© MEN
Dream - Ombudsman menemukan banyak komisars Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang rangkap jabatan. Sehingga, Ombudsman mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar memperjelas batasan dan kriteria pejabat struktural dan fungsional aktif Komisaris BUMN.
Surat tersebut juga meminta Jokowi memperjelas pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
" Saran Ombudsman adalah agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan berhentikan para Komisaris Rangkap Jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarAnggota Ombudsman, Alamsyah Saragih, dikutip dari Merdeka.com, Rabu 5 Agustus 2020.
Menurut Alamsyahm, saran tersebut berdasarkan hasil assesmen dan pemantauan Dewan Komisaris serta Dewan Pengawas sebagai pengawas BUMN dan Badan Layanan Umum yang dilakukan sejak 2017.
Ombudsman telah melakukan inisiatif pemeriksaan, memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan BPKP. Ombudsman juga berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama KPK.
Dari berbagai upaya itu, Alamsyah menjelaskan bahwa Ombudsman memperoleh temuan sementara dari 2017 sampai 2019 ada 397 Komisaris pada BUMN dan 167 Komisaris pada anak perusahaan BUMN terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
Dia menambahkan, hasil analisis kerjasama bersama KPK terhadap data 2019, dilakukan profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal.
Berdasarkan jabatan, rekam jejak karier dan pendidikan ditemukan sebanyak 91 atau komisaris 32 persen berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris atau 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN dimana mereka ditempatkan.
" Dari hasil itu, jadi kemungkinan di 2020 itu hal ini akan tetap terjadi maka kita lakukan review secara teknis kepada BUMN untuk tahun 2020 terkait perkembangan terakhir," tuturnya.
Oleh sebab itu, Alamsyah menduga, adanya potensi maladministrasi akibat rangkap jabatan pada komisaris BUMN karena benturan regulasi, batasan yang tidak tegas, muncul beda penafsiran yang meluas, hingga adanya pelanggaran terhadap regulasi secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan.
Salah satu akibatnya, lanjut Alam, terkait rangkap penghasilan dengan nomenklatur honor dan gaji. Hal ini, menyebabkan penerapan prinsip imbalan berdasarkan, beban tambahan (incremental) menjadi tidak akuntabel dan menimbulkan ketidakadillan.
" Melihat Permen Nomor 2 Tahun 2015 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN. Ternyata masih terdapat kelemahan seperti, potensi konflik kepentingan dalam penjaringan, potensi ketidakadilan proses dalam penilai persyaratan materiil sehingga mempengaruhi Akuntabilitas Kinerja Komisaris BUMN," ujarnya.
Terhadap perkembangan dan pelaksanaan saran perbaikan tersebut, Alamsyah menututkan pihaknya akan melakukan pemantauan perkembangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
" Ombudsman juga akan melanjutkan review administratif terhadap proses rekrutmen Komisaris yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kementerian BUMN," pungkasnya.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati