Ilustrasi Mobil Ambulans. (Foto: Freepik.com)
Dream - Seorang wanita berusia 71 tahun dari Queens, Kota New York, Amerika Serikat, dilaporkan meninggal karena virus corona baru, Covid-19, hanya beberapa menit setelah dia keluar dari rumah sakit.
Sebagai salah satu korban terbaru di tengah pandemi Covid-19 yang terus meningkat, Carolyn Frazier baru saja dipulangkan dari New York Presbyterian Queens Hospital pada Jumat, 27 Maret 2020, sekitar pukul 10 pagi waktu setempat.
Frazier dipulangkan dari rumah sakit meski dokter yakin bahwa wanita itu positif Covid-19 yang saat ini jadi pandemi di seluruh dunia. Dia dibawa pulang ke rumahnya di Parson Blvd menggunakan ambulans pribadi.
Tapi sayangnya, virus corona telah menggerogoti kesehatannya dan dia meninggal dunia pada saat ambulans telah tiba di rumahnya.
Menurut laporan, Frazier dinyatakan meninggal dunia pada pukul 10:14 waktu setempat. Dia meninggal kurang dari satu jam setelah dia keluar dari rumah sakit.
Hingga saat ini tidak diketahui mengapa dokter mengizinkan Frazier pulang. Selain positif Covid-19, Frazier diketahui menderita penyakit bawaan seperti tekanan darah tinggi dan diabetes.
Frazier hanyalah salah satu korban terbaru di kota New York yang saat ini berjuang untuk mengendalikan jumlah orang yang terinfeksi virus corona.
Walikota New York, Bill de Blasio, mengatakan saat ini pemerintah kota telah mendirikan tenda yang dijadikan rumah sakit darurat untuk menangani pasien Covid-19.
" Kami menggunakan setiap tempat di kota ini untuk tempat merawat orang-orang. Ini merupakan krisis yang terus berkembang dan meluas," kata de Blasio.
Hingga hari Minggu, 29 Maret 2020, jumlah warga negara bagian New York yang positif Covid-19 mencapai 59.513 kasus, dengan kematian mencapai lebih dari 1.000 orang. Sementara jumlah korban meninggal akibat Covid-19 di kota New York sendiri mencapai 776 jiwa.
Sumber: Medical Daily
Dream - Dokter dan ilmuwan di seluruh dunia berusaha mencari cara untuk menghentikan penularan virus corona baru yang menyebabkan Covid-19.
Terbaru, para pasien Covid-19 diberi vitamin C dengan dosis yang tinggi sebagai salah satu cara efektif untuk menyembuhkan penyakit yang belum ada obatnya ini.
Tetapi, beberapa ahli medis memperingatkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung vitamin C dengan dosis tinggi sebagai pengobatan yang valid untuk membendung Covid-19.
Sebelumnya, Newsweek melaporkan pada hari Kamis, 26 Maret 2020, bahwa vitamin C dengan dosis tinggi diberikan kepada pasien Covid-19 di rumah sakit di New York, Amerika Serikat.
Menurut laporan majalah AS itu, vitamin C disuntikkan ke pasien dalam dosis yang jauh lebih tinggi dari normal. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan dosis untuk pasien laki-laki sebanyak 90 miligram per hari. Sedangkan untuk pasien wanita dosisnya mencapai 75 miligram per hari.
Perawatan serupa juga sedang diuji coba di Wuhan, ibukota Provinsi Hubei di China, yang menjadi tempat pertama kalinya virus corona baru terdeteksi.
Rumah Sakit Union, yang merupakan tempat merawat pasien Covid-19 parah dalam jumlah besar di Wuhan, mengatakan pihaknya juga telah mencoba terapi tersebut.
" Kami juga melakukan terapi itu, bersama dengan obat lainnya karena sebagian besar dari mereka dalam kondisi parah," kata Profesor Liu Shi, dokter di RS Union.
Menurut Profesor Liu, pemberian vitamin C dengan dosis tinggi masih aman dibandingkan dengan vitamin lainnya. Tidak seperti vitamin A dan D, vitamin C tidak akan menyebabkan keracunan jika dikonsumsi dalam dosis tinggi.
" Karena vitamin C mudah larut dalam air sehingga dapat diekskresikan (dikeluarkan dari tubuh) dengan mudah," tambahnya.
Vitamin C sering disarankan sebagai suplemen makanan untuk orang yang terserang selesma, tetapi tidak dianggap sebagai obat untuk penyakit seperti influenza.
Sementara itu, Profesor Yang Jinkui, dari Rumah Sakit Tongren di Beijing, mengatakan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung penggunaan vitamin C sebagai obat terapi penderita Covid-19.
Setiap saran yang mengatakan bahwa vitamin C bisa menjadi obat yang efektif untuk Covid-19 adalah 'sama sekali tidak berdasar'.
" Dalam pemahaman saya, itu mungkin berfungsi sebagai plasebo karena belum ada obat khusus untuk penyakit baru ini,” kata Yang.
Wang Xiaogang, seorang dokter di Rumah Sakit Beijing, yang telah merawat pasien Covid-19 di Wuhan, pun sependapat dengan Yang.
" Tidak ada bukti klinis untuk membuktikan bahwa vitamin C benar-benar membantu. Ini adalah sesuatu yang sia-sia," kata Wang.
Sumber: SCMP
Advertisement
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya