Mewaspadai Kebangkitan Deltacron

Reporter : Edy Haryadi
Senin, 28 Maret 2022 17:40
Mewaspadai Kebangkitan Deltacron
WHO telah mengkonfirmasi varian gabungan itu.

Dream – Suatu hari di bulan Februari 2022, Scott Nguyen, seorang ilmuwan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Washington D.C., Amerika Serikat, tengah memeriksa situs GISAID, sebuah database internasional tentang genom virus corona.

Pada saat itu dia melihat sesuatu yang aneh. Dia menemukan sampel yang dikumpulkan di Prancis pada bulan Januari 2022 yang telah diidentifikasi oleh para peneliti sebagai campuran varian Delta dan varian Omicron. Pada awalnya, diperkirakan seseorang bisa terinfeksi dua varian virus Corona sekaligus, atau secara bersamaan varian Delta dan Omicron menyerang di dalam tubuh. Ini kasus yang cukup jarang terjadi.

Namun, ketika Nguyen melihat lebih jauh data yang ada tersebut, ternyata perkiraan itu salah.  Setiap sampel virus dalam sampel yang diambil dari pasien itu ternyata benar-benar membawa kombinasi gen dari dua varian ini. Para ilmuwan menyebut virus semacam itu sebagai rekombinan.

Tak berhenti dari data asal Prancis. Nguyen mencari pola mutasi yang sama dari negara lain. Ia menemukan lebih banyak kemungkinan rekombinan virus itu di Belanda dan Denmark. " Itu membuat saya curiga bahwa ini mungkin benar," katanya seperti dikutip Forbes.

Nguyen lalu membagikan temuannya di forum online yang disebut cov-lineages, tempat para ilmuwan saling membantu melacak varian baru. Kolaborasi ini penting untuk memeriksa ulang kemungkinan varian baru: sebuah rekombinan Delta-Omicron. Atau kini disebut Deltacron.

Akhirnya, ahli virus di Institut Pasteur Paris, Prancis, dr. Etienne Simon-Loriere, bersama timnya tergugah melakukan pemeriksaan ulang terkait penemuan varian hibrida itu setelah ada kecurigaan Scott Nguyen.

Simon bergegas untuk memeriksa ulang sampel yang dicurigai Nguyen. " Dan, ya, kami dengan cepat mengonfirmasi bahwa memang faktanya demikian," kata Simon seperti dikutip The New York Times.

Sejak itu, Simon dan rekan-rekannya menemukan lebih banyak sampel virus rekombinan Deltacron. Mereka akhirnya memperoleh sampel beku. Mereka berhasil menumbuhkan rekombinan baru di laboratorium yang sekarang mereka pelajari.

Pada 8 Maret, para peneliti Institut Pasteur Paris mengunggah genom pertama rekombinan itu di GISAID.

Dalam pembaruan 10 Maret, database internasional tentang urutan virus melaporkan 33 sampel varian baru itu di Prancis, delapan di Denmark, satu di Jerman, dan satu di Belanda.

Perusahaan pengurutan genetik Helix California, juga menemukan dua kasus Deltacron serupa di Amerika Serikat.

Penemuan rekombinan itu yang dikenal sebagai Deltacron akhirnya  dikonfirmasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

Dalam briefing pada 9 Maret, pemimpin teknis COVID untuk WHO, Maria van Kerkhove, PHD mengatakan mutasi ini sudah diperkirakan sebelumnya. " Sudah diduga, terutama dengan adanya sirkulasi Omicron dan Delta yang intens,” kata Maria.

Maria Van Kerkhove mengatakan sudah ada pengawasan yang sangat baik di banyak negara saat ini, dan sebagai hasilnya para ahli telah menemukan " ada tingkat deteksi yang sangat rendah."

Meski masih rendah kasusnya, sahlah kecurigaan Scott Nguyen tentang varian rekombinan baru antara varian Delta dan varian Omicorn: Deltacron!

***

Namun, menurut Nature, nama Deltacron sebenarnya ditemukan pertama kali di Siprus,  dua bulan sebelumnya.

Pada 7 Januari 2022, ahli virologi Leondios Kostrikis mengumumkan di televisi lokal bahwa kelompok penelitiannya di Universitas Siprus di Nicosia telah mengidentifikasi beberapa genom SARS-CoV-2 yang menampilkan elemen varian Delta dan Omikron.

