Bakteri "Pemakan Daging" Merebak di Jepang dan AS, Kemenkes Angkat Bicara

Reporter : Editor Dream.co.id
Kamis, 27 Juni 2024 13:15
Bakteri
Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A, yang lebih dikenal dengan julukan "pemakan daging".

1 dari 10 halaman

Bakteri "Pemakan Daging" Merebak di Jepang dan AS, Kemenkes Angkat Bicara

Bakteri" /> © Dream

2 dari 10 halaman

© Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A, yang lebih dikenal dengan julukan "pemakan daging". Shutterstock

Dream - Jepang sedang menghadapi lonjakan kasus infeksi sindrom syok toksik streptokokus (STSS) yang mengkhawatirkan. Negara Asia lainnya termasuk Indonesia juga tengah waspada dengan merebaknya penyakit tersebut.

3 dari 10 halaman

© Dream

Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A, yang lebih dikenal dengan julukan " pemakan daging" .

Hingga kini, kasus STSS di Jepang telah melampaui 1.000, memicu kekhawatiran di seluruh dunia.

4 dari 10 halaman

Apa Itu Bakteri "Pemakan Daging"?

Bakteri ini dikenal dengan sebutan " pemakan daging" karena kemampuannya menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu yang sangat singkat.

Penularannya terjadi melalui pernapasan dan droplet (percikan ludah atau lendir) yang berasal dari penderita.

5 dari 10 halaman

Bagaimana di Indonesia?

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, dr. Siti Nadia Tarmizi, " hingga saat ini belum ada laporan kasus bakteri 'pemakan daging' di Indonesia."

Meski demikian, Indonesia terus memantau situasi dengan cermat melalui surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) – Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dan pemeriksaan genomik.

6 dari 10 halaman

Situasi di Jepang

Kasus STSS di Jepang umumnya dilaporkan di rumah sakit dan seringkali muncul dengan gejala faringitis atau peradangan pada tenggorokan. Infeksi ini bisa berakibat fatal karena dapat menyebabkan sepsis dan kegagalan multiorgan.

Meski demikian, penyebab pastinya masih belum diketahui karena gejala STSS biasanya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu singkat.

7 dari 10 halaman

© Dream

Sejak 1999, Jepang telah melaporkan kasus infeksi streptokokus dalam sistem notifikasi surveilans. Pada 2023, tercatat ada 941 kasus, dan angka ini meningkat menjadi 977 kasus pada Juni 2024. Meski jumlahnya signifikan, tingkat penyebaran STSS jauh lebih rendah dibandingkan dengan COVID-19.

8 dari 10 halaman

Pencegahan dan Tindakan

Untuk mencegah penyebaran STSS, masyarakat diimbau untuk tetap menerapkan perilaku hidup sehat, seperti menggunakan masker saat sakit dan mencuci tangan secara rutin.

“Yang paling penting saat ini, kebiasaan baik yang sudah terbentuk di masa pandemi COVID-19 terus dijalankan seperti cuci tangan pakai sabun dan memakai masker, sehingga meminimalisir perpindahan droplet lewat pernafasan” kata dr. Nadia dikutip dari situs Sehatnegeriku Kemkes.

9 dari 10 halaman

Hingga saat ini, tidak ada pembatasan perjalanan dari dan ke Jepang terkait dengan STSS.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang peningkatan kasus iGAS atau invasive Group A Streptococcal disease, termasuk STSS, di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi untuk membatasi perjalanan ke negara-negara terdampak.

10 dari 10 halaman

Pengobatan dan Vaksin

Pengobatan STSS dilakukan dengan pemberian antibiotik. Hingga saat ini, belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri " pemakan daging" ini.

Oleh karena itu, pencegahan melalui kebersihan dan tindakan medis cepat jika terinfeksi menjadi kunci utama.

Sumber: Sehatnegeriku.kemkes.go.id.

Beri Komentar