Kisah Perjalanan Penulis Barat Selami Keindahan Alquran

Reporter : Syahid Latif
Sabtu, 2 Mei 2015 18:00
Kisah Perjalanan Penulis Barat Selami Keindahan Alquran
Carla Power belum menjadi mualaf, namun dia begitu mengagumi Alquran.

Dream - Carla Power, mantan wartawan Newsweek, menghabiskan satu tahun belajar Alquran dengan Sheikh Mohammad Akram Nadwi, seorang ulama Islam terkenal.

Menjalin persahabatan pada 1990-an saat sama-sama bekerja di Pusat Kajian Islam Oxford, sebuah think-tank di Inggris, kedua sahabat ini bekerja dalam proyek pemetaan penyebaran Islam di Asia.

Setelah serangan teror 11 September, persahabatan keduanya semakin erat seiring makin sempitnya jurang antara Timur dan Barat. Dari persahabatan itu, mereka menulis sebuah buku If Oceans Were Ink: An Unlikely Friendship and a Journey to the Heart of the Quran yang menantang asumsi Power tentang budaya Barat dan dunia Muslim.

Dalam sebuah wawancara dengan The Star, Power menunjukkan betapa sedikitnya penulis Barat mengetahui tentang kitab suci umat Islam, Alquran.

Mengutip laman thestar.com, Sabtu, 2 Mei 2015, Power mengakui dunia Islam bukan hal yang baru baginya. Bahkan sang ayah yang bergelar profesor hukum di Missouri diakui sangat mencintai kehidupan di dunia Islam.

“ Dia menganggap itu (Islam) sebagai anti-depresi yang paling ampuh. Kami akan berkemas dan pindah selama satu tahun, kadang-kadang dua tahun, ke beberapa negara Islam,” katanya.

Ketika berusia lima tahun, Power harus mengikuti orangtuanya pindah ke Iran di awal tahun 1970-an. kala itu, Power sempat melihat ulang tahun pemerintahan monarki Iran yang ke-2.500 tahun di Persepolis.

Berbekal pengalaman itu, Power pun memiliki pengetahuan tentang dunia Islam. Bahkan selama selama 17 tahun sebagai wartawan, dirinya kerap menulis tentang masyarakat Islam. Di sinilah mulai muncul keingintahuan Power pada kekuatan Quran.

“ Saya telah melihat kekuatan yang luar biasa dari Alquran melalui tindakan umat Islam, tetapi saya belum pernah membaca teksnya. Membaca Alquran tampaknya hal dasar yang harus dilakukan, mirip dengan membaca Homer dan Hamlet jika Anda sedang membaca literatur,” ujarnya.

Rasa penasaran pada Alquran pun mendorong Power belajar kepada ulama yang perpendidikan madrasah dari sebuah desa di Uttar Pradesh, India. Di sini, Power berupaya untuk berlatih mendengarkan serta melihat berapa banyak kesamaan yang bisa ditemukan dengan seseorang yang memiliki pandangan fundamental yang berbeda dari dia sendiri dalam banyak hal.

Awal persahabatan Power dimulai ketika sang ayah dibunuh di Meksiko pada tahun 1993. Untuk pertama kalinya, Power melihat kematian ayah sebagai awal persahabatan dengan Sheikh Akram Nadwi yang membacakan puisi filsuf Pakistan Muhammad Iqbal, tentang elegi untuk ibunya.

“ Puisi itu adalah hal yang paling menghibur yang pernah saya dengar di tengah-tengah masa berkabung. Intinya, kesedihan dan kematian adalah sesuatu yang universal dan bagian dari kehidupan,” katanya.

Perbincangan itu pun menyadarkan Power akan sesuatu hal yang suci baginya sebagai seorang humanis sekuler. “ Mengakui dan menerima perbedaan juga nilai yang dikandung dalam Alquran,” katanya.

" Saya Mengagumi Alquran"

 

1 dari 1 halaman

"Saya Mengagumi Alquran"

"Saya Mengagumi Alquran" © Dream

Power mengisahkan, Ketika pertama kali duduk dengan syekh belajar Alquran, dirinya berpikir hanya akan membaca buku dan memahaminya seperti di sekolah. Namun melalui program pelajaran yang dibuat, Power justru lebih banyak mendiskusikan dan memperdebatkan Alquran dan hadis.

“ Jika menganggap Alquran hanyalah sebuah buku, maka  pengetahuan kita juga sebatas buku buatan manusia. Satu-satunya cara saya bisa melihatnya sebagai firman Allah adalah sebagai jalan kembali ke Tuhan. Alquran adalah tempat Anda kembali ke dan belajar tentang Allah,” katanya. .

Dengan yakin, Power bahkan mengakui jika Quran selama ini tak pernah menjanjikan adanya 72 perawan di surga bagi pelaku bom bunuh diri. Begitu pula anggapa keliru masyarakat barat mengenai posisi perempuan yang lebih rendah dari pria.

“ Meskipun ada beberapa yang sangat konservatif dan saya akan mengatakan ada terjemahan yang misoginis yang telah tersirat. Namun yang pasti Sheikh Akram Nadwi dan banyak ulama terkemuka lainnya sama sekali tidak melihat perempuan lebih rendah dari pria,” ujarnya. .

Meski telah mempelajari Quran secara mendalam, Power mengaku dirinya sampai kini belum memeluk Islam.

“ Saya menemukan beberapa ayat Alquran yang benar-benar indah tapi bukan berarti diartikan saya harus memeluk Islam. Saya mengagumi Alquran, saya mengagumi Islam tapi itu bukan jembatan yang akan saya seberangi,” ujarnya.

Beri Komentar