Sukses Bos Muda Kan

Reporter : Puri Yuanita
Kamis, 26 Mei 2016 20:33
Sukses Bos Muda Kan
Masa lalu Kan memang pahit. Tak ada pekerjaan, dianggap tidak potensial, ditolak puluhan perusahaan. Namun kini, semua berubah 180 derajat...

Dream - " Setiap kali saya ditolak oleh sesuatu yang baik, saya berpikir benar-benar sedang diarahkan untuk sesuatu yang lebih baik," kata pemuda itu.

Kalimat itu diucapkan untuk mengenang masa lalu. Saat-saat susah, setelah lulus kuliah. Seluruh waktu habis dicurahkan untuk mencari kerja. Ijazah dan lamaran disebar ke puluhan perusahaan.

Pemuda yang tengah mengenang kehidupan suram dengan kalimat penuh semangat itu adalah Daniel Kan. Co-Founder Cruise Automation. Dia tengah berbagi kisah perjalanan hidup, dari bawah hingga sukses. Dari nol hinga jadi triliuner.

Masa lalu Kan memang pahit. Surat-surat itu nyaris tak berbalas. Dari 35 kantor, hanya dua yang merespons. Itu pun bukan perusahaan impian, kantor keuangan. Pilihan hanya mengajar bahasa Inggris di Korea Selatan atau bekerja di UserVoice, perusahaan startup kecil di San Francisco.

Pilihan jatuh pada UserVoice. Dari sinilah takdir itu dimulai. Keahlian membangun startup itu telah menuntun ke tangga sukses. Tak ada yang mengira, pada Maret lalu, pemuda yang dianggap tak potensial oleh puluhan perusahaan itu berhasil menjual startup yang dia bangun dengan harga US$ 1 miliar atau setara Rp 13,39 triliun.

Kisah hidup Kan merupakan perpaduan sempurna antara sedikit keberuntungan, koneksi yang tepat, keberanian mengambil risiko, dan pantang menyerah. Jadilah dia menjadi bos dalam usia masih sangat muda, 29 tahun.

Darah Pengusaha

Seperti sarjana lain, lulusan Claremont McKenna College ini juga ingin bekerja di perusahaan terbaik. Kala itu, yang terbayang hanyalah perusahaan keuangan. Sehingga dia sangat bersemangat menyebar lamaran ke perusahaan keuangan terkemuka.

" Saya ingat betul ketika saya lulus, saya akan bekerja di bidang keuangan," kata dia. " Saya bayangkan 'Oh inilah jalannya. Semua orang masuk ke industri keuangan dan mendapat gaji tingi."

Perjalanan hidup memang berliku. Tak semua keinginan tercapai. Demikian pula dengan pemuda yang karib disapa dengan nama Dan Kan ini. Cita-cita bekerja di perusahaan keuangan pun tak pernah terwujud.

Hingga dia " terdampar" di bidang lain. " Saya memilih startup," kata dia.

Di lahan baru, ada tanaman baru. Demikian pula, di bidang lain selalu ada ilmu yang lain. Keputusan berani memilih perusahaan startup itu telah memberinya keahlian baru. Segala pengetahuan tentang start up dia cecap di UserVoice.

Tujuh tahun dia habiskan bergelut dengan dunia startup. Darah pengusaha yang mengalir di dalam tubuh bergelora. Setelah cukup ilmu, dengan didorong oleh sang kakak, Kan membangun startup sendiri.

Kan memang dibesarkan di sebuah keluarga entrepreneur. Ibunya memulai usaha real estate dan broker di Seattle pada 1990-an. Saat itu, Kan baru berusia 10 tahun. Namun ia sudah ikut terlibat membantu bisnis sang bunda.

Bersama saudaranya, Kan membuat fotokopi buku-buku peta besar, menggabungkannya dan membuatkan rute rumah untuk ibunya.

Tak cuma sang bunda, kakak lelakinya, Justin, juga seorang pengusaha. Dia menetap di San Francisco setelah lulus kuliah dan mendirikan platform video online Justin.tv pada 2006 yang kemudian berubah menjadi Twitch.

