© MEN
Dream - Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan kondisi pasien 06 di Indonesia berangsur membaik. Anak Buah Kapal (ABK) Diamond Princess tersebut sudah menjalani perawatan selama lima hari.
Tidak hanya itu, hasil pemeriksaan pertama juga menunjukkan negatif. " Kasus 06 ini sudah masuk hari ke-5, pemeriksaan sudah negatif," kata Achmad, Selasa, 10 Maret 2020.
Tim medis akan memeriksa kembali sampel dari pasien ini selama dua hari mendatang. Jika negatif kembali, pasien 06 akan dipulangkan.
" Artinya kita masih menunggu pemeriksa ke-2. Jadi negatif pertama, kita akan tunggu dua hari kemudian, kalau negatif lagi, Kita akan keluarkan dari rumah sakit," kata dia.
Dia juga menjelaskan, tim medis sudah mulai memberikan edukasi kepada pasien 06 untuk melakukan self isolated. Pasien diminta mengurangi kontak dengan siapapun ketika dinyatakan negatif Corona dan pulang ke rumah.
" Tetapi bukan berarti tidak sama sekali, tetapi ditahan," ucap dia.
Achmad megnatakan, diharuskan menggunakan masker dan setidaknya berbicara dengan cara kurang lebih 2 meter.
" Dia sudah melakukan self monitoring. Artinya dia sudah bisa memperhatikan betul apakah ada keluhan, apakah ada keluhan batuk dan keluhan zat," kata Yuri.
" Dan dia harus melaporkan kepada petugas kesehatan, dan nanti akan memberikan kontak dinas kesehatan. Ini kasus 06, tetapi baru sekali negatif," ujar dia.
Sumber: Liputan6.com
Dream - Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso telah menerima pemeriksaan terhadap 606 orang yang mengaku mengalami gejala mirip virus corona, Covid-19. Total pemeriksaan itu terhitung sejak Januari 2020.
" Jumlah pasien orang dalam pemantauan (ODP) itu berjumlah 606 sampai dengan tadi pagi," kata Direktur Utama (Dirut) RSPI Sulianti Saroso, dr Mohammad Syahril, Senin, 9 Maret 2020.
Syahril mengatakan, jumlah ODP selalu meningkat dalam hitungan hari. Sehari lalu, jumlah ODP mencapai 585 kasus.
Saat ini, RSPI Sulianti Saroso sedang menangani empat terkonfirmasi mengidap virus corona.
" Jadi total 10 orang pasien, empat positif dan enam Pasien Dalam Pengawasan (PDP)," kata dia.
Syahril mengatakan, seorang pasien yang baru tiba Minggu, 8 Maret 2020 sempat dirawat di salah satu rumah sakit swasta selama tiga hari. Saat tiba di RSPI Sulianti Saroso, pasien tersebut dalam kondisi baik meski mengalami flu, demam, dan batuk.
Sementara itu di tempat yang sama Ketua Pokja Penyakit Infeksi New Emerging dan Reemerging (PINERE) RSPI Sulianti Saroso dr. Pompini Agustina menambahkan, selama tiga hari dirawat di rumah sakit swasta, pasien telah diberi perawatan sesuai dengan kondisi klinis.
" Jadi kalau kondisi klinisnya memang memerlukan infus memerlukan vitamin, kemudian ada infeksi sekunder atau ada infeksi bakteri yang menyertai maka diberikan antibiotic, jadi pengobatan. Itu sudah sesuai dengan tata laksana untuk kasus-kasus seperti penyakit infeksi di saluran napas," ujar Pompini.
Adapun, Pompini menjelaskan, terkait apakah yang bersangkutan sempat berkontak langsung atau close contact dengan petugas medis dan pasien lain, hal itu menurutnya akan ditindaklanjuti oleh Tim Surveillance yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan.
" Jadi untuk semua kasus tidak hanya pada kasus ini semua kasus ketika dinyatakan sebagai PDP (Pasien Dalam Pengawasan) maka ada tim yang akan mengerjakan namanya Tim Surveillance, mereka akan melakukan contact pressing," kata dia.
(Sah, Sumber: Merdeka.com/Ronald)
Dream - Tim dari Universitas Sun Yat-sen, Guangzhou, Guangdong, China, meneliti proses sebaran virus corona, Covid-19. Tim tersebut menyebut, virus 2019-nCoV sangat sensitif terhadap suhu tinggi.
Meski demikian, para ahli menyarankan orang-orang harus menghindari logika berpikir bahwa suhu panas bisa menangkal 2019-nCoV. Studi ini berusaha menentukan bagaimana penyebaran virus corona baru mungkin dipengaruhi perubahan musim dan suhu.
