© 2025 L'Oreal-UNESCO For Women In Science 2025
DREAM.CO.ID - Dari pengembangan terapi berbasis mRNA, riset herbal antiosteoporosis, hingga teknologi limbah berkelanjutan, empat ilmuwan perempuan Indonesia membuktikan bahwa sains bukan hanya soal laboratorium—tapi tentang menciptakan perubahan nyata bagi masyarakat.
Empat peneliti inspiratif ini terpilih sebagai penerima penghargaan L’Oréal–UNESCO For Women in Science (FWIS) 2025, sebuah program yang sudah lebih dari dua dekade konsisten mendukung perempuan di bidang penelitian. Program ini dihadirkan dengan dukungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, dan menjadi bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat kontribusi perempuan dalam sains nasional.

“ Bukti ilmiah menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam sains dan matematis. Namun, kesenjangan masih terjadi, baik dalam kesempatan kerja, perbedaan gaji, maupun representasi di bidang STEM,” ujar Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI. Ia menegaskan bahwa meningkatkan jumlah perempuan di dunia sains bukan hanya persoalan kesetaraan, tapi juga ekonomi. “ Negara akan merugi jika tidak memanfaatkan potensi individu terbaik di bidangnya.”
Prof. Stella juga menekankan pentingnya tiga hal bagi perempuan agar bisa maju: percaya diri, berani mengambil kesempatan sebanyak mungkin, dan tidak mudah menyerah.
Program FWIS menjadi wujud nyata dari dukungan itu. Selain menyediakan pendanaan riset senilai Rp400 juta untuk masing-masing penerima, FWIS juga membuka akses jejaring global bagi para peneliti perempuan agar dapat saling berkolaborasi dan berkembang. Sejak pertama hadir di Indonesia 22 tahun lalu, program ini telah mendukung 79 perempuan peneliti di berbagai bidang keilmuan.
Presiden Direktur L’Oréal Indonesia, Benjamin Rachow, menegaskan bahwa sains adalah jantung dari inovasi perusahaan. “ Kami percaya sains dapat memberikan makna dan dampak positif bagi kehidupan. Melalui program FWIS, kami mendukung para perempuan peneliti untuk menghadirkan sains yang berdampak, memberikan akses jaringan kolaborasi, dan ruang bagi mereka untuk bersinar. Karena dunia membutuhkan sains, dan sains membutuhkan perempuan,” ujarnya.
Tahun ini, antusiasme terhadap FWIS meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Ratusan proposal penelitian masuk dari berbagai daerah di Indonesia, dengan 70% di antaranya berasal dari peneliti muda di bawah usia 40 tahun. Sebagian besar penelitian berfokus pada potensi lokal dan keanekaragaman hayati Indonesia—mulai dari pemanfaatan tanaman asli hingga pengelolaan limbah berkelanjutan.
Ketua Dewan Juri Prof. dr. Herawati Sudoyo, MD., Ph.D. mengatakan, “ FWIS adalah penghargaan prestisius yang dicari oleh para perempuan peneliti. Tahun ini istimewa karena terdapat hampir 150 pendaftar—terbesar dalam lima tahun terakhir—yang berasal dari Papua Barat, Sumatera, hingga Asia dan Eropa.” Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin karena “ tanpa kolaborasi, penelitian hampir mustahil untuk terealisasi.”
Empat peneliti yang terpilih tahun ini menghadirkan penelitian dengan dampak nyata.
Dr. Maria Apriliani Gani dari Institut Teknologi Bandung mengembangkan model seluler untuk terapi osteoporosis berbasis tanaman obat lokal, mendukung saintifikasi jamu dan riset non-animal testing.
Dr. Lutviasari Nuraini dari BRIN meneliti material implan mampu luruh berbasis magnesium untuk regenerasi tulang, yang berpotensi mendukung kemandirian produksi implan nasional.
Anak Agung Dewi Megawati, Ph.D. dari Universitas Warmadewa meneliti terapi mRNA antivirus spektrum luas untuk penyakit yang ditularkan nyamuk, hasil kolaborasi dengan UC Davis.
Helen Julian, Ph.D. dari ITB mengembangkan teknologi pengolahan limbah kelapa sawit menjadi sumber daya bernilai tinggi dengan pendekatan Membrane Photobioreactor–Nanofiltration.
Keempat riset ini menunjukkan bahwa sains dapat menjadi solusi nyata untuk masalah lingkungan, kesehatan, dan keberlanjutan di Indonesia.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Fabien Penone, turut memberikan apresiasi dalam acara penghargaan tersebut. “ Prancis meyakini bahwa sains dan keberagaman berjalan beriringan. Melalui program For Women in Science yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun di Indonesia, banyak perempuan muda dapat mewujudkan mimpinya di dunia sains dan menjadi pemimpin di bidangnya,” ujarnya.
Sementara itu, Melanie Masriel, Chief of Corporate Affairs, Engagement, and Sustainability L’Oréal Indonesia menegaskan bahwa kolaborasi menjadi DNA dari komunitas FWIS. “ Para alumni aktif membangun ruang diskusi, berbagi peluang penelitian, dan menjalin kemitraan lintas sektor. Interaksi seperti inilah yang melahirkan ide-ide baru dan menjadikan penelitian lebih aplikatif serta berdampak,” tuturnya.
Kini, lebih dari 4.700 ilmuwan perempuan di seluruh dunia telah menjadi bagian dari jaringan FWIS. Di Indonesia sendiri, para alumni aktif menjadi mentor bagi lebih dari 1.400 peneliti muda. “ Ke depan, FWIS akan terus menjadi ruang bagi perempuan peneliti untuk tumbuh, berjejaring, dan menginspirasi generasi berikutnya,” tutup Melanie.
Advertisement
UI Fashion Week 2026 Siap Digelar, Pamerkan Busana Nusantara yang Fashionable

Suka Bengong Ternyata Ada Manfaatnya, Cari Tahu Yuk!

Jakarta Cycling Community, Tempat Kumpul Seru Pecinta Sepeda Ibu Kota

Ada Diskon Hingga 20% Untuk Perjalanan Rombongan Whoosh Selama November

Burung Indonesia, Komunitas yang Setia Lestarikan Burung Liar di Tanah Air



Andai Digelar Pilpres Tahun 2025, 5 Tokoh Ini Bakal Jadi Pesaing Berat Prabowo Subianto

Tugasnya Bertaruh Nyawa Saat Bencana, Basarnas Punya Anggaran yang Bikin Miris Anggota DPR

Dijamin Takjub! Selama 30 Tahun Bandara Ini Tak Pernah Kehilangan Satupun Bagasi Penumpang

Komunitas Polygot Indonesia, Ruang Belajar Banyak Bahasa Asing

UI Fashion Week 2026 Siap Digelar, Pamerkan Busana Nusantara yang Fashionable
