Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam, Kedekatan Hubungan Keluarga Berperan Penting

Reporter : Widya Resti Oktaviana
Rabu, 12 Januari 2022 16:47
Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam, Kedekatan Hubungan Keluarga Berperan Penting
Inilah pembagian harta warisan untuk ahli waris yang perlu diketahui.

Dream – Hukum waris memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah keluarga muslim. Menyadari warisan bisa memicu pertikaian, Islam telah membuat ketentuan yang tegas  dalam Al-Quran tentang pembagian harta warisan berikut syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi sebagai ahli waris.

Tidak hanya firman Allah SWt dalam Al Quran, ketentuan tentang hukum waris juga banyak diatur secara lebih teknis lewat hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Addaruquthni yang artinya sebagai berikut:

Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada orang banyak karena faraidh adalah setengah ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku.”

Melalui hadis tersebut umat Islam dituntut untuk mempelajari dan menguasai ketentuan soal harta waris. Selain memberikan bagian sesuai ketentuan pembagian harta warisan menurut hukum Islam, warisan yang ditinggalkan oleh orang sudah sepatuhnya dikelola dengan baik.

Untuk mengetahui secara lebih jelas tentang pembagian harta warisan menurut hukum Islam, berikut sebagaimana telah dirangkum oleh Dream melalui berbagai sumber.

1 dari 3 halaman

Tahap Perkembangan Hukum Waris dalam Islam

Tahap Perkembangan Hukum Waris dalam Islam

Sebelum membahas tentang pembagian harta warisan menurut hukum Islam, ada baiknya jika sahabat Dream mengetahui terlebih dahulu tentang tahapan perkembangan hukum waris dalam Islam. Di mana hal ini terbagi menjadi tiga tahapan sebagai berikut yang dikutip dari Jurnal Hukum Islam Vol. 02, No. 01, Tahun 2017 berjudul Konvergensi Pembagian Harta Waris dalam Hukum Islam oleh Sakirman:

Tahap Pertama

Dalam periode Makkah yakni 610 hingga 622 M, ada enam ayat yang membahas dan mengatur perihal kewarisan yang kemudian ayat tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ayat-ayat tersebut adalah surat Al-Baqarah ayat 180 yang di dalamnya memerintahan orang yang akan meninggal dunia untuk meninggalkan wasiat pada ibu, bapak, serta kerabatnya.

Lalu ayat 181 dengan menyerahkan pertanggungjawaban atau dosa orang yang mengubah wasiat pada Allah SWT. Pada ayat 182 mendorong untuk melakukan rekonsiliasi pada pihak yang tidak menyetujui pembagian warisan. Kemudian ayat 240 yang mengizinkan orang berwasiat untuk menetapkan bahwa jandanya diberikan nafkah maksimum satu tahun dan membiarkannya untuk tinggal di rumah dari almarhum sang suami.

Lalu yang terakhir adalah ayat 105 hingga 106 yang menetapkan bahwa wasiat dan testament haruslah valis dan dibuat serta dikatakan di depan dua saksi yang benar-benar bisa dipercaya.

Tahap Kedua

Lalu setelah melakukan hijrah ke Madinah di tahun 622 M, Nabi Muhammad SAW kembali menerima wahyu tentang penetapan aturan-aturan wajib dalam pembagian waris. Di mana hal tersebut ada dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 7 hingga 13 serta di ayat 176.

Ayat-ayat tersebut mencerminkan tentang karakteristik dari kewarisan yang tampak memiliki perbedaan dengan yang termuat dalam tahap pertama. Yang akhirnya disebutkan sebagai ayat-ayat wasiat.

Tahap Ketiga

Tahap yang terakhir ini adalah setelah Fathul Makkah di tahun 630 M. Di mana Nabi Muhammad saw menjelaskan tentang hubungan antara wahyu yang pertama dan kedua dengan mengeluarkan pendapat tentang pembatasan jumlah wasiat.

Dalam tradisi Islam diketahui bahwa saat Nabi Muhammad saw wafat, beliau meletakkan suatu pondasi yang disebut dengan istilah ‘ilm al faraidh atau ilmu tentang bagian-bagian. Inilah yang kemudian disempurnakan lagi melalui proses selama 13 tahun sesudahnya oleh para sahabat yang terdiri dari Umar, Ali, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, dan Abu Musa.