Meskipun belum ditinjau, laporan tersebut menyarankan bahwa panas memiliki peran yang signifikan untuk menilai bagaimana virus berperilaku.
" Virus ini sangat sensitif terhadap suhu tinggi," kata tim peneliti, dilaporkan South China Morning Post (SCMP), Senin,9 Maret 2020.
Kondisi ini membuat virus 2019-nCov cenderung menghindari negara-negara yang lebih hangat. Sebaliknya, Covid-19 malah tumbuh subur di kawasan dengan iklim yang lebih dingin.
Sebagai hasilnya, disarankan bahwa " negara dan wilayah dengan suhu yang lebih rendah mengadopsi langkah-langkah kontrol yang paling ketat" .
Banyak pemerintah suatu negara dan otoritas kesehatan mengandalkan virus corona yang kehilangan sebagian potensinya ketika cuaca mulai menghangat. Seperti umumnya terjadi pada virus serupa yang menyebabkan flu biasa dan influenza.
Namun negara beriklim lebih panas tak sepenuhnya bisa bernapa lega.
Dari sebuah studi terpisah, sekelompok peneliti termasuk ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari T.H. Harvard. Chan School of Public Health, menemukan bahwa penularan berkelanjutan dari virus corona dan pertumbuhan infeksi yang cepat dimungkinkan dalam berbagai kondisi kelembaban. Misalnya, provinsi dingin dan kering di Cina ke lokasi tropis, seperti daerah otonom Guangxi Zhuang di ujung selatan dan Singapura.
" Cuaca saja, (seperti) peningkatan suhu dan kelembaban saat bulan-bulan musim semi dan musim panas tiba di belahan bumi utara, tidak akan serta merta menyebabkan penurunan dalam jumlah kasus tanpa penerapan intervensi kesehatan masyarakat yang luas," kata studi tersebut.
Tim Guangzhou mendasarkan penelitian mereka pada setiap kasus baru coronavirus yang dikonfirmasi di seluruh dunia antara 20 Januari dan 4 Februari 2019. Termasuk di lebih dari 400 kota dan wilayah Cina.
Dari survei ini kemudian dimodelkan terhadap data meteorologi resmi saat Januari dari seluruh China dan ibu kota masing-masing negara yang terkena dampak.
Analisis menunjukkan bahwa jumlah kasus naik sejalan dengan suhu rata-rata hingga puncak 8,72 derajat Celcius dan kemudian menurun.
" Suhu ... memiliki dampak pada lingkungan kehidupan orang ... (dan) dapat memainkan peran penting dalam kesehatan masyarakat dalam hal pengembangan dan pengendalian epidemi," kata dia.
Dilaporkan SMCP, iklim mungkin berperan dalam penyebaran virus di kota Wuhan.
Pakar lain, seperti Hassan Zaraket, asisten direktur di Center for Infectious Diseases Research di American University of Beirut, mengatakan, ada kemungkinan bahwa cuaca yang lebih hangat dan lebih lembab akan membuat virus 2019-nCoV lebih stabil dan dengan demikian kurang menular.
" Ketika suhu memanas, stabilitas virus dapat menurun ... jika cuaca membantu kita mengurangi transmisi dan stabilitas lingkungan dari virus, maka mungkin kita dapat memutus rantai penularan," kata dia.(Sah)
Advertisement
Cerita Darsono Setia Rawat Istrinya yang Tak Bisa Kena Cahaya Selama 32 Tahun
Shandy Aulia Sampai Sewa Makeup Artist untuk Foto Paspor dan Visa, Hasilnya Wow Banget!
Patrick Kluivert Tutup Kolom Komentar Akun Instagramnya Setelah `Dicerai` PSSI
Bahas Arah Kebijakan Ekonomi, Prabowo Adaptasi Ajaran Ayahnya
10 Atlet dengan Bayaran Tertinggi di Dunia 2025, CR7 atau Messi Paling Tajir?
Waspada Fake Service, Begini Cara Bedakan Layanan Resmi dan Palsu Barang Elektronik
Kisah Evan Haydar dari Gresik, Dulu Buruh Pabrik Kini Jadi HR Tesla
10 Ribu Orang Antre untuk Mencoba Chip Otak Bikinan Perusahaan Elon Musk
8 Destinasi Wisata Alam Terbaik di Asia Versi Agoda, Ada Megamendung
Studi: Industri Kripto Berpotensi Ciptakan 1,22 Juta Lapangan Kerja di Indonesia
7 Rekomendasi Warna Rambut yang Cocok untuk Kulit Kuning Langsat, Biar Tampil Glowing Alami!