Genom itu kemudian dinamakan oleh mereka sebagai 'Deltacron.' Kostrikis dan timnya lalu mengunggah 25 urutan ke repositori publik populer GISAID malam itu, dan 27 lainnya beberapa hari kemudian.

Pada 8 Januari, Bloomberg mengangkat berita tersebut, dan Deltacron menjadi berita internasional.

Tanggapan dari komunitas ilmiah sangat cepat. Banyak ahli menyatakan baik di media sosial dan pers bahwa 52 urutan tidak menunjuk ke varian baru, dan bukan hasil rekombinasi antara virus, tetapi mungkin dihasilkan dari kontaminasi di laboratorium.

“ Tidak ada yang namanya #Deltacron,” cuit Krutika Kuppali, anggota tim teknis COVID-19 Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang berbasis di Medical University of South Carolina di Charleston, pada 9 Januari. “ #Omicron dan #Delta TIDAK membentuk varian super.”

Kisah di balik bagaimana sekuens kecil SARS-CoV-2 menjadi fokus kontroversi ilmiah yang singkat dan intens memang rumit. Namun demikian, 72 jam setelah mengunggah urutan genomnya, Kostrikis menghapusnya dari pandangan publik di database, sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.

Cheryl Bennett, seorang pejabat di kantor GISAID Foundation di Washington DC mengatakan, mengingat bahwa lebih dari tujuh juta genom SARS-CoV-2 telah diunggah ke database GISAID sejak Januari 2020, beberapa kesalahan pengurutan seharusnya tidak mengejutkan.

Dalam sebuah email ke Nature, Kostrikis menjelaskan bahwa hipotesis awalnya adalah bahwa beberapa partikel virus Delta telah berevolusi secara independen dalam mutasi gen spike yang serupa dengan yang umum di Omicron.

Tetapi, setelah liputan berita yang luas, ilmuwan lain yang bekerja pada pengurutan genetik dan COVID-19 itu menunjukkan kemungkinan lain: kesalahan laboratorium.

***

Namun kesalahan lab di Siprus tak membuat nama Deltacron hilang. Karena dua bulan kemudian terbukti, varian Deltacron memang ada.

Deltacron adalah varian Covid-19 yang mengandung elemen Delta dan Omicron. Dengan kata lain, mengandung gen dari kedua varian itu, menjadikannya apa yang dikenal sebagai virus rekombinan.

Tes Covid-19


“ Rekombinan ini muncul ketika lebih dari satu varian menginfeksi dan bereplikasi pada orang yang sama, dalam sel yang sama,” kata Prof Lawrence Young, ahli virologi di University of Warwick. “ Deltacron adalah produk dari varian Delta dan Omicron yang beredar di populasi yang sama.”

Para ahli dengan cepat menekankan bahwa varian rekombinan bukanlah hal yang tidak biasa. Dan Deltacron bukan yang pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir terjadi untuk perkembangan virus Covid.

Soumya Swaminathan, Kepala Ilmuwan WHO, men-tweet: “ Kami telah mengetahui bahwa peristiwa rekombinan dapat terjadi, pada manusia atau hewan, dengan berbagai varian #SarsCoV2 yang beredar. Perlu menunggu eksperimen untuk mengetahui sifat-sifat virus ini. Pentingnya pengurutan, analitik, dan berbagi data secara cepat saat kita menghadapi pandemi ini.”

Varian rekombinan Deltacron memang sekilas cukup mengerikan. Apalagi varian Delta terkenal karena efek keparahan penyakit dan kematian yang ditimbulkannya, sementara varian Omicron terkenal dengan cirinya yang mudah menular. Bila kedua varian itu melahirkan Deltacron, tak mengejutkan jika banyak orang merasa was-was.

Apalagi penularan varian Omicron dan varian Delta telah melampaui semua varian yang menjadi perhatian sebelumnya, dan saat ini dianggap sebagai ancaman serius oleh WHO.

Ketika varian Delta, dan kemudian Omicron yang sangat menular muncul dan menyebar, keduanya mengungguli varian Alpha, Beta dan Gamma, yang prevalensinya secara bertahap makin berkurang di seluruh dunia. Selama tiga bulan terakhir, menurut WHO, hanya ada sedikit atau malah tidak ada urutan varian lama yang telah dilaporkan.

Versi BA.2 dari Omicron, khususnya, tampaknya bahkan lebih menular daripada pendahulunya BA.1, dan saat ini membantu memicu lonjakan di seluruh China, Eropa dan AS. Lonjakan ini pun dikombinasikan dengan relaksasi dalam perilaku masyarakat, dan berkurangnya kekebalan dari vaksin dan infeksi.

WHO juga terus memantau “ Deltacron” yang baru-baru ini diidentifikasi. Namun, varian ini belum ditetapkan sebagai varian yang menjadi perhatian atau varian yang harus diwaspadai.

Artinya, saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Deltacron lebih menular, menyebabkan penyakit yang lebih parah, atau kurang rentan terhadap vaksin, tes diagnostik dan terapi.

Deltacron sebenarnya bukan varian, tetapi nama panggilan luas yang menggambarkan varian yang mengandung campuran mutasi yang ditemukan di Delta dan Omicron. Virus hibrid semacam itu sering muncul, dan tidak otomatis menjadi perhatian WHO.

Pada 13 Maret 2022, 99,9% dari urutan genetik virus yang diunggah ke basis data GISAID global (repositori tempat para ilmuwan berbagi informasi tentang virus satu sama lain) selama 30 hari terakhir adalah Omicron (430.487 urutan), sedangkan 0,1% (400) adalah Delta.

Data ini menunjukkan bahwa Omicron sekarang bertanggung jawab atas sebagian besar infeksi Covid-19 di seluruh dunia.

Tes varian Deltacron

Meskipun dampak keparahan Omicron tampaknya lebih rendah daripada varian Delta, Omicron masih berpotensi menyebabkan penyakit parah pada orang yang terinfeksi,  terutama jika mereka belum divaksinasi. Akibatnya, ini memberikan tekanan besar pada sistem kesehatan di banyak negara, dan berkontribusi pada sejumlah besar kematian yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksin.

Sementara itu, virus hibrida atau " rekombinan" seperti Deltacron dapat muncul ketika lebih dari satu varian menginfeksi orang yang sama pada saat yang sama, dan mereka berinteraksi selama replikasi di dalam sel yang sama.

Meskipun telah dijuluki " Deltacron" , nama resmi untuk varian yang dipantau oleh WHO adalah rekombinan BA.1 x AY.4, dan diperkirakan telah beredar sejak awal Januari 2022. Sejauh ini, genom dengan profil serupa telah dilaporkan di Prancis, Denmark, Jerman, Belanda, Inggris, dan AS. Bahkan juga Brazil dan Israel.

WHO menetapkan Deltacron sebagai " varian dalam pemantauan" pada 9 Maret. Ini berarti ia memiliki perubahan genetik yang diduga mempengaruhi karakteristiknya, dengan beberapa indikasi bahwa ia dapat menimbulkan risiko di masa depan. Meskipun untuk ini masih membutuhkan bukti lebih lanjut.

Fakta bahwa varian ini telah diketahui sejak awal tahun ini, dan tampaknya belum tumbuh secara eksponensial, menunjukkan tidak ada alasan untuk terlalu khawatir untuk saat ini.

Walau demikian, memang ada juga kekhawatiran pakar bahwa sub-varian Covid-19 baru, yang disebut " Deltacron" ini, tampaknya merupakan jenis yang paling menular.

Dr Adrian Esterman, seorang profesor di University of South Australia dan mantan ahli epidemiologi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), men-tweet bahwa Deltacron kira-kira 1,4 kali lebih menular daripada strain BA.1 Omicron asli.

" Ini membuatnya cukup dekat dengan campak, penyakit paling menular yang kita ketahui," tulis Esterman.

Sejauh ini, WHO memang belum menjuluki Deltacron bagai varian yang mengkhawatirkan. Karena itu bila kita mencari kata “ Deltacron” di situs WHO, tidak akan ada hasilnya, karena WHO belum mengeluarkan penelitian atau sikap resmi atas Deltacron. Tapi, itu bukan berarti kita boleh lengah dan tidak mewaspadai kebangkitan Deltacron di masa depan. (eha)

Sumber: Forbes, The New York Times, Nature, Bloomberg, Gavi, Science, The Daily Record, Xinhua, The Times of Israel

Beri Komentar