Ilustrasi Makanan Halal.
Dream - Sebagai negara muslim terbesar, kehalalan sebuah produk menjadi hal utama bagi penduduk Indonesia. Aturan kewajiban sertifikasi halal pun telah dirilis pemerintah. Namun yang mengejutkan, jumlah pelaku yang secara sadar melakukan sertifikasi halal ternyata masih sedikit.
Kepala Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Rahman Masud, mengatakan kementerian ini telah meneliti sikap pengusaha terhadap UU No. 33 Tahun 2016 tentang Jaminan Produk Halal. Hasilnya, jumlah pengusaha yang mensertifikasi produk halal masih sedikit daripada jumlah produk yang dihasilkan.
Padahal, dalam Undang-Undang Jaminan No. 33 Tahun 2016 tentang Jaminan Produk Halal, setiap produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia harus sudah bersertifikasi halal.
" Padahal, disebutkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa kewajiban bersertifikat halal atas produk yang beredar di Indonesia, berlaku lima tahun sejak Undang-Undang diperundangkan," kata Masud di Jakarta, dikutip dalam situs Kementerian Agama, Senin 9 Mei 2016.
Dia mengatakan beleid itu bertujuan untuk melindungi perlindungan konsumen yang notabene adalah masyarakat muslim Indonesia. Penelitian ini bersifat mixmethod dan dilakukan di 24 provinsi pelaku usaha kecil sebagai sampel: 18 provinsi sebagai penelitian kuantitatif dan 6 provinsi sebagai penelitian kualitatif. Penelitian ini diharapkan bisa menghasilkan regulasi terkait Undang-Undang Jaminan Produk Halal.
" Tindak lanjutnya tentang regulasi ini akan diajukan kepada Menteri Agama," kata Masud.
Hasil penelitian ini juga menemukan tiga catatan penting terkait sertifikasi halal. Pertama, harus ada peningkatan pengetahuan kepada pelaku usaha agar mereka mau melakukan sertifikasi halal. Kedua, tingkat setuju (afeksi) dari pelaku usaha kecil terhadap payung hukum ini, relatif tinggi, yaitu 72,66 persen. Ketiga, kemauan pengusaha untuk melakukan sertifikasi halal masih rendah.
" Bisa dimungkinkan biaya sertifikasi halal masih dianggap sebagai beban bagi para pelaku usaha dan sertifikasi halal bagi sebagian pelaku usaha masih dianggap sebagai kewajiban keagamaan," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mengatakan hasil penelitian ini perlu disosialisasikan karena dianggap penting. " Sebab, masih banyak sebagian produsen mencari bahan makanan murah dan mudah, (tapi) belum memperhatikan thoyyib-nya," kata Ledia.
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah

UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini

Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun

Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000

NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia


Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan

Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!

Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025

Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025

Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah

Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan

Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib