Santri Pahlawan Pelindung Soekarno

Reporter : Maulana Kautsar
Kamis, 10 November 2016 20:21
Santri Pahlawan Pelindung Soekarno
Dia politikus lihai akademisi cerdas. Bertaruh nyawa saat tragedi berdarah Idul Adha. Inilah kisah Idham Chalid.

Dream – Pemuda itu bergegas pulang di suatu sore Maret 1949. Dia baru selesai mengajar ke sekolah. Langkahnya terhenti saat melihat seorang tukang arloji. Kebetulan jam tangannya memang sedang rusak. Si pemudah memutuskan singgah sebentar.

Sambil menunggu, dia memainkan bidak-bidak catur. Si lawan gemetar. Tapi, bukan karena langkah-langkah maut si pemuda. Ada sosok tentara berpangkat kapten Belanda tiba-tiba mendekat. Perwira itu tak datang sendiri. Bersama anak buahnya, kapten itu menghampiri meja catur.

Permainan catur pun bubar. Para tentara menggelandang pria yang tengah membetulkan arloji itu. Dia dibawa ke penjara Amuntai, Kalimantan Selatan, kota kelahirannya. Ditangkap dengan tuduhan menghasut masyarakat melawan pemerintahan Belanda.

Di penjara itulah kekejaman dimulai. Ditendang, disetrum, hingga dibutakan sementara waktu. Tapi, siksaan itu tak seberapa buat si pemuda. Ada penyiksaan yang paling menyiksa.

Selama 40 hari di sel militer, dia hanya boleh mengenakan celana pendek. Dia menderita karena tak sah salat. “ Penderitaan paling top di situ,” kata sang pemuda.

Ya, pemuda itu belakangan diketahui bernama Idham Chalid. Cerita itu dipetik dari buku Napak Tilas Pengabdian KH DR Idham Chalid (1998:15)

Mungkin masih ada segelintir orang tahu namanya. Apalagi generasi saat ini. Namanya Idham mendadak hidup saat Presiden Joko Widodo mengumumkan 12 nama pahlawan di cetakan uang rupiah kertas terbaru.

Gambar Idham Chalid akan terpampang di uang kertas baru pecahan Rp 5.000. Menggantikan pahlawan Aceh, Tuanku Imam Bonjol.

 

1 dari 5 halaman

Petualangan ke Mekah yang Tertunda

Petualangan ke Mekah yang Tertunda © Dream

Idham Chalid adalah Putra sulung dari pasangan H. Mohammad Chalid Hj. Ummi Sani. Dia lahir pada 27 Agustus 1922. Tetapi, sumber literatur lain menyebut dia lahir pada 5 Januari 1921.

Dia sendiri tak pernah menyebut mana yang pasti dari dua tanggal tersebut. Hanya catatan ayahnya menulis kelahiran Idham pada Senin pagi, 5 Muharamm 1341 Hijriah.

Semasa kanak-kanak, Idham kecil punya kemampuan akademis yang mumpuni. Keluarganya memang pecinta buku. Tak hanya literature barat tapi juga kitab-kitab ajaran Islam. Tak heran Idham dikenal sebagai kutu buku.

Pada usia enam tahun, sudah mampu membaca Alquran dengan fasih. Prestasi di kelasnya pun mumpuni. Tak pernah menduduki peringkat dua.

Petualangan Idham sebetulnya mau dimulai pada 1938. Di usia 16 tahun dia akan dikirim belajar Alquran ke Mekkah, Arab Saudi. Sayang, Perang Dunia II keburu pecah. Batallah rencana itu. Idham pun memutuskan sekolah guru Islam di Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) Putra, Ponorogo, Jawa Timur. Sekolah yang dikenal juga bernama Kweek School Islam Pesantren Modern Gontor.

Tiba di Pulau Jawa tentu tak disia-siakannya. Berbagai ajaran Islam pun dia pelajari. Tak luput juga bahasa. Dalam buku Nahkoda Nahdliyin karya Nous Sholahuddin (2013: 244), Idham sudah menguasai enam bahasa,

“ Kiai Idham Chalid tercatat menguasai enam bahasa asing… yaitu bahasa Arab, Inggris, Jepang, Belanda, Perancis, dan Jerman.”

Kepiawaiannya di bidang akademis dan agama ini diapresiasi Universitas Al-Azhar Mesir. Anugerah doktor kehormatan dari universitas tertua di dunia tersebut disematkan pada Idham di tahun 1959.

Di Indonesia, hanya segelintir orang yang mendapat penghargaan tersebut. Syeikh Abdul Karim Amrullah atau Syeikh Haji Rasul dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka.

 

2 dari 5 halaman

Ketua Umum PBNU Terlama

Ketua Umum PBNU Terlama © Dream

Sukses di dunia akademik, Idham juga gemilang di kancah politik. Petualangnya dimulai dari Gerakan Pemuda (GP) Anshor, underbow Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) pada 1952. Karir politik di organisasi santri itu melejit. Puncaknya menjabat sekretaris PBNU jelang Pemilu 1955.

Moncer di bidang politik, nama Idham masuk lingkaran istana. Jalannya sebagai birokrat dimulai saat Dwitunggal Soekarno-Hatta dikabarkan pecah. NU sebagai penyangga kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Idham Chalid yang menjadi terpilih sebagai Wakil Perdana Menteri II.

Namun badai politik menghantamnya. Idham merasa ada ketidakpuasan masyarakat di daerah dengan suasana pemerintahan kala itu. Sebagai anggota cabinet, Idham khawatir ketidakpuasan menjalar ke Muktamar NU ke-21 di Medan pada 14-18 Desember 1956.

“ Tetapi, nyatanya, tidak ada tanda-tanda ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat. Saya diperlakukan sebagaimana mestinya,” kata Idham dalam buku Napak Tilas Pengabdian KH DR Idham Chalid (1998:20).

