Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Para ilmuwan di Wuhan dilaporkan telah melakukan sebuah penelitian tentang efek penularan virus corona Covid-19 pada sistem reproduksi pria. Meski masih tahap awal dan dalam skala kecil, ilmuwan menemukan adanya masalah reproduksi pada pria yang dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Penelitian yang diterbitkan di medRxiv.org ini adalah pengamatan klinis pertama dari dampak potensial Covid-19 pada sistem reproduksi pria, terutama di antara kelompok usia muda.
Para peneliti dari Rumah Sakit Zhongnan Universitas Wuhan bersama dengan Pusat Penelitian Klinis untuk Diagnosis Prenatal dan Kesehatan Kelahiran Hubei menganalisis sampel darah dari 81 pria berusia 20 hingga 54 yang dites positif dan dirawat di rumah sakit selama bulan Januari 2020.
Usia rata-rata pasien adalah 38 tahun, dan sekitar 90 persen dari mereka hanya memiliki gejala ringan. Sampel dikumpulkan pada hari-hari terakhir mereka tinggal di rumah sakit.
Menggunakan sampel, tim ilmuwan meneliti rasio testosteron terhadap hormon LH (luteinizing hormone), yang disebut dengan rasio T/LH.
Rasio T/LH yang rendah menjadi indikasi adanya hipogonadisme atau kegagalan fungsi testis yang menyebabkan produksi hormon reproduksi pria yang lebih rendah.
Testosteron adalah hormon reproduksi utama pria yang penting untuk pengembangan karakteristik seksual primer dan sekunder, seperti testis, otot, massa tulang, dan rambut.
Sementara hormon LH ditemukan pada pria dan wanita, yang salah satu fungsinya untuk memicu terjadinya ovulasi atau pembuahan.
Hasil analisis menunjukkan rasio rata-rata produksi hormon reproduksi untuk pasien Covid-19 sebesar 0,74, atau hanya setengah dari tingkat normal.
" Karena lebih dari separuh orang dengan Covid-19 berusia produktif, lebih banyak perhatian harus diberikan pada efek Sars-CoV-2 pada sistem reproduksi," tulis peneliti Wuhan dalam penelitian tersebut.
Mereka mengatakan hasil penelitian ini tidak konklusif dan sampel darah bukan bukti langsung masalah reproduksi dengan pasien Covid-19.
" Faktor-faktor lain, seperti pengobatan dan respons sistem kekebalan tubuh, juga dapat menyebabkan perubahan hormon," tambah mereka.
Sementara itu, Li Yufeng, seorang profesor kedokteran reproduksi di Rumah Sakit Tongji di Wuhan, telah memprediksi dalam sebuah penelitian bahwa testis bisa menjadi target utama serangan virus corona.
Studi lain juga menunjukkan bahwa sindrom pernapasan akut parah (SARS), yang merupakan kerabat jauh dari virus corona baru, juga dapat menyebabkan peradangan pada testis.
Seorang peneliti di Universitas Kedokteran Nanjing, mengatakan penelitian baru ini merupakan 'informasi yang sangat berharga'. Tetapi sampel yang lebih besar diperlukan untuk mengklarifikasi hasilnya.
" Banyak virus dapat mempengaruhi kesuburan, tetapi tidak setiap virus dapat menyebabkan pandemi. Jika dampaknya tahan lama, itu bisa menjadi masalah," kata peneliti, menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah tersebut.
(Sumber: SCMP)
Dream - China relatif bisa dikatakan mulai bisa mengendalikan penularan virus corona baru, Covid-19, yang sempat melumpuhkan negaranya. Di saat China lumpuh, banyak negara meremehkan kemampuan virus ini menyebar ke wilayahnya.
Kurangnya persiapan pencegahan membuat banyak negara kini dilanda kepanikan dengan kemunculan kasus virus corona. Beberapa langsung memberlakukan kebijakan lockdown.
Penyebaran virus corona Covid-19 dari China ke seluruh dunia ini menarik perhatian ilmuwan lintas negara. Temuan terbaru diungkapkan sebuah studi bersama oleh para ahli dari China, Amerika Serikat, Inggris dan Hong Kong melalui sebuah riset pemodelan yang dipublikasikan pada hari Senin, 16 Maret 2020, di majalah Science.
Infeksi Covid-19 yang tidak tercatat, yaitu mereka yang tidak menampakkan gejala parah, diduga menjadi penyebab terbesar penyebaran virus di seluruh China pada Januari tak bisa dikendalikan.
Para pakar dari beberapa perguruan tinggi seperti Columbia University, University of Hong Kong, Imperial College London, Tsinghua University, dan University of California, bekerja sama dalam melakukan riset pemodelan itu.
Pemodelan tersebut menyebutkan bahwa diperkirakan sebanyak 86 persen penularan tidak tercatat di daratan China terjadi dua minggu sebelum kota Wuhan yang menjadi pusat penyebaran Covid-19 ditutup secara total pada 31 Januari 2020.
Meski tingkat penularan kasus yang tidak tercatat tidak sehebat yang terkonfirmasi, tapi menjadi agen penyebar bagi 79 persen kasus yang tercatat.
" Agen penyebar yang tidak tercatat ini sering mengalami gejala ringan, sedang, atau tanpa gejala sama sekali sehingga tidak diketahui jika mereka sebenarnya sudah terinfeksi," ungkap studi tersebut.
" Banyaknya jumlah kasus yang tidak tercatat ini, yang sebagian besar tidak menunjukkan gejala parah, telah memfasilitasi penyebaran virus secara cepat ke seluruh China," tambah para pakar di studi itu.
Wabah Covid-19 yang dimulai di Wuhan pada bulan Desember 2019 telah menjadi pandemi global, dengan lebih dari 183.000 orang terinfeksi dan lebih dari 7.100 tewas di seluruh dunia.
Studi tersebut juga membandingkan penyebaran virus Covid-19 di China dalam dua minggu sebelum dan setelah Wuhan ditutup. Disebutkan bahwa tingkat penularan kasus yang tidak tercatat 'jauh berkurang' setelah pembatasan perjalanan diberlakukan.
Selain itu, dengan model pemutusan 98 persen perjalanan masuk dan keluar dari Wuhan, serta pembatasan 80 persen perjalanan antar kota di China, para peneliti menemukan bahwa waktu yang dibutuhkan pasien dari terinfeksi dan kemudian menunjukkan gejala pertama telah berkurang dari 10 hari menjadi 6 hari.
" Individu yang menunjukkan gejala biasanya tidak berpindah antar kota. Sedangkan individu yang tidak menunjukkan gejala umumnya melakukan perjalanan seperti biasa karena mereka tidak menyadarinya. Mereka dapat menyebarkan virus selama melakukan perjalanan," kata Li Ruiyun, peneliti di Imperial College London yang menjadi penulis utama studi ini.
" Karena itu pembatasan perjalanan sangat berguna untuk mengurangi atau bahkan mencegah penyebaran lebih lanjut," tambah Ruiyun.
Sumber: SCMP
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik