Ilustrasi Sunan Drajat (kiri) Dan Makam Sunan Drajat Di Lamongan (kanan). (Foto: WIkipedia)
Dream - Walisongo sangat terkenal di kalangan Muslim, terutama di Jawa. Para wali yang berjumlah sembilan orang itu merupakan para pendakwah yang menyebarkan Islam di Jawa.
Sunan Drajat termasuk salah satu dari sembilan wali tersebut, yang juga berjuang menyebarkan agama Islam agar diterima oleh masyarakat denga sukarela.
Dakwah para walisongo juga dikenal ramah dan tidak menimbulkan pertumpahan darah. Mereka menggunakan cara akulturasi budaya setempat dengan Islam, sehingga masyarakat sukarela menerima ajaran agama Islam.
Maka tak heran jika kini banyak dijumpai budaya yang berkaitan erat dengan ajaran Islam. Sebab sebelum Islam datang pun, masyarakat sudah memiliki spiritualitas dan kebudayaan yang adiluhung.
Dikenal sebagai salah satu dari walisongo, lantas siapa sebenarnya Sunan Drajat? Dalam artikel kali ini Dream akan membahas biografi Sunan Drajat, dirangkum dari berbagai sumber.
Biografi Sunan Drajat tentu sangat penting diketahui sebagai upaya untuk mengikuti hikmah dari kehidupannya, terutama cara-cara yang ia gunakan untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Bahkan garis keturunan (nasab) Sunan Drajat sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Mengutip dari laman Laduni, ia berada di urutan ke 24 dari garis keturunan Rasulullah SAW.
Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Ia merupakan putra bungsu dari Sunan Ampel sekaligus adik dari Sunan Bonang yang juga termasuk walisongo. Sunan Drajat memiliki nama kecil Raden Qasim. Ia merupakan putra dari Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila.
Sunan Drajad dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam melalui pendidikan akhlak bagi masyarakat. Ia dikenal memiliki kepedulian yang tinggi terhadap nasib fakir miskin.
Ia menyebarkan agama Islam melalui aktivtas sosialnya dengan mendidik masyarakat agar memperhatikan nasib fakir miskin, mengutamakan kesejahteraan umat, memiliki empati, etos kerja keras, kedermawanan, pengentasan kemiskinan, solidaritas social dan gotong-royong
Sunan Drajad memiliki banyak nama dibandingkan walisongo lainnya, yaitu Raden Qasim, Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana Hasyim, Pangeran Kadrajat, Sunan Mayang Madu, dan yang paling masyhur adalah Sunan Drajat.
Sunan Drajat dikenal sebagai Syeikh Syarifuddin saat berdakwah di daerah Cirebon bersama Sunan Gunung Jati.
Lalu ia menikah dengan Dewi Sufiyah yang merupakan putri dari Sunan Gunung Jati, dan dikaruniai anak bernama Pangeran Trenggana, Pangeran Sandi dan Dewi Wuryan.
Pernikahan bisa menjadi sarana dakwah yang penting kala itu. Selain dengan Dew Sufiyah, Sunan Drajat juga menikah dengan Nyai Kemuning dan Nyai Retno Ayu Candrawati.
Nyai Kemuning adalah putri dari Mbah Mayang Madu yang merupakan seorang tetua desa Jelak. Mbah Mayang Madu adalah orang yang menolong Sunan Drajat saat ia terdampar dalam perjalanan dakwahnya menuju pesisir Gresik.
Sunan Drajat juga menikahi Nyai Retno Ayu Candrawati yang merupakan putri dari Raden Suryadilaga, seorang adipati di kawasan Kediri.
Seorang antropolog, E. Vogt, masyarakat akan memberikan respon beragam terhadap perubahan budaya. Apalagi jika sudah berpegang teguh pada ajaran nenek moyang, tentu akan susah untuk menyebarkan agama Islam. Namun Sunan Drajat tidak kehabisan akal. Berbekal ilmu dari para gurunya yang juga para pendakwah Walisongo, ia menggunakan cara-cara yang cerdas.
Sunan Drajat memiliki metode yang sangat bijak untuk memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kebudayaan masyarakat kala itu. Berikut cara dakwah Sunan Drajat yang perlu diketahui:
Kedudukan di masyarakat sangat penting dalam memberikan pengaruh. Agar bisa diperhitungkan, Sunan Drajat menjadi bagian penting di masyarakat. Ia menikahii putri-putri para petinggi di masyarakat.
