuk (PIK). Tim penyidik langsung menahan Helena usai pemeriksaan pada Selasa, 26 Maret 2024.
“Tim Penyidik telah menaikkan status 1 orang saksi menjadi Tersangka yakni HLN selaku Manager PT QSE,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum), Ketut Sumedana, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Maret 2024.
Tersangka HLN ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 26 Maret hingga 14 April 2024.
Pada 2018 hingga 2019, Helena Lim, selaku manager PT QSE, diduga kuat membantu mengelola hasil tindak pidana kerjasama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Ia memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Namun, sejatinya menguntungkan diri sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya.
Atas perbuatannya, ia disangkakan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 KUHP.
Dugaan korupsi ini bermula pada 2018, tersangka ALW selaku Direktur Operasi PT Timah Tbk periode 2017-2018 bersama tersangka MRPT selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan perusahaan smelter swasta lainnya.
Hal itu disebabkan masifnya penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk.
Kondisi itu membuat tersangka ALW bersama tersangka MRPT dan tersangka EE yang seharusnya melakukan penindakan terhadap kompetitor, justru menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama.
Kerjasama itu dilakukan dengan membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk tanpa melalui kajian terlebih dahulu.
Untuk melancarkan aksi mengakomodir penambangan ilegal itu, tersangka ALW bersama tersangka MRPT dan tersangka EE setuju membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.
Hingga saat ini, Tim Penyidik telah memeriksa 142 saksi dalam kasus dugaan korupsi ini.
Perubahan status HLN sebagai tersangka membuat jumlahnya bertambah menjadi 15 tersangka dalam kasus ini. Berikut daftar 15 tersangka kasus PT Timah Tbk:
1. SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
2. MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN)
4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.
6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP
7. RI selaku Direktur Utama PT SBS
8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, tersangka kasus perintangan penyidikan perkara
11. RL, General Manager PT TIN
12. SP selaku Direktur Utama PT RBT
13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
14. ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 s/d 2020 PT Timah Tbk.
15. HLN selaku Manager PT QSE.