Ilustrasi/ Foto: Shutterstock
Dream - Bagi seorang ayah, wajib hukumnya mencari nafkah yang baik dan halal untuk istri dan anak-anaknya. Seberat apapun pekerjaan yang dilakukan asalkan halal adalah sumber penghasilan yang baik dan thayib serta mendapat ridho Allah.
Lalu bagaimana jika seorang ayah mendapatkan uang atau pekerjaan yang termasuk haram, memberikan nafkah untuk anak istrinya dari uang tersebut? Dikutip dari SanadMedia.com, Darul Ifta pernah menerima pertanyaan serupa dari seorang ibu muda.
Dia sudah berpisah dari suaminya karena tahu dia meraup penghasilan dari perbuatan haram. Sedangkan ibu ini tidak memiliki penghasilan lain untuk menafkahi anak-anaknya, maka apakah salah jika dia menggunakan uang yang dikirim oleh suaminya?
Syeikh Mahmud Syalbi, Aminul Fatwa dari Darul Ifta Mesir menjawab, si ibu tidak berdosa. Status orangtua memang sudah bercerai tapi kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya tidak hilang. Alhamdulillah jika memang dia mencari nafkah dari pekerjaan yang halal, tetapi jika ternyata dia memberi nafkah anak-anaknya dari pekerjaan yang haram, hanya dia sendiri yang menanggung dosa.
Syeikh Salbi juga menjelaskan, dalam kasus ini, selama si ibu belum memiliki penghasilan lain, boleh menggunakan uang yang dikirim dari mantan suaminya. Dia dan anak-anak tidak bakal berdosa lantaran memakan uang haram, tetapi dengan syarat si ibu sebagai orangtua tunggal berusaha semaksimal mungkin untuk mencari penghasilan lain yang halal.
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Dream – Memenuhi kebutuhan anak dari ujung rambut hingga ujung kaki merupakan kewajiban orangtua. Pada ayah, tanggung jawabnya yang paling besar dalam hal memberi nafkah materi.
Dikutip dari BincangMuslimah, sebagai kepala rumah tangga, seorang ayah berkewajiban untuk menafkahi anaknya, baik itu anak laki-laki ataupun perempuan. Kewajiban menafkahi anak ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an :
Artinya : “ Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 33)
Selain itu, disebutkan juga dalam hadits sahih riwayat Ibnu Hibban dalam kitab Syarah Sunan Abi Daud berikut ini :
Artinya : “ Dari Abi Hurairah RA mengatakan, “ Datang seorang laki-laki kepada Nabi seraya bertanya : Wahai Rasulullah saya mempunyai dinar?” Rasul menjawab, ‘Buatlah nafkah untuk dirimu’. Ia mengatakan saya mempunyai yang lain? Rasul menjawab, ‘Buatlah untuk nafkah anakmu.’ Dia mengatakan, ‘Saya mempunyai yang lain?’ Dia mengatakan, ‘Buatlah untuk nafkah keluargamu.’ Dia mengatakan, ‘Saya mempunyai yang lain?’ Rasul menjawab, ‘Buatlah untuk nafkah pembantumu.’ Dia mengatakan, ‘Saya mempunyai yang lain?’ Rasul menjawab, ‘Anda lebih mengetahui.’
Beberapa kewajiban yang harus ayah penuhi kepada anaknya adalah memelihara, merawat, menasihati dan mendidik mereka dengan menyediakan tempat pendidikan yang baik untuk anak. Hal ini sebagaimana dalam keterangan Darul Ifta Mesir berikut,
Artinya : “ Allah Yang Maha Tinggi telah memerintahkan kepada ayah untuk memenuhi hak anak-anaknya, antara lain: memelihara mereka, merawat mereka, mendidik dan menasihati mereka.”
