Mengenal Bripka Seladi, Polisi Malang Pemulung Sampah

Reporter : Eko Huda S
Kamis, 19 Mei 2016 12:02
Mengenal Bripka Seladi, Polisi Malang Pemulung Sampah
Harus kita acungi jempol, meski orang berpangkat, dia tak merasa canggung memungut barang bekas.

Dream - Pria paruh baya itu berjongkok di tengah lautan sampah. Topi cokelat dipakai terbalik. Kaos tanpa kerah warna biru donker, bergaris-garis pada bagian dada, melekat di badan. Bolong di bagian pundak kanan.

Jika melihat pria ini, sudah pasti Anda menyebut dia adalah pemulung. Memang, dia adalah pemulung sampah. Tapi selain itu, yang juga Anda harus tahu, pria dalam foto di atas adalah angota polisi.

Ya, dialah Bripka Seladi. Anggota Polresta Malang. Selain menjadi anggota polisi, dia juga memulung sampah untuk menambal kebutuhan hidup keluarga.

Satu hal yang harus kita acungi jempol, meski orang berpangkat, dia tak merasa canggung memungut barang bekas.

" Ini rezeki, kenapa harus dibuang-buang. Sampingan saja, satu jam atau dua jam waktu luang saya manfaatkan untuk kegiatan ini," kata Seladi, sebagaimana dikutip Dream dari Merdeka.com, Kamis 19 Mei 2016.

" Kenapa harus malu, ini rezeki juga," tambah pria kelahiran Dampit, Kabupaten Malang, 58 tahun silam ini.

Rabu siang itu, Seladi ditemui wartawan Merdeka saat berada di gudang sampahnya di kawasan Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang.

Di gudang itu, tumpukan sampah menggunung. Kotor dan bau. Dia mengeluarkan sampah dari plastik besar warna hitam, dipilah bersama dua orang yang sehari-hari menemaninya.

Seladi mulai memungut sampah sejak 2006. Namun kini, dia tak lagi melongok dari bak sampah satu ke yang lain. Kini dia hanya mengepul hasil para pemulung lain.

1 dari 6 halaman

Jenderal Hoegeng Dinobatkan Jadi Polisi Jujur Sedunia

Jenderal Hoegeng Dinobatkan Jadi Polisi Jujur Sedunia © Dream

Dream - Hoegeng Iman Santoso. Inilah polisi yang disebut sebagai contoh jenderal jujur yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Kapolri yang patut menjadi teladan bagi seluruh anggota Korps Bhayangkara.

Bahkan, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memiliki anekdot: hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Mereka yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng.

Dan kini, Kapolri ke-5, almarhum Hoegeng mendapat rekor MURI sebagai polisi paling jujur sedunia. Penghargaan itu langsung diberikan oleh Direktur MURI Jaya Suprana kepada istri Hoegeng, Merry Roeslani di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis 5 Maret 2015.

Wanita berusia 90 tahun itu tak kuasa menahan haru atas pemberian rekor penghargaan yang didapat suaminya meski telah tiada. Tampak matanya berkaca-kaca saat menerima piagam dari MURI.

Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, pada 14 Oktober 1921, tak hanya dikenal jujur. Hoegeng juga tak segan turun ke lapangan melaksanakan tugas sebagai polisi.

Meski berpangkat jenderal, dia tak segan turun ke jalan mengatur arus lalulintas.

Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.

Ya begitulah sosok Hoegeng. Usai pensiun sekali pun meski pernah menjabat sebagai Kapolri, ia tidak memiliki rumah dan kendaraan pribadi.

2 dari 6 halaman

Bripda Taufiq, Polisi Jujur yang Tinggal di Kandang Sapi

Bripda Taufiq, Polisi Jujur yang Tinggal di Kandang Sapi © Dream

Dream - Menolak menyerah di tengah keterbatasan. Begitulah yang ingin ditunjukkan seorang polisi berpangkat Bripda, Muhammad Taufiq Hidayat.

Berasal dari keluarga miskin dan tinggal di bangunan bekas kandang sapi, tidak lantas membuat polisi muda ini patah arang, mewujudkan cita-citanya bergabung bersama Polri. Berikut kisah lengkapnya; Cek halaman berikut!

(Sumber: Merdeka.com)

3 dari 6 halaman

Tinggal di Bekas Kandang Sapi

Tinggal di Bekas Kandang Sapi © Dream

Dream - Bripda Taufiq tidak merasa gengsi, meski saban hari sering menghirup bau tengik kotoran sapi dan ditemani nyamuk-nyamuk ganas di rumahnya.

