Penunggak BPJS Kesehatan Akan Dipersulit Memperpanjang SIM?
Dream – Pemerintah sedang mempersiapkan aturan yang bisa memberikan sanksi bagi para penunggak iuran BPJS Kesehatan. Nantinya para penunggak akan dikenakan konksekuensi saat memerlukan layanan, seperti perpanjangan SIM dan pembuatan paspor.
Rencana ini mendapat penolakang dari kalangan komunitas otomotif.
Humas Forum komunikasi klub dan komunitas otomotif (FK3O), Ria Afriliani, BPJS yang erat kaitannya dengan kesehatan . Jadi, dengan tidak memiliki BPJS dan mengalami kecelakaan maka akan repot juga.
" Sementara kaitannya dengan pembuatan SIM, ya itu untuk ketertiban kita juga. Agar suatu saat apabila kita membutuhkan BPJS, kita tidak kesulitan," jelas Ria saat dihubungi oleh Liputan6.com, dikutip Dream, Jumat 11 Oktober 2019.
Ketua Umum Avanza Xenia Club Indonesia (AXIC), Taufik Hidayatulloh, menilai tidak ada hubungannya antara penunggak BPJS dengan pembuatan surat izin mengemudi (SIM).
" Tidak ada hubungannya, antara BPJS dengan perpanjangan SIM. BPJS itu kan juga tidak harus diikuti masyarakat, sedangkan SIM wajib bagi pengendara kendaraan," kata dia.
Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, rencana sanksi penunggak iuran BPJS Kesehatan tersebut tidak akan efektif membuat efek jera, sebab tidak semua orang Memiliki SIM dan paspor.
" YLKI melihat itu enggak akan efektif karena paspor dan SIM nggak semua bikin. Kan perpanjang paspor dan SIM itu juga setiap 5 Tahun sekali," kata Sudaryatmo, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.
Menurut Sudaryatmo, jika sanksi tersebut diterapkan akan menimbulkan persoalan baru, sebab masyarakat akan sulit mendapat layanan dan mengurangi Pendapatan negara.
" Itu menimbulkan persoalan baru ketika orang bayar pajak tidak bisa dapat layanan," kata dia.
Sudaryatmo mengungkapkan, untuk sanksi yang diberikan BPJS Kesehatan bisa berupa menghentikan layanan BPJS Kesehatan bagi penunggak iuran, Selain itu perlu dievaluasi kembali penyebab penunggakan iuran.
Dilihat lagi, apakah dia mampu tidak mau bayar iuran atau tidak mampu. kalau tidak mampu dialihakan pembayaran iuran ke jaminan kesehatan. Kalau mampu upaya BPJS-nya lebih tegas menagih," kata dia.
Sekadar informasi, dari Liputan6.com, Jumat 11 Oktober 2019, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan automasi sanksi layanan publik dimaksudkan untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta BPJS Kesehatan dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
" Inpresnya sedang diinisiasi untuk sanksi pelayanan publik. Selama ini sanksi ada tapi hanya tekstual tanpa eksekusi, karena itu bukan wewenangnya BPJS," kata Fachmi di Jakarta, seperti yang diberitakan oleh Antara.
Dengan regulasi melalui instruksi presiden ini, pelaksanaan sanksi layanan publik akan diotomatiskan secara daring antara data di BPJS Kesehatan dengan basis data yang dimiliki kepolisian, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pertanahan Negara, dan lain-lain.
Apabila ada seseorang yang ingin mengakses layanan publik seperti memperpanjang SIM namun masih menunggak iuran, sistem yang terintegrasi secara daring tidak bisa menerima permintaan tersebut.
Sanksi layanan publik tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
Dalam regulasi itu mengatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.
Namun, Fachmi menyampaikan bahwa sanksi tersebut tidak ada satu pun yang pernah dilaksanakan karena institusi terkait yang memiliki wewenang. Hasilnya, tingkat kolektabilitas iuran peserta mandiri atau PBPU yang berjumlah 32 juta jiwa hanya sekitar 50 persen.
Rencana tersebut, tentu saja mendapatkan polemik, khususnya datang dari berbagai komunitas otomotif, yang memang anggotanya merupakan pengguna sepeda motor dan mobil.
Di Korea Selatan, pemerintah diberikan wewenang untuk mengakses rekening peserta jaminan sosial dan langsung menarik besaran iuran dari dana pribadi bila orang itu mampu membayar.
Contoh lainnya, di salah satu negara Eropa, kepatuhan membayar iuran jaminan sosial menjadi syarat untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.
Saat ini BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem autodebet bagi peserta yang baru mendaftar. Akun bank peserta secara otomatis akan berkurang jumlahnya untuk dibayarkan iuran kepada BPJS Kesehatan.
Namun sistem autodebet tersebut masih memungkinkan gagal apabila peserta sengaja tidak menyimpan uang pada nomor rekening yang didaftarkan lalu membuka akun bank baru. Oleh karena itu Fachmi berharap pada regulasi mengenai automasi sanksi akan meningkatkan kepatuhan dan kepedulian masyarakat dalam membayar iuran.
(Sumber: Liputan6.com/Dian Tami Kosasih, Pebrianto Eko Wicaksono)
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN