Dream - Islam masuk ke Indonesia dengan proses akulturasi yang menjadi sebab masyarakat menerima ajarannya dengan sukarela.
Sebelum Islam, Indonesia khususnya masyarakat Jawa telah memegang teguh kebudayaan nenek moyang yang mengakar dengan kuat.
Tradisi spiritual sudah melekat pada masyarakat Jawa pra-Islam. Sehingga saat Islam datang, para ulama, utamanya Wali Songo, mencoba pendekatan akulturasi untuk menyebarkan agama Islam tersebut.
Persilangan tradisi Jawa dengan agama Islam ini terbukti dengan banyaknya tradisi yang masih dilaksanakan hingga sekarang, salah satunya adalah selamatan orang meninggal.
Banyak orang menyebut hukum selamatan orang meninggal tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Tentu saja pendapat ini benar, sebab kebudayaan Arab dan Indonesia, khususnya Jawa sangatlah jauh berbeda.
Sejatinya inti dari selamatan orang meninggal adalah mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah agar orang yang telah meninggal tersebut diterima di sisi-Nya.
Kegiatan di dalam selamatan orang meninggal adalah membaca Al-Quran dan memanjatkan doa-doa.
Selamatan orang meninggal atau yang juga dikenal dengan istilah tahlilan ini biasanya dilakukan dengan mengundang para tetangga untuk ikut serta mendoakan almarhum.
Di tengah perdebatan antara dua kubu, ada baiknya kita mencoba mendapat penjelasan hukum selamatan orang meninggal menurut empat mazhab dalam Islam.
Simak baik-baik penjelasan selengkapnya berikut ini, dirangkum Dream dari laman NU Online, supaya kamu bisa mengambil kesimpulan tersendiri.
Selamatan orang meninggal atau yang lebih dikenal dengan sebutan tahlilan merupakan penyelenggaraan doa bersama untuk orang yang sudah meninggal.
Tahlilan berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan yang artinya membaca kalimat tahlil 'Laa ilaha illallah'. Dari istilah inilah kemudian merujuk pada tradisi membaca doa-doa yang ada di dalam Al-Quran, dengan harapan pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal.
Biasanya acara tahlilan dilaksanakan selama tujuh hari dari hari meninggalnya seseorang. Lalu kemudian acara tersebut dilaksanakan lagi pada hari ke-40, ke-100, ke-1000 hingga peringatan hari kematian almarhum.
Selamatan orang meninggal rupanya juga merujuk pada beberapa hadits, salah satunya riwayat Abu Dawud berikut ini:
“Sahabat Ma’qal bin Yasar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulallah SAW bersabda: Surat Yasin adalah pokok dari Al-Quran, tidak dibaca oleh seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian.” (HR. Abu Dawud)
Sementara itu dari Abul Walid, Ibnu Rusyd juga mengatakan sebagai berikut:
“Seseorang yang membaca ayat Al-Quran dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit, maka pahala tersebut bisa sampai kepada mayit.”
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum selamatan orang meninggal. Sebenarnya Islam lebih mengenal tradisi ini dengan menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan kalimat 'laa ilaaha illallah' kepada mayit.
Berikut ini penjelasan ulama dari empat mazhab mengenai hukum selamatan orang meninggal.
Pendapat pertama ini berasal dari ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i dan ulama mazhab Hanbali.
Para ulama tersebut menegaskan, menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran serta kalimat thayyibah kepada mayit dalam acara selamatan orang meninggal hukumnya boleh, dan pahalanya pun sampai kepada mayit.
Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyatakan pendapatnya dalam kitab Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain.
Menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, amal baik berupa sholat, puasa, haji, sedekah, bacaan Al-Quran, Dzikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik.
Menurutnya semua pahala dari ibadah-ibadah itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya.
Menurut Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki dalam kitabnya Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir menyatakan, " Jika seseorang membaca Al-Quran, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit."
Senada dengan hal itu, Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali mengatakan dalam kitab Al-Mughni:
" Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya)."
Selain itu, Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Majmu’ Al-Fatawa juga membolehkan menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan kalimat thayyibah kepada mayit pada tradisi selamatan orang meninggal.
Pendapat kedua ini berkebalikan dengan pendapat pertama, yaitu menyatakan ketidakbolehan menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran kepada mayit pada acara selamatan orang meninggal.
Sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan, pahala bacaan Al-Quran dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit. Oleh karenanya hukum selamatan orang meninggal tidak diperbolehkan.
Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki dalam kitab Hasyiyatud Dasuqi Ala Syarhil Kabir menulis:
" Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitab At-Taudhih, bab Haji: Pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah."
Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan kalimat thayyibah kepada mayit dalam acara selamatan orang meninggal adalah suatu hal yang wajar.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, ulama mazhab Hanbali dan Syekh Ibnu Taimiyyah membolehkan tradisi selamatan orang meninggal.
Sedangkan sebagian ulama mazhab Maliki yang lain melarangnya dengan keyakinan pahalanya tidak akan sampai kepada mayit.
Demikian itulahh penjelasan tentang hukum selamatan orang meninggal menurut para ulama dari keempat mazhab Islam.
Dengan adanya ikhtilaf tersebut, tentu saja dikembalikan kepada setiap individu untuk mengikuti pendapat yang sesuai keyakinan.
Akan tetapi kita dilarang untuk saling menuduh sesat kepada saudara sesama Muslim hanya karena melangsungkan acara selamatan orang meninggal. Sebab setiap mazhab memiliki dasar hukum yang kuat.
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas