Irfan Rulianto (kanan) Anak Indonesia Menggebrak Korea Selatan
Dream - “ Kalau aku nanti gagal, gimana?” tanya anak tanggung itu pada ayahnya dengan mata berkaca-kaca.
Empat tahun lalu, anak tanggung itu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Tetapi, tanah yang diinjaknya bukan Indonesia, melainkan negeri yang terpaut jarak ribuan kilometer. Negeri yang budaya K-popnya tengah booming di Indonesia: Korea Selatan.
Anak itu datang ke sana bersama ayahnya. Dia baru saja resmi tercatat sebagai salah satu siswa yang diterima di Korea Science Academy of Korea Advance Institute of Science and Technology (KSA of KAIST). Sekolah itu setara dengan pendidikan SMA di Negeri Ginseng itu. Ia mendapat beasiswa penuh di sana. Usianya kala itu baru 13 tahun.
Setiap siswa yang belajar di sekolah ini mendapat julukan ‘gifted students’. Artinya, para siswa merupakan anak-anak terpilih lantaran dianggap memiliki bakat. Seleksinya pun cukup ketat dan berat. Dan, anak tanggung bernama Irfan Rulianto itu juga berhak mendapat julukan tersebut.
Dalam tikaman cuaca Korea yang dingin menusuk, pertanyaan Irfan itu masih menggantung di udara. Ia tak berusaha menutupi matanya yang masih berkaca-kaca saat menatap mata ayahnya.
Bayangan bakal kesepian karena tinggal seorang diri tiba-tiba hadir di depan mata Irfan. Sebentar lagi, dia tidak akan melihat ayah, ibu, serta dua adiknya ketika membuka mata setelah melewati malam dengan lelap. Sebentar lagi, dia hanya akan melihat wajah-wajah asing yang tidak pernah dilihat sebelumnya.
Pertanyaan Irfan itu membuat sang ayah kaget. Tetapi, sang ayah berusaha untuk menjawab dengan penuh bijak pertanyaan itu.
“ Kamu pulang. Tapi bukankah ini yang kamu mau? Bukankah ini yang kamu impikan?” kata sang ayah.
“ Iya. Maaf kalau aku merepotkan bapak dan mama,” jawab Irfan.
Pertemuan itu berlangsung begitu mengharukan. Sang ayah kemudian memeluk Irfan. Bukan untuk mengeluh, tetapi mengatakan kebanggaan luar biasa kepada si anak yang masih duduk di kelas 2 SMP di Indonesia itu.
“ Kamu selalu membanggakan kami,” kata sang ayah.
Pertemuan usai. Sang ayah kemudian pamitan dan berpesan kepada Irfan agar bisa menjaga diri. Sebab, usai pertemuan itu, Irfan sudah dituntut untuk hidup mandiri. Proses belajar pun harus dilalui Irfan tanpa bimbingan orangtua. Dan, hanya waktu libur sekolah, dalam tempo enam bulan sekali, mereka bisa berkumpul kembali di rumah mereka yang hangat di kawasan Gunung Putri, Bogor.
***
Korea Science Academy atau KSA merupakan...
Menempuh SMA Beasiswa Penuh di KSA
Korea Science Academy atau KSA merupakan sekolah setingkat SMA yang terletak di kota pelabuhan Busan, Korea Selatan (Korsel). Sekolah ini didirikan untuk menjaring calon-calon mahasiswa yang akan menempuh pendidikan tinggi di Korea Advance Institute of Science and Technology atau KAIST. Ini lantaran kurikulum SMA di Korsel dirasa kurang memadai.
Setiap siswa yang diterima di KSA akan menyelesaikan kurikulum SMA selama satu tahun. Sementara memasuki tahun kedua dan ketiga, para siswa sudah belajar materi pelajaran dan metode perguruan tinggi. Hal ini dimaksudkan agar masa adaptasi siswa dari jenjang SMA ke perguruan tinggi tidak membutuhkan waktu lama.
Kisah Irfan diterima di KSA bermula dari informasi yang didapatnya dari seorang temannya saat mengikuti kursus di Klinik Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) di tahun 2011.
“ Setelah dengar kabar tentang sekolah SMA di Korea yang membuka pendaftaran sekolah dengan beasiswa penuh untuk siswa internasional, saya coba-coba daftar. Dengan nilai rapor, hasil lomba-lomba, dan surat rekomendasi dari presiden lembaga kursus matematika saya,” ujar Irfan melalui email yang dikirim di sela kesibukannya belajar di Korsel kepada Dream.
Irfan tidak menyangka ternyata dia dinyatakan lolos seleksi administrasi oleh pihak pengelola KSA. Alhasil, dia harus menjalani beberapa tahap lagi untuk bisa diterima di sekolah bergengsi itu.
“ Tanpa disangka ternyata lolos ke babak keduanya yaitu tes tertulis dan wawancara yang waktu itu diselenggarakan di PP IPTEK Taman Mini. Dan Alhamdulillah lolos lagi dan akhirnya diterima di sekolah itu,” ungkap dia.
Irfan menceritakan memang tidak mudah belajar di negeri orang. Perasaan memiliki beban akibat tidak ada orang dekat di sampingnya juga dialami remaja yang kini melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Ulsan National Institute of Science and Technology (UNIST) ini. Di kampus itu, lagi-lagi dia menerima beasiswa penuh.
“ Terpisah dari orangtua dan adik-adik di rumah memang awalnya agak sulit. Apalagi karena hanya bisa bertemu setiap libur akhir semester. Tapi setelah beberapa lama di sini hal itu sudah tidak terlalu mengganggu lagi buat saya. Anggap saja latihan mandiri, persiapan buat nanti-nanti,” kata Irfan.
Alhasil, Irfan harus menjalani seluruh aktivitasnya sendiri, termasuk urusan makan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Dia mengaku cukup terbantu dengan adanya uang saku bulanan yang diberikan oleh pihak sekolah.
“ Kalau soal hidup sehari-hari, dulu saya selama masih SMA nggak perlu bingung soal biaya. Karena sekolah sudah sediakan hampir semua, mulai dari makan sampai asrama. Sekarang, setelah di universitas, yah mau tidak mau harus urus semuanya sendiri. Tapi karena sekolah memberi uang tiap bulannya, hanya irit-iritnya saja yang harus dipikir hehehe...,” ucap dia.
***
Sebenarnya, Korsel bukan negeri yang...
Kepincut Korsel Karena Olimpiade
Sebenarnya, Korsel bukan negeri yang baru dikenal oleh Irfan. Dia mengaku sudah dua kali mengunjungi negara yang tengah terlibat konflik dengan saudara serumpunnya, Korea Utara. Tetapi, bukan untuk berlibur melainkan untuk mengikuti perlombaan di bidang sains dan teknologi.
“ Sebelum saya diterima untuk bersekolah di Korsel, saya sudah dua kali mengunjungi Korsel, dan dua-duanya memang untuk mengikuti lomba sains,” kata dia.
Irfan memang sosok pelajar yang pernah terlibat dalam sejumlah kejuaraan bidang sains dan teknologi, dengan konsentrasi di matematika. Dia pun juga mencatatkan sejumlah prestasi, seperti meraih medali perunggu di tahun 2008 serta medali perak di tahun 2009 dan 2011. Ketiga medali itu diraihnya saat mengikuti lomba International Mathematics Contest di Singapura.
Pada tahun 2011 juga, Irfan juga menyabet medali perak pada World Creativity Festival di Korsel. “ Lomba yang satu ini memang membuat saya lebih tertarik dengan budaya dan pendidikan di Korea,” terang Irfan.
Tetapi, Irfan memang telah menyukai budaya pop Korea jauh-jauh hari, lantaran pengaruh dari teman-temannya. Hal itulah yang memicu keinginannya untuk bisa belajar di negara yang terletak di kawasan utara Benua Asia itu. Alhasil, saat diterima di KSA, Irfan mengaku tidak kesulitan beradaptasi dengan budaya dan kebiasaan masyarakat di sana, termasuk soal makanan. Asalkan halal, Irfan tetap bisa memakan makanan Korsel.
Kesulitan terbesar yang dihadapi Irfan justru berupa kompetisi antarsiswa. Irfan mengaku kewalahan mengikuti kebiasaan pelajar Korsel yang bisa bangun di waktu dini hari dan tidur larut malam hanya untuk belajar.
“ Di sini murid-murid SMA sudah terbiasa bangun pagi-pagi dan tidur larut malam hanya untuk belajar. Semangat bertarung dan kerja keras orang orang sini yang saya kagumi, dan jujur, bikin kewalahan juga,” kata dia.
Tetapi, Irfan mampu menjalani seluruh aktivitas belajarnya. Meski sempat kewalahan di masa awal, Irfan tetap bisa bersaing dengan para pelajar internasional yang bersekolah di sana.
***
Langkah yang diambil Irfan dapat...
Jauh Melangkah Berbekal Kepercayaan Diri
Langkah yang diambil Irfan dapat dikatakan cukup jauh dibanding remaja seusianya. Di usia yang masih cukup muda dan bagi sebagian besar orang masih digolongkan anak-anak, Irfan sudah memiliki prestasi yang cukup membanggakan. Bahkan berani menyeberang ke negeri orang untuk menuntut ilmu.
Tetapi, sejumlah prestasi itu tidak membuat Irfan besar kepala. Dia tetap merasa seperti anak muda kebanyakan. Ia tetap menyukai melewati hari-hari dengan bermain dan belajar.
“ Jujur saya bukan pecinta belajar. Saya sama saja dengan banyak anak lain yang lebih suka main. Dan saya tidak begitu suka juga setiap hari duduk sendiri di perpustakaan baca buku sepanjang hari,” tutur dia.
Dia pun mengaku tidak memiliki jadwal tetap untuk belajar. “ Asal semua tugas selesai dan review-review pelajarannya selalu lancar, ya, semuanya akan baik-baik saja,” ungkap Irfan.
Meski demikian, Irfan membuktikan kepercayaan diri adalah kunci utama bagi kesuksesan seseorang. Bagi dia, bakat dan kemauan saja belumlah cukup.
“ Saya pikir hanya bakat atau hanya kemauan itu belum cukup untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Harus ada percaya diri dan keras kepalanya juga. Jadi tetap yakinkan diri sendiri kalau aku pasti bisa,” pesan Irfan untuk generasi muda Indonesia.
Dengan modal kepercayaan diri itu, Irfan kemudian berhasil menembus perguruan tinggi ternama Ulsan National Institute of Science and Technology (UNIST) setahun lalu. Di universitas itu, ia juga mendapat beasiswa penuh. Kini, kuliah Irfan sudah memasuki semester tiga.
Irfan masuk universitas bergengsi itu pada usia 16 tahun. Sebab, SMA di Korsel tidak mengenal kelas akselerasi atau kelas percepatan seperti di Indonesia. Jadi, dia harus menempuh masa sekolah SMA di Negeri Gingseng itu secara normal, yakni tiga tahun.
Tapi itu tak bisa menutupi fakta tentang jejak kemandirian dan prestasi besar Irfan Rulianto. Sehingga dia bisa terus-menerus mendapat beasiswa secara penuh di Korea Selatan. Sejak SMA sampai kuliah. Sungguh luar biasa. (eh)
Advertisement
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya