Capres Nomor Urut 2, Prabowo Subianto, Ingin Menaikkan Rasio Pajak Menjadi 16 Persen. (Foto: KLY/Arie Basuki)
Dream – Calon presiden, Prabowo Subianto, berjanji akan menaikkan rasio pajak (tax ratio) dari 11,5 persen menjadi 16 persen jika diberi mandat memimpin Indonesia. Target ini diharapkan bisa meningkatkan pemasukan negara dari sisi pajak.
Dengan keuangan negara yang cukup kuat, Prabowo berharap bisa memperbaiki kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan TNI yang pada akhirnya menekan peluang terjadinya korupsi.
Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, menilai upaya menaikkan tax ratio memang sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk mencapai tujuan pembangunan yang optimal, rasio pajak yang diperlukan minimal 16 persen.
“ Saat ini, baik pasangan Jokowi-Makruf Amin maupun Prabowo-Sandiaga Uno, sudah selayaknya memberi perhatian pada perbaikan sistem perpajakan agar kita mampu mencapai level optimal untuk pembangunan," kata Yustinus dikutip Dream dari Merdeka.com, Jumat 18 Januari 2019.
Namun Yustinus menyayangkan jika kenaikan rasio pajak nantinya hanya dialokasikan untuk program jangka pendek seperti penanganan korupsi.
" Logika sederhana pemerintah ingin menarik pajak lebih besar dari rakyat, untuk membiayai para aparatur negara yang tugasnya melayani kepentingan rakyat. Lalu kita bergumam 'mahal benar ya mengongkosi pelayan',” kata dia.
Menurut Yustinus, hasrat menggenjot tax ratio dalam jangka pendek jelas hanya bisa bertumpu pada kenaikan tarif pajak, bukan sebaliknya. Penurunan tarif pajak dalam jangka pendek bahkan akan menurunkan penerimaan, apalagi tingkat kepatuhan dinilainya masih cukup rendah dan basis pajak belum bertambah signifikan.
" Catatan ini hanya ingin menguji rasionalitas program jangka pendek. Jangan sampai para ASN keburu girang bukan kepalang, di saat bersamaan para pelaku usaha dan wajib pajak ketar-ketir karena siap-siap jadi sasaran perburuan target pajak," kata dia.
Berdasarkan catatan, PDB 2018 kurang lebih mencapai sebesar Rp14.745 triliun. Yustinus mengatakan, kalau rasio pajak naik dari 11,5 persen ke 16 persen, angkanya kenaikannya sebesar Rp663 triliun atau setara dengan 48 persen pendapatan negara tahun 2014.
“ Mungkinkah dalam jangka pendek menarik pajak yang nilainya dua kali lipat kenaikan 2015-2018, tanpa menimbulkan kegaduhan dan menggencet pelaku usaha?” kata dia.
Yustinus menambahkan, tax ratio merupakan perbandingan antara penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun tax ratio kata dia, bukanlah satu-satunya alat ukur bagi kinerja institusi pemungut pajak lantaran ada beberapa faktor dan kondisi yang perlu diperiksa dan dibandingkan.
Ekonom-ekonom lainnya tak sepakat kenaikan rasio pajak melonjak drastis. Dikutip dari Liputan6.com, Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan, persoalan tax ratio Indonesia kini memang masih tertinggal dengan ASEAN.
Kendati begitu, ia tidak setuju tax ratio harus melonjak drastis menjadi 16 persen. Kenaikan ini akan mengganggu iklim investasi dan dunia usaha.
" Pengusaha pastinya juga enggak mau dikejar pajak yang terlalu tinggi. Sementara basis pajaknya itu itu saja,” kata Bhima kepada Liputan6.com.
Dia menilai, kenaikan rasio pajak sebesar 16 persen perlu diiringi dengan rencana yang matang. Itu terutama dengan mempertimbangkan rentang waktu untuk merealisasikan rencana tersebut. Kalaupun ingin dinaikkan, kenaikan rasio pajak harus dilakukan secara bertahap.
" Jadi kalau mau naikan tax ratio 16 persen dalam 5 tahun jangan ketinggian. Kondisi ekonomi sedang lesu, pajak yang tinggi malah jadi penghambat," kata dia.
Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, menilai kenaikan tax ratio secara drastis akan menggangu pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
" Menaikkan pajak secara agresif akan menurunkan investasi dan konsumsi, dampaknya ke pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, terbatasnya lapangan kerja dan menganggu program pengentasan kemiskinan," kata dia.
Piter juga menilai menaikkan tax ratio untuk menekan korupsi di birokrasi tidak tepat. Masalahnya, korupsi berkaitan dengan masalah mental, bukan karena besar kecilnya gaji.
Dia menambahkan, persoalan ekonomi yang kompleks tidak bisa dijawab dengan solusi yang sederhana itu.
“ Para pejabat sekarang gajinya tidak kecil. Hanya dengan menaikkan gaji pejabat tidak akan mengurangi korupsi,” kata Piter.
(Sumber: Liputan6.com/Bawono Yadika, Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)
Advertisement
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
Hari Santri, Ribuan Santri Hadiri Istighasah di Masjid Istiqlal
4 Cara Top Up Roblox dengan Mudah dan Aman, Biar Main Makin Seru!