Ilustrasi Penjara (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Beredar video yang menampilkan peta lokasi Lembaga Pemasyarakatan Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat di media sosial. Dalam video tersebut disisipkan narasi yang meminta masyarakat untuk tetap waspada.
Sebabnya, narasi itu menyebut narapidana di di Lapas Paledang dan Pondok Rajeg, Cibinong akan segera dibebaskan. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 2.800 orang.
Berikut narasi yang ada dalam sebuah video yang berdurasi 30 detik itu
" Mulai tanggal enam dan tujuh, napi yang ada di Lapas Paledang, Pondok Rajeg, 2.800 akan dikeluarkan belum pada waktunya,"
" Hati-hati sekarang yang dipasar dan di rumah, barang-barang seperti motor atau benda berharga lainnya jangan ditaruh di depan rumah, tambah rawan."
" Sekarang kebutuhan yang lagi keluar banyak yang berbuat lagi kriminal. Sampaikan ke group atau teman-teman yang lainnya."
Kabag Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkum HAM, Rika Apriyanti, menegaskan kabar pembebasan napi tersebut tidak benar. Rika meminta agar masyarakat tidak termakan informasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
" Tidak benar kabar tersebut. Hoax. Mohon disampaikan kepada masyarakat," ujar Rika, dikutip dari Liputan6.com.
Sebelumnya, Rika mengatakan sebanyak 38.822 narapidana dan anak telah dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak. Mereka mengikuti program asimilasi dan integrasi sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA.
" Ini update data asimilasi dan integrasi narapidana dan anak pada tanggal 20 April 2020 pukul 07.00 WIB," kata Rika.
Menurut Rika, dari 38.822 narapidana dan anak, yang telah dikeluarkan sebanyak 36.641 orang. Di antaranya keluar penjara melalui program asimilasi terdiri atas 35.738 narapidana dan 903 anak.
Sementara itu, sebanyak 2.181 orang lainnya menghirup udara bebas melalui program hak integrasi, baik berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, maupun cuti menjelang bebas, dengan perincian 2.145 napi dan 36 anak.
" Data ini dikumpulkan dari 525 unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan," kata Rika seperti dikutip Antara.
Menkumham Yasonna H Laoly meminta seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian terkait kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Dia berharap, narapidana yang dibebaskan karena program asimilasi langsung dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan bila kembali berulah.
" Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya," ujar Yasonna.
Sumber: Liputan6.com/Fachrur Rozie
Dream - Seorang narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Samarinda, bernama Ambo menolak program asimilasi saat pandemi Covid-19. Pria asal Pare-pare, Sulawesi Selatan ini harusnya bisa menghirup udara bebas sejak 7 April 2020 lalu.
Ambo memilih tetap berada di penjara hingga seluruh masa hukumannya berakhir.
Alasan Ambo sederhana. Dia tak punya rumah yang akan dituju saat bebas nanti. Tentu juga tidak ada sambutan kebahagiaan penuh haru menanti. Perantauan di Kota Samarinda ini mengaku tak memiliki keluarga di Kota Samarinda.
“ Biar saya keluar, tidak tahu ke mana arahnya, kalau di sini sudah banyak teman,” kata Ambo, diakses dari Liputan6.com, Rabu, 15 April 2020.
Ambo menceritakan bahwa dia sedang menjalani pidana karena tuduhan pelaku peredaran narkotika. Ambo harus menjalani hukuman 4,5 tahun penjara.
Dari putusan pengadilan itu, dia sudah menjalani masa tahanan selama 2,5 tahun. Waktu yang tidak sebentar bagi siapapun dan ingin segera bebas.
Wajah Ambo berubah ketika dia berbicara mengenai kondisinya. Suaranya pun tidak lagi lantang. “ Tidak ada keluarga. Sedangkan orangtua sudah meninggal, istri diambil orang,” kata dia.
Ambo menyiratkan raut kekecewaan. “ Saya memang perantau ke sini, ikut sama orang,” kata dia.
Dia bercerita, saat merantau ke Samarinda, Ambo membawa serta istrinya untuk mengadu nasib. Untuk menyambung hidup, Ambo berjualan ikan di Pasar Segiri, Samarinda.
Dahulu, pasar ini yaitu zona merah peredaran narkotika. Polisi sampai harus membuat posko khusus untuk mengungkap peredaran narkotika.
Tergiur keuntungan yang besar, Ambo tertarik untuk ikut mengedarkannya. Tak disangka, itu adalah awal petaka dalam hidupnya. Dia ditangkap dan dihukum sesuai perbuatannya. “ Istri ikut di sini. Tapi pas masuk penjara, istri diambil orang sudah,” kata dia.
Dia mulai kembali sedikit santai saat ditanya kenyamanan berada di dalam rutan. Teman yang banyak untuk berbagi cerita sehingga merasa betah. “ Sudah nyaman di sini, sudah betah,” ujar dia.
Ambo bercerita, bahwa dia sempat sedih melihat tahanan yang lain. Ambo sebenarnya memiliki soerang anak, namun memilih tinggal di kampung halamannya.
Program asimilasi di tengah pandemi Covid-19 juga membuat blok ruangannya sedikit lega.
Rencananya program asimilasi saat pandemi Covid-19 ada 141 narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat.
(Sumber: Liputan6.com/Abdul Jalil)