Muktamar rampung dengan damai. Nama Idham terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Jabatan itu kemudian ‘melekat’ kepadanya. Selama 34 tahun dia menjabat Ketua Umum PBNU. Jabatan terlama yang pernah digenggam seorang Nahdliyin.

 

3 dari 5 halaman

Dor! Peluru Menyalak

Dor! Peluru Menyalak © Dream

Sikap luwes Idham dianggap sebagai kunci suksesnya. Itu pula yang dirasakan sahabatnya Saifuddin Zuhri. Ayah dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin itu menceritakan sikap tegas Idham dikala kegalauannya saat ditunjuk menjadi Menteri Agama oleh Presiden Soekarno.

Dalam otobiografinya, Berangkat dari Pesantren, Saifuddin bercerita, Kamis, 1 Maret 1962. Usai aku menjalankan Salat Ashar, Idham Chalid datang.

“ Saya dipanggil Presiden untuk berbuka puasa Ramadhan di Istana Bogor,” kata Pak Idham bergegas turun dari mobilnya.

Pak Idham mendapat perintah dari ajudan presiden, agar menerima jawaban ya dariku. Perkaranya bertambah pelik. Jika menteri agama tak dijabat orang NU, kata Pak Idham, tak akan ada lagi ikatan batin antara NU dengan pemerintah.

“ Coba yakinkan aku, apa manfaatnya menjadi menteri agama?” tanyaku.

“ Pertanyaannya, jangan apa manfaatnya menjadi menteri agama, tetapi apa madhorotnya kalau menolak,” ucap Pak Idham.

12 hari setelah Saifuddin Zuhri dilantik meletus peristiwa bersejarah. Idham yang menjadi imam Salat Idul Adha di Masjid Baiturrahim di Kompleks Istana Negara, Jakarta harus menyaksikan Panglima Hizbullah pada Revolusi Fisik, KH Zainul Arifin tertembak saat salat Idul Adha memasuki rakaat kedua.

Cucu KH Zainul Arifin, Ario Helmy menuturkan kisah itu kepada laman NU Online,

Sami’allahu liman hamidah,” ucap imam Idham. Belum sempat jemaah menyahuti seruan imam dengan “ rabbana wa lakal hamdu,” dari barisan ketiga jemaah bagian kiri, tiba-tiba pecah teriakan lantang seorang jemaah, ”Allahu Akbar…!” seraya tangannya mengacungkan pistol yang diambil dari betis kanannya.

Orang-orang termasuk imam bertiarap. Lalu suasana berubah kacau balau.

Penembak itu mengenai Zainul Arifin, Idham Chalid, Pengawal Presiden Ipda Darjat dan Brigadir Susilo, dan pengawal istana Mohamad Noer. Belakangan diketahui si penembak merupakan anggota kelompok DI/TII yang menargetkan Presiden Soekarno.

Zainul yang terkena luka tembak di bagian dada keluar masuk rumah sakit. Sepuluh bulan kemudian dia meninggal dunia.

 

4 dari 5 halaman

Si Kayu Ulin

Si Kayu Ulin © Dream

Sebagian orang membandingkan kehidupan Idham Chalid seperti kayu dari pohon ulin (Eusideroxylon zwager) yang banyak tumbuh di pulau Kalimantan. Tahan terhadap rayap, kokoh, dan indah.

Meski begitu, filosofi bambu dan air yang dianutnya membawanya lepas dari berbagai rintangan itu. Dalam Koran Nahdatul Ulama Warta terbitan no.11/tahun 1, Juli 1986 berjudul Pahlawan KB, sosok keteguhan dan keluwesan Idham digambarkan.

Warta menceritakan sikap Idham yang keras kepala saat dikritik mensosialisasikan program Keluarga Berencana. “ Biar disindir, jalan terus,” tulis koran itu.

Idham dikritik lantaran tak konsisten. Sebab, saat menyosialisasikan KB dia ternyata memiliki banyak anak.

Meski tak lagi aktif dalam tubuh NU, sumbangsih Idham di dunia Islam masih terasa. Dia kerap memberi masukan pada wacana yang berkembang di dunia Islam Tanah Air.

Idham juga dikenal sebagai pemimpin yang sederhana. Dia bukan tipe pemimpin yang suka resmi-resmian. Di manapun, kapanpun, jika ada kesempatan senggang, tamu-tamu dari daerah datang, diterimanya selayaknya.

“ Sudah dipesan tidak terima tamu, begitu yang dilihat dari balik jendela ada tokoh kiai.ulama daerah Pak Idham yang lebih dahulu memanggil sang tamu. Dasar watak kiai,” tutur sang ajudan.

 

5 dari 5 halaman

`Saya Kan Tidak Hanyut`

`Saya Kan Tidak Hanyut` © Dream

Saat syukuran ulang tahunnya ke-70, Idham Chalid sempat berseloroh, “ Saya akan menerbitkan otobiografi pada ulang tahun ke-80.”

Sayang dia, meninggal terlebih dahulu pada 11 Juli 2010. Idham menyisakan pesan setelah meninggal. Dia meminta naskah tulisan tangan miliknya agar dibuka.

Setahun setelahnya, dia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahi sosok Idham sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Banyak kalangan yang menyambut gembira dengan keputusan SBY tersebut. Tetapi tak sedikit pula yang mempertanyakan.

Sebab, meski disebut pejuang dan negarawan, sosok Idham dikenal sebagai tokoh yang kontroversial dan opotunis. Tetapi, Idham selalu punya jawaban atas kritikan itu.

“ Itu kan penilaian orang, terserah saja. Saya kan tidak hanyut,” kata dia enteng.(Sah)

 

Beri Komentar