Penting diingat, menurut Islam kewajiban orangtua untuk menafkahi anaknya tidak berlaku selamanya. Apabila anak telah sampai pada usia yang membuatnya mampu untuk bekerja maka dia tidak berhak lagi menerima nafkah, sebaliknya ia justru dituntut untuk bekerja.
Bila anak tersebut masih mencari ilmu yang seandainya ia bekerja akan tercegah dari rutinitas mencari ilmu, maka dalam keadaan demikian ia tetap wajib untuk dinafkahi dan tidak diperkenankan untuk menuntutnya bekerja.
Penjelasan di atas sesuai dengan keterangan Syekh Ibrahim al-Baijuri yang terdapat dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri, juz 2, hal. 187 berikut :
Artinya : “ Dan dapat pahami bahwa anak yang mampu bekerja yang layak baginya tidak berhak lagi menerima nafkah, sebaliknya ia (justru) dituntut untuk bekerja. Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa anak yang mampu bekerja ini masuk kategori anak yang kaya. Dikecualikan ketika anak yang telah mampu bekerja ini sedang mencari ilmu syara’ dan diharapkan nantinya akan menghasilkan kemuliaan yang seandainya ia bekerja maka akan tercegah dari rutinitas mencari ilmu, maka dalam keadaan demikian ia tetap wajib untuk dinafkahi dan tidak diperkenankan untuk menuntutnya bekerja.”
Selengkapnya baca di sini.
Dream - Hadirnya buah hati dalam keluarga tentunya memunculkan banyak kebahagiaan dan pengharapan. Orangtua pun dianjurkan untuk mengasuh anak-anaknya agar memiliki akhlak yang baik dan menjadi penyejuk hati atau qurratu a’yun.
Dikutip dari Bincangmuslimah.com, dalam kamus al-Munawwir, qurratu a’yun bermakna buah hati, biji mata, kesayangan dan kekasih. Berasal dari kata al-Qurra yaitu kedinginan, kesejukan, dan al-ainu yang bermakna mata. Juga bermakna penyejuk hati, pelipur lara dan sumber kegembiraan bagi kedua orangtua. Sebagaimana telah Allah jelaskan dalam Qs. al-Furqan [25]: 74.
" Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa qurratu a’yun merupakan doa dan harapan yang dipanjatkan oleh semua orangtua agar keturunannya/anak-anaknya menjadi penyambung kebaikan dan ketakwaan dari orangtuanya. Lalu apa ciri-ciri anak yang qurratu a’yun?
Ciri-ciri dari nikmat qurratu a’yun adalah saleh dan saleha. Semua pasangan suami dan istri sangat mengharapkan anak-anaknya menjadi anak yang baik. Keturunan yang saleh dan saleha akan menjadi tabungan pahala bagi kedua orangtuanya kelak. Tidak ada orangtua yang berdoa keburukan untuk anak-anaknya.
Anak yang taat beribadah
Salat merupakan amalan yang akan dihisab oleh Allah SWT di yaumul hisab kelak. Jika dalam keluarga taat beribadah kepada Allah SWT, maka akan diberikan keselamatan dunia akhirat. Sebagaimana dalam Qs. Ibrahim ayat 40 “ Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat”. Nabi Ibrahim sangat berharap pada Allah swt agar mengabulkan doanya dan meminta ampun bagi dirinya dan kedua orangtuanya serta orang-orang beriman.
Rasa cinta pada Allah SWT merupakan cinta yang paling tinggi. Selain itu juga bentuk rasa syukur yang paling indah dari seorang hamba kepada pencipta-Nya. Tidak ada gunanya berharap dengan sesama makhluk, karena akan menciptakan kesedihan.
Selain rasa cinta pada Allah, cinta kepada Rasulullah merupakan pondasi keislaman. Kenalkan sosok Rasulullah pada anak yang merupakan suri tauladan sepanjang masa. Seperti mengajak anak-anak bersalawat, menceritakan kisah-kisah sahabat Rasulullah dan sebagainya.
Selengkapnya baca di sini.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN