Ikhlaskan Utang dengan Niat Menjadi Zakat, Bolehkah?

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 10 Januari 2018 07:02
Ikhlaskan Utang dengan Niat Menjadi Zakat, Bolehkah?
Niat si pemberi utang adalah meringankan pengutang karena susah ditagih.

Dream - Seseorang yang punya harta mendapat kewajiban membayar zakat maal. Tetapi, kewajiban itu baru berlaku jika harta yang dimilikinya mencapai nishab (kadar) dan haul (waktu 1 tahun).

Di sisi lain, orang tersebut punya piutang pada orang lain. Setiap kali menagih, si pengutang begitu sulit dihubungi maupun ditemui.

Karena kesulitan tersebut, pemilik piutang kemudian memutuskan untuk membebaskan pengutang dari kewajibannya. Si pemberi utang meniatkannya sebagai bentuk pembayaran zakat.

Terkait model pembayaran zakat semacam ini, bagaimana hukumnya?

Dikutip dari laman Konsultasi Syariah, dalam sejumlah dalil, zakat disebutkan sebagai kewajiban yang ditunaikan. Seperti pada Surat Al Baqarah ayat 43 yang artinya demikian,

Tegakkanlah sholat dan tunaikanlah zakat.

Juga pada Surat Al Maihda ayat 117.

Yaitu orang-orang yang menegakkan sholat dan menunaikan zakat.

Kata 'menunaikan dalam sejumlah ayat mengenai zakat dimaknai oleh para ulama sebagai 'mengeluarkan'. Artinya, zakat ditunaikan dengan cara dibayarkan secara fisik bendawi.

Syeikh Ibnu Jibrin dalam Fatawa Ibnu Jibrin memberikan penjelasan sebagai berikut.

" Yang benar, memutihkan utang yang menjadi tanggungan debitor, ketika tidak ada harapan bisa kembali, sementara masih ditagih, tidak boleh dijadikan sebagai zakat. Karena zakat itu menyerahkan harta kepada orang yang tidak mampu, karena dia membutuhkan. Namun, jika orang ini diberi zakat, lalu dia kembalikan ke muzakki sebagai pembayaran utang, hukumnya boleh. Selama tidak dimaksudkan di awal, atau ada kesepakatan di depan."

Ilustrasi ini mungkin bisa memudahkan pemahaman kita.

Uang Pak Yatno dipinjam oleh Sabran sejumlah Rp3 juta. Dalam kurun waktu tertentu, Sabran tidak juga mengembalikan uang itu dan Pak Yatno juga kesulitan menagih.

Di sisi lain, Pak Yatno harus memenuhi kewajibannya menunaikan zakat maal. Kemudian, dia memutuskan memutihkan utang Sabran dengan niat membayar zakat.

Merujuk pendapat Syaikh Ibnu Jibrin, hal ini tidak diperbolehkan. Karena zakat dan utang berbeda sehingga tidak boleh menggantikan utang.

Selengkapnya...

Beri Komentar