(The Guardian)
Dream - Seorang pria yang selamat setelah terdampar di laut selama 438 hari terpaksa berbicara dengan jasad temannya, untuk melawan kesepian yang menyiksa yang dialaminya.
Pada Januari 2014, Jose Salvador Alvarenga, seorang nelayan dari El Salvador, terdampar di sebuah pulau terpencil di Samudera Pasifik. Dia terseret ombak setidaknya 5.500 mil setelah badai menghantam perahu yang dinaikinya.
Ditemukan dalam keadaan basah kuyup, sangat kurus, penuh luka dan berjenggot lebat, Alvarenga selamat setelah bertahan hidup selama 14 bulan. Namun, temannya Ezequiel Cordoba meninggal setelah dua bulan hidup hanya mengandalkan pada air hujan, burung dan kura-kura.
Alvarenga kemudian menceritakan kembali pengalamannya terdampar dan bertahan hidup di laut tersebut kepada Jonathan Franklin yang menulis tentang dirinya berjudul 438 Days.
Menurut Alvarenga, kesehatan Cordoba mulai menurun drastis setelah sakit akibat minum urine sendiri, makan daging mentah dan mulai menolak makanan.
Menggambarkan kepanikan yang dialami ketika menyadari temannya itu sedang sekarat, Alvarenga berteriak: " Jangan tinggalkan aku sendiri! Kamu harus berjuang untuk hidup! Apa yang akan aku lakukan di sini sendirian?"
Setelah kematian Cordoba, Alvarenga mulai berbicara dengan jasad temannya itu untuk membunuh kesepian yang melandanya.
Alvarenga menuturkan bagaimana dia menanyakan berbagai hal kepada jasad Cordoba dan menjawabnya sendiri.
Lama-lama apa yang dia lakukan itu meningkat menjadi halusinasi, sampai Alvarenga baru menyadarinya enam hari kemudian bahwa ia telah berbicara dengan mayat Cordoba.
Perahu Alvarenga yang terdampar di pulau terpencil bernama Ebon Atol ditemukan oleh nelayan yang melintas. Kisahnya menarik perhatian internasional dan banyak yang takjub bagaimana dia bisa melarikan diri dari kematian setelah kekurangan makanan satu tahun lebih. (Ism)
Dream - Devi Asmadiredja, 45 tahun, ibu rumah tangga keturunan Indonesia yang lahir dan besar di Jerman, tak pernah menyangka bisa terdampar di pegunungan terpencil yang jauhnya 3.000 kilometer dari kehidupan normalnya.
Sekitar 4 tahun yang lalu, dia masih hidup di Jerman bersama suami dan ketiga anaknya yang berusia 5, 8, dan 12 tahun. Tapi pada awal 2011, dengan seenaknya sang suami mengatakan sudah tidak mencintainya dan parahnya lagi menyuruhnya pergi.
Oleh suaminya, Devi dibelikan tiket dan diminta pergi ke Pankisi Gorge, sebuah kota kecil di kawasan lembah negara Georgia.
" Aku diminta pergi ke Pankisi untuk belajar bahasa Chechen, bahasa nenek moyangnya. Dia bilang aku boleh kembali dan mengajarinya nanti," kata Devi mengenang dikutip Dream.co.iddari laman BBC, Kamis 29 Januari 2015.
Dengan berbekal sedikit uang untuk membeli makanan yang diberikan suami, Devi melakukan perjalanan sendirian ke Pankisi. Devi bisa dibilang ketakutan karena baru kali ini dia melakukan perjalanan jauh sendirian namun dia tidak punya pilihan.
Devi kemudian tiba di ibukota Georgia, Tbilisi dan melanjutkan perjalanan ke Desa Duisi. Tanpa kenal siapa pun dan buta akan bahasanya, Devi nekat bertanya kepada orang pertama yang ditemuinya tentang tempat dia bisa belajar bahasa setempat.
Devi ternyata cepat menguasai bahasa Chechen. Warga lokal bahkan memberinya nama panggilan Khedi (Khedijat) yang dalam bahasa Chechen berarti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW.
Kendati begitu, kehidupan Devi tidak selalu tenang. Dia sempat dicurigai sebagai mata-mata Rusia. Mungkin karena penampilannya yang tidak memakai kerudung, bertato dan sifat mandirinya.
Kemana-mana, Devi selalu menyelipkan keris kecil di kaki kirinya dan pisau tradisional lokal di kaki kanannya.
Devi pun diusir dari rumah keluarga yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Dia kemudian hidup terlunta-lunta, pindah dari satu rumah ke rumah lainnya.
Setelah 18 bulan tinggal di desa itu, suami Devi menelepon agar Devi tak usah kembali ke Jerman karena dia sekarang sudah menikah lagi.
" Jadi aku memutuskan ke kawasan pegunungan. Tanpa air bersih, uang, listrik dan pemanas. Hanya ponsel berkamera dan charger solar yang menemani untuk berkomunikasi dengan keluarga di Jerman dan mengabadikan keindahan Pankisi."