Dengan begitu, cukup mudah baginya untuk mengajak pemimpin dan rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Ia juga mengajak para saudagar dan orang kaya untuk mendermakan sebagian hartanya kepada kaum fakir miskin.
Tak hanya itu, ia juga mengambil hati masyarakat dengan membantu orang yang sakit dengan ramuan tradisional dan bacaan doa-doa.
Sunan Drajat dikenal sangat dekat dengan rakyat, sebab ia sering ronda malam untuk mengamankan para warga dari gangguan jin yang kerap meneror warga. Ia juga sering berkeliling kampung sambil berdzikir, dan mengajak para warga untuk mendirikan sholat.
Dengan jiwa sosialnya yang tinggi, Sunan Drajat sangat perhatian dengan kaum fakir miskin. Ajaran yang dibawanya lebih kepada persoalan sosial sebagaimana yang tercatat dalam Al-Quran. Ia selalu mengajak orang-orang untuk bersikap dermawan, gotong royong, dan mengentaskan kemiskinan. Jika masalah sosial sudah teratasi, maka akan sangat mudah untuk memberikan pemahaman tentang ajaran Islam.
Metode dakwah yang arif dan bijaksana tentu perlu dilakukan oleh para pendakwah Islam. Sunan Drajat menggunakan cara dakwah yang tidak memaksakan kehendak para warga.
Ia kerap memberikan ceramah dan pengajian bahkan mendirikan pesantren untuk mengajarkan nilai Islam. Ia mengajarkan kepada murid-muridnya tentang kaidah untuk tidak saling menyakiti baik secara perkataan maupun perbuatan, seperti: “ Hindari pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukannya."
Seperti Sunan Bonang, Sunan Drajat juga berdakwah menggunakan kesenian tradisional. Petuah yang berisi ajaran Islam disampaikan melalui tembang pangkur (salah satu tembang macapat) yang diiringi dengan alat musik gending.
Beberapa tembang pangkur yang diubah telah disimpan rapi di museum Sunan Drajat. Selain itu, keahlian bermusik Sunan Drajat juga dibuktikan dengan adanya seperangkat gamelan ‘Singo Mengkok’.
Sunan Drajat juga menyampaikan tentang tata cara hidup sabagai makhluk sosial. Manusia harus saling membantu kepada sesama makhluk Tuhan. Hal yang paling menonjol adalah tentang pengetantasan kemiskinan.
Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat.
Makna filosofis ketujuh sap tangga tersebut adalah:
Demikian itulah biografi Sunan Drajat lengkap dengan ajaran tata cara hidup bersosial yang ia ajarkan kepada masyarakat. Secara sederhana, ajaran Sunan Drajat tersebut bisa dirangkum menjadi:
Sunan Drajat memiliki nama julukan yang sangat banyak dibandingkan para wali lainnya. Wali yang dikenal dengan nama Raden Qosim ini menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di Ampeldenta, Surabaya.
Yang menarik dari perjuangan dakwah Sunan Drajat ini ialah penggunaan metode dakwah lewat seni dan budaya. Ia memegang teguh konsep dakwah bil hikmah dengan cara-cara yang bijak dan tidak memaksa. Proses penyampaian dakwah Islam yang dilakukan Sunan Drajat melalui lima cara, yakni:
Inti ajaran Sunan Drajat dirangkum dalam empat hal berikut ini:
Paring teken marang kang kalunyon lan wuta,
paring pangan marang kang kaliren,
paring sandang marang kang kawudan,
paring payung kang kodanan.
Maksud dari ungkapan dalam bahasa Jawa lama itu ialah berkaitan erat dengan masalah kemanusiaan. Di mana sebagai manusia kita harus saling membantu kepada sesama, yaitu orang-orang yang kekurangan. Agar lebih jelasnya, berikut arti dari empat ajaran pokok Sunan Drajat tersebut:
Berikan tongkat kepada orang buta,
berikan makan kepada yang kelaparan,
berikan pakaian kepada orang yang telanjang,
dan berikan payung kepada orang yang kehujanan.
Tentu saja makna ungkapan itu tidak terbatas apa yang tampak saja. Lebih dalam lagi, ungkapan Sunan Drajat itu bermakna bahwa dalam berdakwah hendaknya kita mengutamakan nilao-nilai kemanusiaan terlebih dahulu. Mencukupi kebutuhan pangan misalnya. Jika kebutuhan primer sudah tercukupi, maka orang akan bisa menerima dan menyerap ajaran yang disampaikan. Mungkin begitulah salah satu maksud dari ajaran Sunan Drajat di atas.