Jika menengok rumah Bripda Taufiq memang jauh dari layak. Dia tinggal bersama sang ayah dan tiga adiknya di bangunan semi permanen di Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman. Dulunya bangunan ini difungsikan sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya.

Bangunan tersebut tidak memiliki daun pintu, hanya gorden kucal yang menutupnya. Dindingnya pun tak lagi utuh. Sebagian saja yang dibatako, sisanya lagi bolong. Sebuah spanduk bekas pun dibentangkan menggantikan tembok.

Di atas lantai tanah, ada dua buah ranjang dengan kasur lusuh dan sebuah lemari kayu besar yang sudah keropos. Rumah itu dibangun oleh ayahnya setelah berpisah dengan ibunya dua tahun lalu. Meski hanya bekas kandang sapi, mereka tetap harus membayar sewa tanahnya.

" Itu tanah khas desa jadi tetap harus bayar, dulu saya punya rumah di Jongke juga, tapi dijual setelah orang tua berpisah," ujar Taufiq dikutip Dream.co.id dari laman Merdeka.com, Kamis 15 Januari 2014.

Saat malam tiba, Bripda Taufiq tidur bersama dengan tiga adiknya di dalam rumah. Sementara sang ayah tidur di bak mobil tua miliknya yang biasa dipakai untuk menambang pasir. " Nggak ada tempatnya, jadi bapak tidur di bak mobil," katanya. (Ism)

4 dari 6 halaman

Puasa Senin-Kamis

Puasa Senin-Kamis © Dream

Dream - Terenyuh melihat pengorbanan ayahnya, tekad Bripda Taufiq kian bulat. Membantu keluarganya hidup lebih layak.

Sewaktu di bangku SMA, Bripda Taufiq termasuk siswa yang aktif di dunia organisasi, salah satunya pramuka. Dari situ pula dia termotivasi menjadi seorang polisi.

Taufiq yang juga bekerja sebagai staf perpustakaan sekolahnya, SMKN 1 Sayegan, akhirnya mencoba daftar menjadi Polri. Sebelum tes, dia mengaku melakukan puasa Senin-Kamis. Dia juga meminta restu dari ayahnya saat hendak mendaftar.

Usahanya pun tak sia-sia, saat pengumuman hasil tes, ia begitu kaget ketika diterima. Dia merasa seperti mimpi bisa menjadi seorang polisi. 

" Pas pengumuman sama bapak, saya minta bapak nampar saya, ternyata bukan mimpi. Bahkan waktu sampai SPN saya masih nggak percaya," ungkapnya. (Ism)

5 dari 6 halaman

Jalan Kaki 5 Km

Jalan Kaki 5 Km © Dream

Dream - Hari pertamanya dinas di Polda DIY, Taufiq rupanya kurang beruntung. Ia mendapatkan hukuman lantaran datang terlambat. Bukan karena bangun kesiangan, melainkan dia harus jalan kaki sejauh 5 kilometer karena tidak punya kendaraan bermotor.

Bripda Taufik datang terlambat apel yang seharusnya pukul 06.30 sementara dia baru sampai Polda DIY sekitar pukul 08.00.

Awalnya atasannya tidak percaya dia harus jalan kaki. Mereka kemudian mengecek rumah Bripda Taufiq. Dari situlah terungkap rumah Bripda Taufiq awalnya adalah bekas kandang sapi.

Mengetahui begitu miris kondisi rumah anak buahnya, sang atasan pun meminjamkan sepeda motor miliknya untuk dipakai Bripda Taufiq sehari-harinya. (Ism)

6 dari 6 halaman

Gaji Pertama Buat Ayah

Gaji Pertama Buat Ayah © Dream

Dream - Meski sudah dipinjami sepeda motor, Bripda Taufiq tetap memilih tidur di Polda. Alasannya bukan karena takut terlambat, tapi merasa kasihan melihat ayahnya yang tidur di bak mobil.

Namun, dia tetap menjenguk ayah dan adik-adiknya. Hampir setiap hari seusai jam kerja, ia pulang ke rumah melihat ayah dan adik-adiknya. Dia juga menyempatkan diri untuk mengawasi adiknya belajar membuat PR.

Saat ini Bripda Taufiq sudah bertugas di satuan Sabhara Polda DIY. Dengan hati begitu mulia, ia ingin memberikan gaji pertamanya nanti untuk sang ayah. 

" Insya Allah kalau cukup, gaji pertama saya buat cari kontrakan, biar bapak nggak perlu lagi tidur di luar, biar adik-adik juga nggak kedinginan kalau hujan," ujarnya. (Ism)

Beri Komentar