Ilustrasi (Shutterstock.com)
Dream - Studi baru menyebutkan virus Covid-19 yang menyebabkan penyakit corona baru mungkin memiliki satu kelemahan. Kecepatan penularan virus yang telah jadi pandemik global ini diyakini melemah pada suhu tinggi.
Keyakinan itu juga diyakini sejumlah negara yang memperkirakan Covid-19 akan hilang jika cuaca mulai menghangat. Seperti umumnya yang terjadi pada virus yang menyebabkan flu biasa dan influenza.
Tetapi para ahli di China memperingatkan agar tidak terjebak pada pikiran bahwa Covid-19 akan hilang mengikuti perubahan musim.
Studi yang dilakukan peneliti dari Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, Provinsi Guangdong, itu bertujuan untuk mengetahui apakah penyebaran Covid-19 bisa dipengaruhi oleh perubahan musim dan suhu.
Menurut studi yang dipublikasikan pada bulan lalu itu, virus yang menyebabkan Covid-19 sangat sensitif terhadap suhu tinggi. Sehingga penyebarannya sedikit lambat di negara-negara yang lebih hangat. Namun, di negara-negara dengan iklim yang lebih dingin terjadi hal yang sebaliknya.
" Sebagai hasilnya, negara dan wilayah dengan suhu yang lebih rendah disarankan untuk mengadopsi langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang lebih ketat," kata sudi tersebut.
Sementara itu, studi terpisah yang dilakukan ahli epidemiologi, Marc Lipsitch dari T.H. Harvard Chan School of Public Health, menemukan bahwa penularan virus corona dan pertumbuhan infeksinya yang cepat bisa terjadi dalam berbagai kondisi cuaca.
" Cuaca saja, [seperti] peningkatan suhu dan kelembaban saat musim semi dan musim panas di Belahan Bumi Utara, tidak akan serta merta menyebabkan penurunan jumlah kasus corona tanpa melakukan intervensi terhadap kesehatan masyarakat secara luas," tulis studi yang dipublikasikan pada Februari lalu.
Studi dari Universitas Sun Yat-sen mengungkapkan analisis yang mengindikasikan bahwa jumlah kasus virus corona naik sejalan dengan suhu rata-rata hingga maksimal 8,72 derajat Celcius dan kemudian menurun.
" Temperatur sangat berpengaruh pada lingkungan hidup seseorang dan memainkan peran penting terhadap kesehatan masyarakat dalam hal penanganan dan pengendalian epidemi," tulis studi itu.
Sementara pakar lainnya, Hassan Zaraket, Asisten direktur di Center for Infectious Diseases Research di American University of Beirut, mengatakan ada kemungkinan bahwa cuaca yang lebih hangat dan lebih lembap akan membuat virus corona kurang stabil sehingga penularannya lambat.
" Kami masih mempelajari tentang virus ini. Tetapi berdasarkan apa yang kami ketahui tentang virus corona lain, kami bisa berharap. Ketika suhu memanas, stabilitas virus akan menurun," katanya.
Hassan menambahkan jika cuaca bisa membantu mengurangi transmisi dan stabilitas lingkungan dari virus, maka kemungkinan bisa memutus rantai penularan Covid-19.
Mike Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), juga memperingatkan agar tidak menganggap epidemi akan mereda secara otomatis di musim panas.
" Kita harus mengasumsikan bahwa virus ini akan terus memiliki kapasitas untuk menyebar. Adalah harapan palsu untuk mengatakan Covid-19 akan hilang seperti flu biasa. Kita tidak bisa membuat asumsi itu. Tidak ada buktinya," katanya.
(Sah, Sumber: SCMP)
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan