Vaksin Comirnaty, Produk Baru Pfizer Untuk Covid-19 (Shutterstock.com)
Dream - Pernyataan mengejutkan muncul dari CEO Pfizer, Albert Bourla. Dia menyebut tingkat efikasi atau efektivitas vaksin yang diproduksi perusahaannya mengalami penurunan setelah beberapa bulan usai suntikan dosis ke dua.
" Efikasi setelah empat sampai enam bulan menjadi sekitar 84 persen," ujar Bourla.
Pernyataan itu disampaikan Bourla dalam wawancara dengan CNBC di program 'The Exchange" . Bourla mendasarkan ucapannya pada hasil terbaru dari studi yang didanai perusahaan.
Tetapi, temuan tersebut belum dianalisis oleh peneliti dari pemerintah Amerika Serikat. Studi itu dijalankan di tengah perdebatan Pfizer dengan Pemerintah AS mengenai perlunya dosis ketiga untuk menguatkan perlindungan imunitas tubuh.
Studi itu mendapat temuan efektivitas vaksin sekitar 96,2 persen antara sepekan hingga dua bulan setelah penyuntikan dosis kedua. Hasil studi yang melibatkan 44 ribu orang di seluruh AS dan sejumlah negara lain itu juga mengungkap temuan terjadinya penurunan tingkat efikasi sebesar 6 persen setiap dua bulan.
" Kami juga melihat data dari Israel yang menunjukkan ada penurunan tingkat kekebalan," kata dia.
Di masa-masa awal, Bourla mengatakan vaksin Pfizer memiliki tingkat efikasi 100 persen dan mencegah orang dirawat di rumah sakit. Setelah enam bulan usai suntikan dosis kedua, dia menyebut efektivitas vaksinnya turun menjadi sekitar 90 persen dan antara pertengahan ke atas 80-an persen.
" Kabar bainnya adalah kami sangat, sangat yakin dosis ketiga, sebagai booster akan meningkatkan respon kekebalan ke tingkat yang cukup kuat untuk melindungi dari varian Delta," kata dia.
Bourla mengungkapkan varian Delta yang sudah menjadi jenis dominan di AS dan negara-negara lain di seluruh dunia telah menurunkan tingkat efikasi semua vaksin. Dia menekankan perlunya dosis ketiga.
Pfizer berencana menyerahkan data secara formal ke regulator AS mengenai keuntungan dari dosis ketiga vaksin Covid-1 pada pertengahan Agustus.
Awal bulan ini ketika Pfizer mengumumkan rencana tersebut, Lembaga Pengawasan Makanan dan Obat (FDA) dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) mengeluarkan pernyataan bersama yang memukul balik perusahaan tersebut.
" Warga Amerika yang sudah divaksinasi penuh tidak membutuhkan booster untuk saat ini," demikian pernyataan bersama dua lembaga tersebut.
Baik CDC maupun WHO tidak merekomendasikan suntikan booster Covid-19 untuk saat ini. Direktur Imunisasi, Vaksin dan Biologi WHO, dr. Kate O'Brien, menyatakan pihaknya masih meneliti apakah suntikan booster diperlukan untuk meningkatkan perlindungan.
" Kami sangat jelas tentang ini, tidak ada informasi yang cukup untuk memberikan rekomendasi pada saat ini," kata dr. O'Brien.
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib