Pemerintah Tengah Mengkaji Pembatasan Pembelian BBM Bersubsidi Pertalite Dan Solar
Dream - Isu pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar telah bergulir sejak sepekan terakhir. Usul ini muncul melihat tren pemakaian kedua jenis BBM itu yang terus meningkat terutama saat arus mudik Lebaran lalu.
Rencana pembatasan BBM bersubsidi ini bahkan sudah dibahas Komisi VI DPR bersama PT Pertamina (Persero) dan BPH Migas. Dewan Energi Nasional (DEN) bahkan menyebut Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang BBM jenis Pertalite akan disempurnakan.
Aturan teknis pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bahkan sudah digodok dengan tujuan subsidi pemerintah akan tepat sasaran.
Dengan pembatasan ini, masyarakat nantinya tak bisa lagi sesuka hati mengisi tangki BBM kendaraan bermotornya. Sementara pemerintah takkan lagi khawatir subsidi BBM akan jebol karena pemakaian Pertalite dan Solar yang terus meningkat.
Nah buat Sahabat Dream yang baru mendengar kabar rencana pembatasan BBM jenis Pertalite dan Solar ini, berikut adalah fakta-faktanya seperti dikutip Dream dari Liputan6.com
Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto dikutip dari Liputan6.com menjelaskan tujuan untuk membatasi pembelian BBM Pertalite dan Solar agar penyalurannya dapat lebih tepat saaran. Kenaikan harga minyak dunia diakui telah membuat peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.
Menurut Djoko, peralihan konsumsi BBM juga telah membuat beban keuangan PT Pertamina semakin berat. BUMN Energi ini harus mengimpor sekitar 50 persen bensin dengan harga yang lebih tinggi sementara nilai jual tidak sesuai harga keekonomian.
Lebih jauh, Djoko mengatakan solar yang selama ini digunakan kendaran bermotor juga mulai banyak dipakai kalangan industri pertambangan, perkebunan, hingga kapal-kapal besar.
Pada bagian lain, Anggota KOmisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan parlemen telah bertemu dengan Pertamina dan BPH Migas untuk membicarakan aturan pembelian BBM bersubsidi. Sama seperti DEN, Pertamina juga berharap aturan pembelian ini akan membuat penyaluran lebih tertata dan subsidi yang diberikan tepat sasaran.
Mulyanto mengungkapkan pemerintah juga tengah merumuskan konsumen yang berhak menerima BBM bersubsidi. Secara umum yang berhak menerima BBM ini adalah UMKM, petani kecil dengan lahan di bawah dua hektare, dan kendaraan umum.
Pemerintah sudah menggelontorkan dana tak sedikit untuk mensubsidi BBM Pertalite. Bahkan, pemerintah telah mengantongi tambahan belanja untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun. Alokasi dana itu didapat sesuai kesepakatan bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada Kamis 19 Mei 2022.
Dana tersebut salah satunya diberikan kepada Pertalite selaku Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) agar harganya masih tertahan di angka Rp 7.650 per liter, jauh di bawah harga keekonomian yang mencapai Rp 12.556 per liter.
Untuk memuluskan langkah tersebut perlu adanya revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Perpres itu mengatur siapa saja yang berhak membeli BBM subsidi.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.
" Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis Solar karena Solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan Solar nonsubsidi," ujarnya.
Saat ini harga Solar bersubsidi di angka Rp5.100 per liter, jauh lebih tinggi dibanding solar nonsubsidi yang hampir Rp13.000 per liter.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan agar penggunaan aplikasi MyPertamina bisa dioptimalkan untuk pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar. Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman menjelaskan ke depan yang berhak mengisi BBM bersubsidi ini harus melakukan registrasi di aplikasi tersebut. Selanjutnya pendaftar akan diverifikasi oleh BPH Migas.
Saleh kepada Liputan6.com menganggap mekanisme ini akan membuat penyaluran Jenis BBBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) akan lebih tepat sasaran. Untuk mewujudkan rencana itu, konsumen solar mesti tercatat atau teregistrasi terlebih dahulu di MyPertamina dan diverifikasi.
Bagi konsumen yang sudah mendapat persetujuan akan memiliki akses dan dapat membeli solar bersubsidi. Sementara petugas Pertamina akan lebih mengetahui pembeli yang berhak dengan meminta menunjukan bukti sudah akses MyPertamin dengan bukti seperti QR Code.
Diakui Saleh, mekanisme seperti ini membutuhkan revisi revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Lantaran, Perpres tersebut mengatur siapa saja yang berhak membeli BBM subsidi.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mendukung upaya pembatasan pembelian Pertalite dan Solar dengan tujuan penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaraan. Mamit mengusulkan setidaknya ada beberapa kriteria kendaraan yang bisa mengonsumsi BBM bersubsidi tersebut.
Kendaraan khusus yang bisa menerima kompensasi BBM bersubsidi tersebut adalah:
- Kendaraan roda dua
- Angkutan umum
- Angkutan sembako
- Operasional UMKM
- Mobil pribadi dibawa 2012
- Kendaraan petani kecil dan menengah.
" Kriterianya saya kira seperti itu. Bila tak dibatasi, pemerintah ke depan pasti bakal terus kerepotan," ujar Mamit dikutip dari Liputan6.com.
Sementara itu Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T Pertamina Irto Ginting mengatakan kriteria penerima subsidi BBM jenis pertalite dan solar ini masih dalam tahap finalisasi.
" Saat ini masih finalisasi kriteria penerima subsidi," jelas dia.
Revisi kriteria penerima subsidi ini akan dituangkan dalam revisi peraturan presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014 tentang tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Saat ini, lanjut Ginting, penerima atau konsumen yang menikmati BBM subsidi masih sangat luas sehingga membutuhkan pengaturan yang lebih tepat.
" Sehingga implementasi di lapangan bisa clear. Tidak ada lagi perdebatan antara operator spbu dan konsumen," jelas Ginting saat dikonfirmasi Liputan6.com, seraya menambahkan pemerintah dan regulator masih memfinalisasi perihal pihak yang berhak menerima BBM subsidi.
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`