2 dari 3 halaman

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam

Seperti dikutip dari badilag.mahkamahagung.go.id, secara umum ahli waris dianggap sebagai bagian dari keluarga yang akan mendapatkan harta warisan dari pewaris yang sudah meninggal dunia. Namun dalam pembagian harta warisan menurut hukum Islam, kedekatan dari hubungan keluarga bisa berpengaruh pada posisi serta halnya untuk bisa memperoleh warisan.

Ahli Waris dari Hubungan Kekeluargaan

Dalam pembagian harta warisan menurut hukum Islam, ahli waris dari segi hubungan kekeluargaan bisa dikategorikan menjadi dua yang terdiri dari sebagai berikut:

 

1. Ahli waris nasabiyah, yakni hubungan kekeluargaan muncul dikarenakan adanya hubungan darah.

2. Ahli waris sababiyah, yakni hubungan kewarisan yang muncul karena adanya sebab tertentu berupa perkawinan secara sah dan telah memerdekakan hamba sahaya atau ada perjanjian tolong-menolong.

Ahli Waris dari Bagian yang Diterima

Pembagian harta warisan menurut hukum Islam, di mana jika dilihat dari bagian yang diterima, maka ahli waris terbagi menjadi berikut ini:

1. Ahli waris ashab al-furud, yakni menerima bagian yang telah ditentukan dalam Al-Quran sebesar ½, 1/3, dan 1/6.

2. Ahli waris ashobah, yakni menerima bagian dari sisa setelah harta warisan sudah dibagikan pada ahli waris ashab al-furud.

3. Ahli waris zawi al-arham, yakni ahli waris yang memiliki hubungan darah, tapi dalam Al-Quran tidak memiliki hak untuk memperoleh harta warisan.

Ahli Waris dari Jauh atau Dekatnya Hubungan Kekeluargaan

Selanjutnya pembagian harta warisan menurut hukum Islam, di mana jika dilihat dari jauh atau dekatnya hubungan kekeluargaan dibedakan sebagai berikut:

1. Ahli waris hajib, yakni ahli waris yang dekat dan bisa menjadi penghalang untuk ahli waris yang jaraknya jauh. Atau dari garis keturunan yang menjadi penyebab bisa menghalangi ahli waris lainnya.

2. Ahli waris mahjub, yakni ahli waris yang jaraknya jauh dan dihalangi oleh ahli waris yang memiliki hubungan kekerabatan secara dekat. Untuk ahli waris mahjub ini bisa mendapatkan harta warisan jika tidak ada ahli waris yang menjadi penghalang.

 

3 dari 3 halaman

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam

Untuk pembagian harta warisan menurut hukum Islam secara keseluruhannya, ada 25 orang, di mana 15 orang adalah dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan. Berikut adalah pembagiannya:

Dari pihak laki-laki:

1. Anak laki-laki

2. Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah

3. Bapak

4. Datuk/bakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas

5. Saudara laki-laki sekandung (seibu sebapak)

6. Saudara laki-laki sebapak

7. Saudara laki-laki seibu

8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (seibu sebapak)

9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak

10. Paman dari bapak sekandung (saudara laki-laki dari bapak sekandung/seibu sebapak)

11. Paman dari bapak sebapak (saudara laki-laki dari bapak sebapak)

12. Anak laki-laki dari paman sekandung (saudara laki-laki dari bapak sekandung/seibu sebapak)

13. Anak laki-laki dari paman sebapak (saudara laki-laki dari bapak sebapak)

14. Suami

15. Laki-laki yang memerdekakan budak.

Jika semua dari 15 orang tersebut ada, maka inilah tiga orang yang akan mendapatkan harta waris yakni sebagai berikut:

1. Bapak

2. Anak laki-laki

3. Suami

Dari pihak perempuan:

1. Anak perempuan

2. Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah.

3. Ibu

4. Nenek dari pihak Ibu dan seterusnya ke atas

5. Nenek dari pihak Bapak dan seterusnya ke atas

6. Saudara perempuan sekandung

7. Saudara perempuanr sebapak

8. Saudara perempuan seibu

istri

9. Perempuan yang memerdekakan budak.

Jika semua dari 10 orang tersebut ada, maka inilah lima orang yang akan mendapatkan harta waris tersebut:

1. Istri

2. Anak perempuan

3. Anak perempuan dari anak laki-laki

4. Ibu

5. Saudara perempuan kandung (seibu sebapak).

Jika semua dari 25 orang di atas ada, maka ahli waris yang sudah pasti mendapatkan hanya salah satu dari suami-istri, ibu, dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.

Beri Komentar