Ilustrasi Pasar Kelelawar Tomohon Di Sulawesi Utara (foto: Scmp)
Dream – Pasar satwa liar, tak terkecuali di Indonesia, kini semakin sepi dari pembeli sejak merebaknya wabah virus corona yang diduga berasal dari kelelawar. Sebelumnya Covid-19 menjadi perhatian dunia, pasar seperti ini sering kali menjadi tujuan wisata popular di Indonesia.
Jauh sebelum virus corona mewabah, sudah banyak organisasi pecinta satwa liar yang mendesak pemerintah Indonesia untuk melarang segala bentuk perdagangan di pasar ini. Salah satunya terutama untuk spesies burung dan mamalia.
Desakan itu muncul karena kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan penularan penyakit dari hewan ke manusia.
Sepinya pasar satwa liar ini juga terjadi di Bali. Mengutip laman SCMP, Pasar Satria Bali yang berlokasi di selatan kota Denpasar dan menjual beraneka macam satwa mulai kelelawar, monyet, dan ular telah berubah menjadi sepi.
Sektor wisata global kali ini memang terkena dampak yang siginifikan. Termasuk sektor pariwisata di Bali yang menjadi jantung perekonomian Bali. Sejak wabah virus corona menyebar, pariwisata di Bali menjadi terganggu. Pemerintah telah menghentikan bebas visa bagi warga asing selam satu bulan sejak pertengahan Maret kemarin.
Banyak hotel di Bali tutup. Karyawan diberhentikan karena banyak wisata juga tutup. Padahal pasar basah itu menjadi tujuan para turis lokal maupun asing.
Marison Guciano, ahli konservasi Flight, menyebut perdagangan spesies langka di Indonesia banyak dilakukan baik tersembunyi maupun terbuka. Seperti jual beli hewan trenggiling yang juga ramai karena dijadikan obat tradisional di China dan Vietnam.
Pemerintah Indonesia mengakui trenggiling merupakan hewan liar yang paling banyak diperjualbelikan di dunia. Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki pasar basah seperti di Wuhan, China. Namun pemerintah China sudah melarang secara nasional perdagangan dan konsumsi hewan liar.
Tetapi Indonesia belum mengikuti jejak China. Namun pemerintah Indonesia sudah melakukan pencegahan penularan virus di pasar hewan. Seperti di Solo, Jawa Tengah, dilakukan pemusnahan massal kelelawar. Sementara di Yogyakarta, pasar hewan Pasty melakukan pembersihan ekstra.
Sedangkan pasar basah di Sulawesi Utara juga mengambil langkah mendorong para pelaku usaha untuk beralih ke penjualan ayam dan daging sapi. Penyemprotan disinfektan dilakukan setiap hari dan menerapkan jam buka setengah hari saja.
Menurut pendiri Yayasan Change for Animals, Lola Webber, di pasar-pasar basah di Indonesia, satwa liar ini dijual dan disembelih setiap hari. Ia menjelaskan pasar seperti ini tidaksehat, risiko tinggi terkontaminasi virus karena begitu banyak spesies hewan dikurung dan disembelih. Hewan-hewan ini dapat membawa penyakit baru yang mematikan.
Data dari Profauna Indonesia di Jakarta, organisasi kesejahteraan hewan mencatat sekitar 60% mahluk yang diperjualbelikan di pasar basah adalah binatang langka dan satwa dilindungi oleh hukum.
Aktivis organisasi Flight, Gucinao menyebut wabah virus corona adalah pengingat bagi kita untuk tidak memperjualbelikan hewan liar, sebaliknya membiarkan hewan liar itu hidup di habitat alami masing-masing.
" Wabah virus corona adalah pengingat bagi kita semua untuk tidak berdagang hewan liar, dan sebaliknya membiarkan mereka hidup di habitat alami mereka,” kata Guciano.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN