Pakai Kursi Roda, Dwi Aryani Diturunkan dari Etihad Airways

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 6 April 2016 13:03
Pakai Kursi Roda, Dwi Aryani Diturunkan dari Etihad Airways
Dwi diminta turun dari Etihad Airways oleh kepala kru penerbangan. Dia diharuskan terbang bersama pendamping, aturan yang tidak ada di maskapai lain.

Dream - Diskriminasi masih saja dialami masyarakat penyandang difabilitas. Salah satunya dialami oleh Dwi Aryani, aktivis difabel asal Surakarta, Jawa tengah. 

Dia diturunkan dari pesawat milik maskapai penerbangan Uni Emirat Arab, Etihad Airways. Penyebabnya hanya karena memakai kursi roda.

Dwi sudah mempersiapkan segala kebutuhan sebelum terbang. Termasuk tiket pulang-pergi Surakarta-Genewa, Swiss. Berangkat dari Surakarta menggunakan pesawat Garuda Indonesia dan transit ke pesawat Etihad Airways di Bandara Soekarno-Hatta.

" Saya check in pukul 22.00 WIB (Sabtu, 2 April). Pesawat boarding sekitar pukul 00.15 WIB (Minggu, 3 April)," kata Dwi saat berbincang dengan Dream, Rabu, 6 April 2016.

Dwi sengaja check in lebih awal agar cukup waktu menunggu boarding dan dia tidak terburu-buru masuk pesawat. Bahkan sempat meminta petugas check in untuk menyediakan kursi roda kecil yang akan digunakan saat penerbangan.

" Petugas bilang 'iya'. Saat itu tidak ada masalah," kata Dwi.

Semua berjalan seperti biasa hingga Dwi masuk pesawat dan duduk di kursi bagian lorong, tepatnya di kursi nomor 15C. Beberapa saat kemudian, insiden mulai terjadi.

" Ada kru kabin tanya 'Apakah Anda bersama pendamping?'. Saya jawab tidak," kata Dwi.

Menurut Dwi, beberapa saat kemudian datang anggota kru lainnya yang mengaku sebagai kepala kru perjalanan. Petugas itu memberikan pertanyaan hingga akhirnya Dwi diminta turun.

" Saya sering terbang sendirian. Saya diminta turun. Barang-barang saya sudah dikeluarkan," kata Dwi.

Dwi merasa tidak terima dengan perlakuan kepala kru pesawat itu. Saat diantar menuju bandara, Dwi mendesak kepala kru untuk berbicara.

" Dia bilang ke saya, 'kalau semua penumpang lari, Anda akan ketinggalan'. Saya bilang ke dia, saya akan berusaha menyelamatkan diri saya sendiri bagaimanapun caranya," ucap Dwi.

Meski pada akhirnya kepala kru kalah dalam perdebatan, Dwi tetap tidak diizinkan terbang. Alasannya, Etihad Airways memiliki prosedur membolehkan penumpang difabel untuk bepergian selama bersama pendamping.

" Saya sempat baca di situsnya, mereka sebenarnya tunduk pada Undang-undang (UU) non-diskriminasi untuk Amerika Serikat. Seharusnya, mereka tunduk pada aturan di semua negara di mana mereka beroperasi," ucap Dwi.

Setelah insiden itu, Dwi kemudian menginap di hotel FM7 yang letaknya tidak terlalu jauh dari bandara. Etihad Airways sempat menjanjikan akan mengembalikan seluruh biaya tiket yang sudah dikeluarkan Dwi sebesar 1663 dolar Amerika Serikat, setara Rp22 juta.

" Sampai sekarang saya belum mendapat kabar lagi soal refund (pengembalian). Saya pulang ke Surakarta saja dengan tiket yang saya beli sendiri lho," ujar dia.

Dwi mengaku perlakuan ini baru pertama kali dialami selama berpuluh-puluh tahun terbang ke pelbagai negara. Dia berharap ada tindakan tegas dari pelbagai pihak agar insiden serupa tidak terulang. " Ini sudah kelewatan. Tidak boleh terjadi lagi," ucap dia.

Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Etihad atas insiden itu. Akun resmi sosial media Etihad juga belum mengeluarknya penjelasan resmi. 

(Ism) 

Beri Komentar