Tenaga Medis (Merdeka.com)
Dream - Sebanyak 46 tenaga medis RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, terdiri dari dokter dan perawat dinyatakan positif terpapar virus corona. Saat ini, mereka tengah menjalani isolasi mandiri di fasilitas yang disediakan Pemerintah Provinsi Jateng.
" Hasil swabnya positif, kondisi mereka membaik tanpa gejala dan harus melakukan isolasi mandiri di Hotel Kosambi milik Pemprov Jateng sejak 8 April lalu," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kota Semarang, dr Elang Sumambar saat dikonfirmasi, dikutip dari Merdeka.com.
Tetapi, Elang mengaku belum mengetahui identitas masing-masing tenaga medis tersebut. Dia pun meminta pemerintah mempertegas pemberlakukan protokol kesehatan kepada masyarakat seperti menggunakan masker, cuci tangan menggunakan sabun dan tetap diam dirumah.
Selain itu, Elang mengimbau masyarakat tidak perlu datang ke Puskesmas atau rumah sakit apabila tidak merasakan gejala sakit yang gawat.
" Karena kita bersepakat untuk mengubah pemeriksaan dengan teknologi yang ada. Kalau sakit, dokter-dokter bisa menjelaskan diagnosa lewat WhatsApp dari pasien," jelas dia.
Elang meminta masyarakat untuk lebih mengerti situasi pandemi ini dengan mematuhi protokol kesehatan dan pergi ke rumah sakit hanya dalam keadaan darurat.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko terpaparnya virus corona bagi tenaga medis maupun pasien.
" Jadi kurangi aktivitas di luar rumah. Saya khawatir. Jangan sampai kita tumbang semua, terus siapa yang mengurusi, kan kasian," tutup Elang.
Sumber: Merdeka.com/Danny Adriadhi Utama
Dream - Pilu dan getir, dua perasaan itu yang kini tengah dialami keluarga Joko Wibowo. Dia tidak pernah membayangkan, ada masyarakat yang tega menolak pemakaman jenazah istrinya, Nuria Kurniasih, yang telah berjuang menyelamatkan pasien positif Covid-19.
Nuria tercatat sebagai perawat di RSUD dr Kariadi Semarang, Jawa Tengan, dan salah satu tim medis yang langsung bersentuhan dengan pasien. Dari merawat pasien Covid-19 itulah, Nuria tertular hingga menghembuskan napas terakhir.
Joko tak pernah menyangka mobil ambulans yang mengantarkan jenazah sang istri tercinta ke peristirahatan terakhir tiba-tiba dicegat warga pekan lalu. Kabar penolakan pemakaman Nuria bahkan sampai membuat ketiga putrinya yang masing-masing duduk di kelas 1 SMA, 16 tahun, kelas V SD, 11 tahun dan kelas III SD, 9 tahun sempat mengalami trauma.
" Awalnya sempat stres, trauma ya, ibunya seperti itu, sudah merawat pasien, sampai dia mengorbankan diri, meninggal, tentu trauma," kata Joko dalam program acara Mata Najwa, dikutip dari Pojoksatu.
Joko berusaha memberikan penjelasan kepada ketiga putrinya. Dia bersyukur akhirnya anak-anaknya bisa menerima.
Joko yang juga berprofesi sebagai perawat berharap kasus yang terjadi pada mendiang istrinya tak terulang. Jangan sampai ada lagi penolakan pemakaman jenazah akibat Covid-19.
" Mudah-mudahan ini terakhir yang terjadi pada istri saya, karena benar-benar rasanya pahit, rasanya getir melihat penolakan seperti itu,” kata Joko.
Joko juga berharap anaknya tidak dikucilkan ketika masuk sekolah nanti. Karena mendiang ibunya yang hanya ingin membantu para korban positif corona.
" Saya berharap di kemudian hari, anak-anak kami tidak diisolasikan lagi. Artinya anak-anak ini masih kecil, nanti ketika dia masuk sekolah jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, dikucilkan oleh teman-temannya,” katanya.
Bapak tiga anak ini juga berharap anak-anaknya dapat tumbuh dengan baik melanjutkan pendidikan. Meski tanpa kehadiran sang ibu yang selalu mendampingi.
