Mengenang Kiai Subchi, Guru Spiritual Jenderal Sudirman

Reporter : Eko Huda S
Minggu, 7 Februari 2016 07:07
Mengenang Kiai Subchi, Guru Spiritual Jenderal Sudirman
Sebelum peperangan sengit di Ambarawa, Jenderal Sudirman minta doa Kiai Subchi.

Dream - Kiai Subchi. Atau lebih kondang dengan nama Kiai Bambu Runcing. Dialah pejuang kemerdekaan dari kalangan pesantren. Dan juga guru Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Kiai Subchi lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, sekitar tahun 1850. Kiai yang sering disebut dengan nama Subeki ini merupakan putra sulung Kiai Harun Rasyid, penghulu masjid di Parakan.

Subchi kecil bernama Muhammad Benjing, nama yang disandang sejak lahir. Setelah menikah, nama itu diganti menjadi Somowardojo, kemudian diganti lagi ketika naik haji, menjadi Subchi.

Kakek Kiai Subchi adalah Kiai Abdul Wahab, keturunan seorang Tumenggung Bupati Suroloyo Mlangi, Yogyakarta. Kiai Abdul Wahab merupakan pengikut Pangeran Diponegoro, dalam Perang Jawa (1825-1830).

Ketika laskar Diponegoro kalah, banyak pengikutnya yang menyembunyikan diri di kawasan pedesaan untuk mengajar santri. Jaringan laskar Kiai Abdul Wahab kemudian bergerak dalam dakwah dan kaderisasi santri.

Kiai Wahab kemudian mengundurkan diri untuk menghindar dari kejaran Belanda. Dia menyusuri Kali Progo menuju kawasan Sentolo, Godean, Borobudur, Bandongan, Secang Temanggung, hingga singgah di kawasan Parakan.

Keluarga Kiai Abdul Wahab menetap di Parakan. Di sinilah Kiai Wahab menggembleng santri dan menyiapkan perlawanan terhadap penjajah. Meski demikian, pasukan Belanda terus mengejarnya. Bahkan sampai Kiai Subchi lahir, tahun 1885. Mereka tetap dikejar Belanda.

Subchi kecil dididik oleh orangtuanya, dengan tradisi pesantren yang kuat. Dia kemudian nyantri di pesantren Sumolangu, asuhan Syekh Abdurrahman Sumolangu, yang merupakan ayahanda Kiai Mahfudh Sumolangu, Kebumen. Dari ngaji di pesantren inilah, Kiai Subchi menjadi pribadi yang matang dalam ilmu agama hingga pergerakan kebangsaan.

Pada masa kemerdekaan, Parakan menjadi simpul pergerakan untuk melawan penjajah. Para santri dan kiai di sana memelopori terbentuknya Barisan Muslimin Temanggung (BMT) pada 30 Oktober 1945.

Setelah Barisan Muslimin Temanggung terbentuk, operasi warga untuk melawan penjajah semakin gencar. Santri-santri yang tergabung dalam barisan ini, menjadi bertambah semangat dengan dukungan kiai, terutama Kiai Subchi.

Beberapa kali, BMT berhasil menyerbu patroli militer penjajah yang lewat kawasan Parakan. Perjuangan heroik BMT dan dukungan Kiai Subchi, mengundang simpatik dari jaringan pejuang santri dan militer. Beberapa tokoh berkunjung ke Parakan, untuk bertemu Kiai Subchi dan pemuda BMT, di antaranya Jendral Soedirman.

Ketika pasukan Belanda kembali menyerbu Jawa pada Desember 1945, barisan santri dan kiai bergerak bersama warga untuk melawan. Pertempuran di Ambarawa pada Desember 1945 menjadi bukti nyata. Bahkan, Jendral Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa berkah dan bantuan dari Kiai Subchi.

Jendral Sudirman sering berperang dalam keadaan suci, untuk mengamalkan doa dari Kiai Subchi. Jenderal Sudirman merupakan santri Kiai Subchi.

Nama Kiai Bambu Runcing disematkan karena pada masa revolusi Kiai Subchi meminta pemuda-pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing, kemudian diberi asma' dan doa khusus.

Dengan bekal bambu runcing, pemuda-pemuda berani tampil di garda depan bertarung dengan musuh. Bambu runcing inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan warga Indonesia untuk mengusir penjajah. (Ism, Sumber: nu.or.id

Beri Komentar