Dream - Terlalu lama tinggal di luar angkasa ternyata berpengaruh terhadap tubuh manusia, seperti terjadi pada astronot NASA.
Tak hanya di permukaan fisik, efek yang ditimbulkan ternyata bisa mempengaruhi struktur DNA para astronot.
Untuk bersiap menghadapi kemungkinan tersebut, para ilmuwan, insinyur, dan profesional medis telah bekerja untuk mengidentifikasi dan mengurangi tantangan baru yang ditimbulkan oleh perjalanan luar angkasa terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Ada beberapa masalah dan solusi yang sedang dipertimbangkan para ahli untuk menjaga agar astronot tetap bahagia dan sehat dalam perjalanan mereka.
Dilansir dari Astronomy, salah satu yang akan terjadi pada tubuh astronot adalah Sindrom Neuro-Okular.
Di Bumi, tubuh manusia terus-menerus melawan gravitasi untuk memompa cairan ke kepala.
Menghilangkan gravitasi berarti mendapatkan semua pompa dan tidak ada pembuangan - cairan tengkorak tidak terkuras sepenuhnya.
Hasilnya adalah cairan menggenang di wajah dan tengkorak. Ini dikenal sebagai Spaceflight Associated Neuro-ocular Syndrome atau disingkat SANS.
Bengkak di wajah selama beberapa hari pertama misi dengan cepat teratasi seiring tubuh menyesuaikan diri dengan gayaberat mikro.
Namun untuk cairan serebrospinal yang mengelilingi otak, diperlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun agar perubahannya pulih setelah penerbangan luar angkasa jangka panjang.
Tekanan tambahan pada otak ini mendorongnya ke atas melawan tengkorak, menyebabkan ventrikel, atau rongga yang berisi cairan di dalam otak membesar. Tekanan tersebut juga menekan bola mata astronot sehingga menyebabkan perubahan penglihatan yang memerlukan kacamata.
Para peneliti masih belum sepenuhnya memahami semua gejala SANS atau cara memeranginya secara efektif.
Namun beberapa ide untuk tindakan pencegahan telah muncul.
Hal ini dapat mencakup penciptaan gravitasi buatan atau menempatkan astronot dalam pakaian khusus bertekanan negatif untuk mengambil cairan dari kepala mereka.