Nuria diketahui tertular Covid-19 ketika bertugas di RSUD dr Kariadi. Saat itu Nuria masuk kerja shift siang.
Pada 16 Maret 2020, Nuria dirawat karena mengeluh pusing serta demam. Ia juga sempat berada di ruang perawatan biasa.
Nuria mengeluhkan sesak napas. Dia lalu segera dipindahkan ke ruang isolasi.
Dokter kemudian melakukan beragam prosedur tes ke Nuria. Mulai tes swab, rontgen hingga pengambilan sampel darah.
" Setelah dirawat selama tiga hari di sana, saya dikabarkan istri sudah tiada,” tutur Joko lirih.
Jenazah Nuria kemudian dibawa ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Siwarak, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Semarang, pada Kamis, 9 April 2020. Tetapi sebelum tiba di pemakaman, mobil ambulans tiba-tiba dihadang warga yang menolak jenazah Nuria dimakamkan di TPU Siwarak.
" Memang tinggal di Susukan, keluarga besar dimakamkan di Sewakul, jadi minta di sebelah bapaknya, ada penolakan," kata Humas Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Kabupaten Semarang, Alexander Gunawan.
Sumber: Pojoksatu
Dream - Pandemi virus corona di Indonesia telah memakan banyak nyawa. Sayangnya, muncul sejumlah penolakan pemakaman jenazah para penderita Covid-19.
Fakta itu membuat pria asal Wonosobo, Jawa Tengah, Badar Roedin, prihatin. Pria yang menjabat sebagai Kepala Desa Talunombo, Kecamatan Sapuran ini memutuskan untuk mewakafkan tanahnya seluas 2.500 meter persegi.
Tanah tersebut digunakan khusus untuk pemakaman jenazah yang meninggal akibat Covid-19. Baik itu pasien maupun tenaga medis yang pemakamannya mendapat penolakan.
" Saya mendengar kabar ada yang ditolak di Ungaran, miris dengar beritanya," kata Badar, dikutip dari Liputan6.com.
Dia mengatakan apa yang terjadi di masyarakat sebenarnya akibat kesalahpahaman. Menurut Badar, pemerintah memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang wabah ini.
Masyarakat perlu edukasi mengenai penanganan jenazah Covid-19. Sehingga muncul pemahaman bahwa jenazah tidak akan menularkan virus jika sudah dimakamkan.
" Tidak ada yang salah dalam hal ini, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengedukasi warga agar tidak sampai terjadi penolakan jenazah," ujar dia.
Sumber: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara
Dream - Perawat menjadi salah satu profesi yang berada di garis terdepan melawan pandemi virus corona, Covid-19. Mereka harus terjun langsung merawat para pasien yang positif terinfeksi Covid-19. Mereka adalah pahlawan.
Simaklah kisah berikut ini. Cerita tentang Areema Nasreen. Perawat ini bahkan rela mengorbankan nyawa demi menangani pasien Covid-19. Padahal, dia baru tiga bulan bekerja sebagai perawat.
Keluarga dan rekan-rekan mengingat Areema Nasreen sebagai sosok inspiratif, profesional, dan mempunyai hati yang besar. Semua merasa kehilangan.
Menurut laman The Guardian, Areema Nasreen menghabiskan masa remaja dengan merawat neneknya yang sakit keras.
Nasreen lahir di Pakistan 36 tahun yang lalu. Ia dibesarkan di Birmingham oleh neneknya bersama ketujuh saudara kandungnya, sementara orang tua mereka berada di Pakistan.
Nasreen telah menikah dengan pria yang dicintai dan telah dikaruniai tiga anak. Sejak remaja Nasreen bercita-cita menjadi seorang perawat. Impiannya pun terwujud pada bulan Januari lalu, Nasreen telah lulus dari sebuah universitas dan mengabdi di Rumah Sakit Walsaal Manor.
Namun, takdir berkata lain, pada Jumat lalu Nasreen gugur saat bertugas, meninggalkan keluarga yang begitu membutuhkannya. Nasreen meninggal setelah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Dia tertular oleh pasien yang dirawat.
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik