Ramai Isu Haji di Metaverse, Begini Penjelasan Ketua MUI

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 10 Februari 2022 11:00
Ramai Isu Haji di Metaverse, Begini Penjelasan Ketua MUI
Kiai Cholil Nafis menegaskan ibadah haji bersifat tetap.

Dream - Belakangan isu haji di metaverse menyeruak. Ini menyusul inisiatif Arab Saudi meluncurkan Kabah virtual pada Desember 2021.

Menanggapi isu ini, Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis, menjelaskan haji di metaverse hanya terjadi dalam alam khayal. Sementara ibadah haji mengharuskan kehadiran fisik di dunia nyata.

" Pelaksanaan haji di metaverse adalah alam khayal dan fiksi di dunia maya. Sedangkan perintah pelaksanaan haji harus dengan fisik di dunia nyata," ujar Kiai Cholil kepada Dream.

Hal ini berlaku pula untuk umroh bahkan sholat. Sebab, kata Kiai Cholil, ibadah khususnya haji bersifat ta'abbudi (ibadah yang tidak ada alasan mengapa dilakukan) dan tauqifi (sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW).

" Selamanya, ibadah haji bersifat tetap tak mengalami perubahan tempat dan waktunya," kata dia.

 

1 dari 4 halaman

Hukum Asal Ibadah Adalah Haram Sampai Ada Tuntunan

Kiai Cholil juga menyinggung soal hukum asal ibadah. Terdapat kaidah yang menyatakan asalnya ibadah itu haram sampai ada tuntutan yang mengajarinya.

" Maka seorang Muslim tidak dapat melakukan ibadah dan haram (dilarang) hukum jika tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW," ucap Kiai Cholil.

Sementara terkait dengan peluncuran Kabah virtual, Kiai Cholil pun menerangkan otoritas Saudi menyatakan ini untuk memberikan pengalaman bagi umat Islam untuk bisa mencium Hajar Aswad secara virtual. Pengalaman itu nantinya sebagai bekal sebelum melaksanakan ibadah haji ke Mekah.

" Jadi, peluncuran itu sebagai sarana promosi wisata religi dari Pemerintah Arab Saudi," kata dia.

Lebih lanjut, Kiai Cholil, menilai keberadaan metaverse dapat membawa dampak positif. Terutama untuk interaksi sosial dan transaksi ekonomi virtual.

" Namun. ibadah mahdhal (murni) tidak dapat dipindahkan ke dunia fiksi. Maka haji dan sholat tidak sah dilakukan secara virtual di metaverse," kata dia.

2 dari 4 halaman

Ada Kabah di Metaverse, MUI Tegaskan Tidak Sah Untuk Haji dan Umroh

Dream - Metaverse kini tengah jadi perbincangan. Jagad yang hanya ada dalam dimensi digital itu dibuat persis dengan bumi nyata.

Di dalamnya terdapat pula Kabah dan seluruh situs suci Islam. Meski begitu, sifatnya hanya virtual

Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan ibadah haji maupun umroh di metaverse tidak sah. Sebab tata caranya sudah ditentukan.

" Pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Kabah secara virtual tidaklah cukup, dan tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah haji itu merupakan ibadah mahdlah dan bersifat tauqify," ujar Niam kepada Dream melalui pesan WhatsApp.

3 dari 4 halaman

Haji Harus Sesuai Contoh dari Rasulullah

Niam mengatakan ibadah haji bersifat dogmatik. Harus dilaksanakan dengan kehadiran fisik.

" Tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi SAW," kata Niam.

Selain itu, terang Niam, aktivitas haji seperti thawaf dilaksanakan dengan mengelilingi Kabah sebanyak 7 kali secara fisik. Dimulai dari sudut Hajar Aswad dengan Kabah berada di sisi kiri.

" Haji dan umroh tidak bisa dilaksanakan dalam hati, dalam angan-angan, atau secara virtual, atau dilaksanakan dengan cara  mengelilingi gambar Kabah atau replika Kabah," ucap dia.

 

4 dari 4 halaman

Bisa Untuk Manasik Persiapan Ibadah Haji

Tetapi, Kabah metaverse dapat dimanfaatkan untuk mengenali lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan ibadah. Juga untuk persiapan pelaksanaan ibadah atau latihan yang lazim disebut dengan manasik haji atau umroh seperti di Asrama Haji Pondok Gede maupun tempat lain.

" Kunjungan ke Kabah secara virtual bisa dioptimalkan untuk explore dan mengenali lebih dekat, dengan 5 dimensi, agar ada pengetahuan yang utuh dan memadai sebelum pelaksanaan ibadah," terang Niam.

Lebih lanjut, Niam menerangkan Kabah metaverse merupakan inovasi teknologi yang perlu disikapi secara proporsional. Teknologi mendorong pada kemudahan akses.

" Tapi pada saat yang sama harus paham, tidak semua aktivitas ibadah bisa digantikan dengan teknologi," ucap Niam.

Beri Komentar