Besarnya pengaruh dan dukungan, membuat Kan begitu dekat dengan keluarga. Bahkan setelah menjadi jutawan seperti sekarang, dia tetap tinggal bersama saudaranya.

" Saya tidak akan berada di sini tanpa saudara saya. Itu mungkin hal yang paling penting," kata dia.

" Bukan hanya memiliki ide atau mengeksekusi ide. Ini semua tentang hubungan yang Anda miliki dan orang-orang yang Anda kenal dan yang mendukung Anda," tambah Kan.

Tangga Sukses

Membangun bisnis jelas tak mudah. Apalagi startup bernilai miliaran dolar. Hanya mereka yang gigih, ulet dan bertekad bulat yang mampu. Untungnya Dan Kan punya semua karakter itu.

Namun tetap saja, perjalanan tak semudah dan sekilat bayangan orang. Butuh bertahun-tahun, jatuh bangun, untuk memiliki startup yang mapan.

Selain bekerja di UserVoice, Kan juga membangun startup sendiri. Tak cuma satu, dia telah beberapa kali membangun startup. Pertama pada tahun 2011. Dia meluncurkan Appetizely, sebuah perusahaan yang membuat berbagai macam aplikasi restoran berbasis iOS.

Kan berhasil membuat sekitar 30 aplikasi sebelum Apple meminta Appetizely menggabungkan semua aplikasi tersebut ke dalam satu kesatuan.

Dia merasa, jika tidak membuat aplikasi yang berbeda untuk setiap restoran, maka menjadi tidak menarik lagi. Akhirnya, hanya beberapa bulan setelah peluncuran, Kan menutup Appetizely.

Tapi otak Kan memang tak pernah kering. Selalu basah dengan ide. Akhir tahun 2011, dia meluncurkan Exec, layanan pribadi on-demand.

Pelanggan hampir selalu menggunakan aplikasi Exec untuk pekerjaan rumah tangga. Seperti mencuci piring, membersihkan kolam, mencuci pakaian, dan sebagainya.

" Kami memulainya sebagai sebuah layanan yang akan memungkinkan Anda untuk melakukan apa saja," kata Kan.

" Dengan menekan sebuah tombol, Anda akan memiliki seseorang yang menjalankan tugas atau mencuci pakaian atau apa pun," tambah dia.

Tapi, Kan tak puas dengan aplikasi yang dia luncurkan ini. Dia merasa, lama-lama Exec menjadi bisnis bersih-bersih rumah saja. " Bagi saya, itu bukan yang benar-benar saya sukai," ujar Kan.

Pada tahun 2014, dia menjual startup tersebut kepada perusahaan jasa, Handy, yang berbasis di San Francisco.

Setelah menjual Exec, Kan mencari peluang lain. Pikirannya terus berputar. Merencanakan langkah baru. Musim panas berikutnya, Kan memutuskan untuk magang di perusahaan saudaranya, Justin. Di sana ia bertemu dengan Kyle Vogt dan merasa punya visi yang sama.

Vogt terobsesi dengan konsep swa-kemudi sejak masih remaja. Kan pun mulai menyadari jika ia terobsesi pada hal yang sama pula. " Ini adalah gairah yang sebenarnya," kata Kan.

Oleh karena itu, pada tahun 2014, Kyle Vogt bergabung dengan Kan untuk mendirikan startup Cruise Automation. Tak butuh waktu lama, Cruise Automation segera menunjukkan eksistensinya.

Dan perusahaan besar sekelas General Motors kepincut. Pada Maret yang lalu, mereka membeli Cruise Automation dengan harga fantastis. Perusahaan mobil asal Detroit itu rela membayar senilai US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 13,39 triliun.

Dan kini, Kan dapat menikmati jerih payahnya. Perjuangan yang tak kenal putus asa, dan berpikir optimistis, sudah terjawab oleh startup " panas" di Silicon Valey itu.

Beri Komentar