Calista Felicia Ghaydaqila (Foto: Merdeka.com)
Dream - Memasuki usia 18 tahun, umumnya seseorang baru lulus SMA atau masuk kuliah. Namun berbeda dengan Calista Felicia Ghaydaqila, yang sudah menyandang gelar sarjana kedokteran di usia 18 tahun.
Calista menjadi lulusan termuda dari Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) dengan IPK tak sembarangan itu 3.64 dari skala 4.00.
Anak ke-3 dari empat bersaudara itu memulai pendidikannya di usia yang sangat muda. Di usia 4 tahun, Calista sudah berstatus siswa Sekolah Dasar (SD). Hingga dia masuk program akselerasi di SMPN 3 Tangerang Selatan dan SMAN 2 Tangerang Selatan.
Dia menyelesaikan program akselerasi tersebut selama 2 tahun. Di usianya yang baru 14 tahun, gadis cantik ini sudah masuk jurusan kedokteran melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Gadis ini juga mempunyai impian setelah lulus koas (dokter muda) dan menjadi dokter umum, dia ingin mengabdi di daerah 3 T, (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) tepatnya di kawasan perbatasan Indonesia.
Menurutnya jumlah tenaga kesehatan di daerah tersebut masih terbilang sedikit dan tidak merata. Dia berharap keinginannya disetujui oleh kedua orang tuanya.
Selain itu, Calista juga ingin mengambil spesialis anak, dengan alasan suatu saat nanti akan menjadi seorang ibu.
" Mayoritas dokter banyak yang berada di Pulau Jawa atau daerah asalnya. Saya ingin sekali mengabdi di perbatasan dan menolong warga," katanya.
Calista membagikan ceritanya saat membagi waktu belajarnya. Kuncinya adalah memanfaatkan waktu seefektif mungkin. Saat menjadi mahasiswa, dia mengaku bukan tipe mahasiswa yang memaksakan diri dalam belajar.

" Jadi saya bukan tipe yang memaksakan diri untuk belajar. Saya hanya memanfaatkan waktu yang efektif untuk belajar. Misalkan saya belajar di pukul 03.00 dan kalau sudah lelah tidak akan saya lanjutkan. Kalau saya paksakan malah hanya lewat-lewat saja apa yang saya pelajari," kata Calista dalam keterangannya.
Sumber: Merdeka.com
Dream - Pendidikan Indonesia yang semakin maju tidak lepas dari campur tangan para pengawal pendidikan, yakni guru, dosen, dan tenaga pendidik lainnya. Bagi mahasiswa, jasa seorang dosen sangat besar dalam menentukan masa depan. Selain jadi penyampai ilmu, dosen adalah sumber inspirasi dan pemberi motivasi.
Adalah I Made Andi Arsana, dosen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menjadi inspirasi bagi para mahasiswa untuk selalu berjuang di bangku perkuliahan.
Kisah inspiratif itu ia bagikan di video reels Instagram pribadinya @madeandi. Mulai dari masa sekolah hingga menjadi dosen seperti sekarang ini.
Saat masa SMP, pada 1990-1993, Made Andi mengaku kerap pergi ke sekolah melewati jalan penuh semak-semak. Ia menceritakan hal tersebut dengan penuh rasa nostalgia.
© Dream
" Dilihat dari masa kini, hidup di masa lalu bisa nampak begitu dramatis padahal saat menjalani, terasa biasa saja, " kenangnya.
Made Andi kerap naik sepeda ke sekolah walaupun akhirnya terpaksa dituntun karena kondisi jalan yang tak menunjang. Selain itu, ia juga sering jalan kaki pagi-pagi dengan embun yang masih membekas di dedaunan.
" Kadang lumpur beterbangan akibat putran roda lumpur, " kenangnya.
Namun ujiannya untuk menempuh pendidikan itu tidak pernah dianggap sebagai penderitaaan. Ia melakoninya dengan penuh kebahagiaan. " Hari berjalan biasa. Suasana riang gembira, " ucapnya.
Laku prihatin tersebut terus berlanjut saat masa SMA. Pada masa itu, ia pernah tinggal di sebuah gubuk tanpa listrik dan sering mandi di sungai.
Kisah masa lalu yang pilu itu benar-benar ia rasakan ketika kuliah. Ia mengenang statusnya sebagai mahasiswa yang tak diperhitungkan karena bukan dari golongan pemilik Indeks resasi (IP) tiga koma.
© Dream
Sementara itu, saat masih kuliah di UGM, ia pernah mendapat IP 1,2 saat semester 5. Hal ini sempat membuatnya terpuruk karena merasa menjadi orang bodoh di kelas. Ia juga pernah mendapat beberapa nilai E dalam satu semester.
Walaupun begitu, berbagai hal yang pernah dilewatinya tersebut tak membuatnya semangatnya surut. Made Andi terus berjuang untuk melanjutkan sekolah dan cita-citanya.
© Dream
Setelah lulus dari UGM, Made Andi melanjutkan studi master ke Universitas New South Wales dan dilanjutkan studi doktoral di Universitas Wollongong.
Ia pernah mewakili Indonesia The Falling Walls Conference merupakan acara sains tahunan di Berlin. Selain itu juga berbicara di PBB.
Selain menjadi dosen Teknik Geodesi UGM, Made Andi juga aktif di berbagai kegiatan lain. Dari menjadi content creator di akun Instagram atau akun TikToknya sendiri hingga menjadi penulis buku.
Lelaki asal Bali ini juga menjadi Kepala International Affairs Universitas Gadjah Mada
Berikut kisah Made Andi yang diunggah melalui akun Instagram.
View this post on Instagram
Advertisement
Ujian Tengah Semester Bentrok dengan Syuting, Prilly Latuconsina Numpang Kamar Warga

Respons Rifat Sungkar Saat Putranya Lakukan Kesalahan di Sirkuit Bikin Haru Warganet

Inspiratif Banget, 5 Komunitas Kebangsaan di Indonesia

FKSM 2025 Singgah di Cirebon, Hadirkan Seni Media Sampai Layar Tancap

5 Tempat Makan Pempek Legendaris di Palembang untuk Manjakan Lidah




Respons Rifat Sungkar Saat Putranya Lakukan Kesalahan di Sirkuit Bikin Haru Warganet

Ujian Tengah Semester Bentrok dengan Syuting, Prilly Latuconsina Numpang Kamar Warga

Proses Pembuatannya Sampai 2 Tahun, Bonvie Haircare Rilis Produk Perawatan Rambut Khusus Cowok

Honda Culture Indonesia Vol.2 Digelar di Jakarta, Ribuan Pengunjung Hadiri Pameran Komunitas Honda

Gangguan di PLTU Nagan Raya, Sebagian Besar Aceh Gelap Gulita pada Akhir Pekan