Meski hidup nyaris di alam terbuka yang ganas, Devi akhirnya bisa menguasai seluk-beluk wilayah pegunungan di Pankisi. Termasuk tempat-tempat dengan pemandangan yang indah.
Selain Desa Duisi, Devi juga sempat mengunjungi desa-desa lain di kaki pegunungan. Dia juga menguasai beberapa bahasa lokal, termasuk bahasa Georgia, karena sering bertemu dan berbincang-bincang dengan para penggembala yang ditemuinya di perjalanan.
Perlahan namun pasti, nasib Devi mulai membaik. Saat kembali ke desa, Devi ditawari bayaran US$ 100 per hari untuk mengantar turis Jerman mengunjungi tempat-tempat indah di wilayah pegunungan. Pekerjaannya sebagai pemandu wisata telah membuat hidup Devi semakin membaik.
Kendati demikian, Devi sangat merindukan ketiga anaknya di Jerman. Dia terus mengirim email kepada mereka meski tidak pernah mendapat balasan.
Namun, Devi merasa hidupnya sekarang ada di Pankisi. Apalagi akhir tahun ini, dia akan dinikahi pria Pankisi. Selain sebagai pemandu wisata, Devi juga hobi fotografi.
Ia sudah menampilkan foto-foto keindahan Pankisi di galeri di seluruh Tbilisi. Bahkan di tahun depan, Devi akan menggelar pameran foto internasional pertamanya di Kedutaan Georgia di Indonesia.
" Aku sekarang punya kehidupan di sini. Aku memang bisa kembali ke Jerman, tapi aku sudah dikenal sebagai pemandu wisata dan fotografer di sini. Jadi mengapa harus meninggalkan dunia baruku ini dengan kehidupan tak pasti di sana (Jerman)," keluh Devi. (Ism)
Dream - Sebuah foto memicu kesedihan para netizen. Seorang balita pria berpakaian lengkap tertelungkup di tepi pantai Turki. Sementara di dekatnya berdiri petugas kepolisian Turki.
Balita itu, yang diduga berasal dari Suriah, telah tenggelam dalam upaya melarikan diri dari peperangan yang tengah melanda negara itu.
Foto ini memiliki pesan luar biasa besar untuk mengingatkan akan nilai-nilai kemanusiaan. Sementara sejumlah pemimpin Eropa mengembangkan langkah mencegah para pengungsi masuk ke wilayahnya.
Akibatnya, para pengungsi tersebut terombang-ambing di tengah lautan dan menghadapi ancaman kematian. Sebagian dari mereka dilanda keputusasaan, padahal tengah menyelamatkan diri dari penganiayaan dengan mencari tempat baru yang lebih aman.
Balita itu kemudian digendong oleh petugas. Dia bersama 12 orang pengungsi lain yang ditemukan tewas tenggelam saat mencoba menyeberangi Laut Tengah menggunakan dua perahu menuju Pulau Kos, Yunani.
Media lokal Turki mengidentifikasi balita itu berusia 3 tahun bernama Aylan Kurdi. Balita itu berasal dari Kobane, kota yang dihuni oleh suku Kurdi di Suriah, yang juga merupakan medan pertempuan antara Suriah melawan ISIS.
Salah satu perahu membawa enam pengungsi Suriah tenggelam setelah meninggalkan Akyarlar. Rencananya, perahu itu akan berlayar lurus sejauh 5 kilometer menuju Kos demi mendapat kebebasan dengan memasuki kawasan Uni Eropa.
Merujuk laporan Kantor Berita Turki, Dorgan, tiga anak dan seorang wanita dikabarkan tenggelam. Dua orang lainnya selamat setelah berenang kembali ke pantai.
Foto tersebut memicu keprihatinan para netizen. Tagar 'KiyiyaVuranInsanlik' atau 'kemanusiaan terdampar' menjadi trending topik di Twitter dan foto tersebut telah disebar berkali-kali.
" The image of the #Syria boy whose body washed up di Bodrum is haunting. Biggest indictment of collective failure (Gambar bocah #Syria yang tubuhnya terdampar di Bodrum telah menghantui. Bukti terbesar kegagalan kolektif)," tulis pemilik akun @nadimhoury.
" I see human but no humanity #KiyiyaVuranInsanlik (Saya melihat manusia tapi tidak ada kemanusiaan)," komentar lain dari pemilik akun @burhanakman.
(Ism, Sumber: cnn.com | aljazeera.com | independent.co.uk)
Dream - Baru baru ini warga Pulau Hatta, Kepulauan Banda, Maluku, digegerkan dengan penemuan seekor gurita raksasa yang terdampar di perairan pulau tersebut.
Gurita yang sudah menjadi bangkai itu pertama kali ditemukan terdampar oleh masyarakat. Warga yang penasaran dengan penemuan ini, lalu berbondong-bondong datang ke tepian pantaiuntuk menyaksikan dari dekat gurita raksasa.
Warga menduga gurita itu mati karena umurnya yang sudah tua lalu terbawa arus laut hingga akhirnya terdampar di pantai. (sumber youtube : Muhammad Gaddafi) [VIDEO] Gurita Raksasa Terdampar.
Dream - Aksi nelayan Aceh menyelamatkan ratusan pengungsi Bangladesh dan Myanmar yang mengundang simpati banyak orang.
Proses penyelamatan itu cukup dramatis karena kapal yang ditumpangi para pengungsi hampir saja tenggelam. Terlambat sebentar saja, korban jiwa bisa berjatuhan.
Ar Rahman, salah satu nelayan Aceh yang turut membantu proses evakuasi mengatakan, awalnya ia bersama nelayan lainnya mendapatkan informasi dari radio komunikasi mengenai kapal nyaris tenggelam di perairan Aceh Timur, Kamis 14 Mei 2015.
" Lalu saya dan kawan-kawan menuju lokasi untuk menolong mereka. Ketika sampai di sana kami melihat ratusan orang, laki-laki dan anak-anak, perempuan dan orang lanjut usia. Ketika melihat kami laki-laki melompat ke laut dan berenang, sedih kami melihatnya," kata Ar Rahman yang biasa disapa Pak Do.
Lebih dari enam kapal nelayan dari Langsa bergerak cepat memberikan pertolongan.
" Laki-laki melompat ke laut sambil histeris dan berteriak Allahu Akbar. Mereka meminta tolong dengan bahasa mereka," tutur Ar Rahman lirih kepada jurnalis BBC Indonesia dikutipDream.co.id, Rabu 20 Mei 2015.
Mohamad Rofiq, salah satu pengungsi Rohingya dari Myanmar yang diselamatkan nelayan mengatakan, ketika ditolak masuk ke perairan Indonesia dan Malaysia, mereka diberi bekal makanan dan bahan bakar oleh angkatan laut kedua negara.
" Makanan hanya sedikit dan kami berikan untuk bayi terlebih dahulu. Kami sangat kelaparan dan lelah setelah terombang ambing di laut selama empat hari," kata pria berusia 21 tahun itu
Rofiq mengaku sempat mengungsi ke Bangladesh melalui jalan darat yang berbatasan dengan Myanmar.
Di sana, dia bertahan selama beberapa tahun sampai mendapatkan kartu pengungsi dari Badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR).
Mohamad Rofiq asal Myanmar, memulai perjalanan dari Bangladesh ke Malaysia dua bulan lalu, dan kini terdampar di Aceh.
" Kami berada di laut selama dua bulan ke Malaysia, lalu ke Thailand dan bertahan di perairan negara itu selama kurang dari dua bulan. Kemudian kami disatukan ke kapal yang lebih besar menuju Malaysia. Tetapi di perjalanan kapten kapal meninggalkan kami," kata Rofiq yang keluarganya masih berada di pengungsian Bangladesh.
Nelayan aceh berhasil menyelamatkan 421 pengungsi merupakan warga Bangladesh yang semuanya laki-laki. Sementara pengungsi Rohingya berjumlah 256 orang terdiri dari laki-laki, perempuan dan anak-anak.
(Ism, Sumber: BBC Indonesia)
Dream - Ikan 'Matahari' (sunfish) raksasa seberat sekitar 1,5 ton terdampar di perairan Pantai Taman Ria Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Ikan langka sepanjang dua meter itu ditemukan nelayan dalam kondisi hidup.
Saat ditemukan, Selasa 28 April 2015, ikan yang disebut warga setempat sebagai ikan pogo atau ikan molamola itu dilepaskan kembali oleh nelayan ke laut lepas. Namun, ikan itu tak juga beranjak dari bibir pantai. Yang terjadi justru sebaliknya, ikan raksasa itu terseret ke pantai dan, mati. (Ism, Sumber: Antara Foto/Basri Marzuki)
Advertisement
Menjelajah Waktu Sejarah Lokal Bareng Komunitas Ciledug Archives
Kenalan dengan Si Ganteng El Putra Sarira, Sosok `Rangga` yang Dipilih Nicholas Saputra
5 Destinasi Wisata Budaya dan Alam di Cirebon yang Sangat Memanjakan Mata
Apa Itu Fenomena Sharenting? Kenali dan Pahami Risikonya
Diskusi Buku Lebih Menyenangkan Bareng Komunitas Tangerang Book Party
Kisah Aras, Santri Muda yang Tuntaskan Hafalan 30 Juz Hanya dalam 10 Bulan
Kenalan dengan Perdana Menteri Nepal Wanita Pertama yang Dipilih Lewat Discord
5 Tanda yang Bisa Jadi Muncul Saat Anak Mengalami Fatherless
Bikin Nyesek, Viral Kakak Adik Harus Gantian Seragam karena Kesulitan Ekonomi
Menjelajah Waktu Sejarah Lokal Bareng Komunitas Ciledug Archives
Kenalan dengan Si Ganteng El Putra Sarira, Sosok `Rangga` yang Dipilih Nicholas Saputra