Dicerai Istri, Pria Ini 'Dipenjara' Selama 8.000 Tahun

Reporter : Sugiono
Selasa, 28 Desember 2021 14:00
Dicerai Istri, Pria Ini 'Dipenjara' Selama 8.000 Tahun
Pria 44 tahun itu dilarang meninggalkan Israel hingga 31 Desember 9999

Dream - Noam Huppert tidak menyangka hidupnya akan berakhir di luar negeri yang jaraknya ribuan kilometer jauhnya. Pria Australia itu terperangkap di Israel sejak 2013.

Dia merupakan salah satu dari ribuan warga asing yang menjadi korban hukum tak masuk akal yang diterapkan Israel, yang tak banyak diketahui dunia Internasional.

Pria 44 tahun itu dilarang meninggalkan Israel hingga 31 Desember 9999. Itu artinya Huppert menjalani hukuman 'penjara' selama 8.000 tahun di Israel.

Huppert bisa saja keluar jauh lebih awal jika dia membayar lebih dari US$3 juta atau setara Rp42,6 miliar untuk membiayai tunjangan anak-anaknya.

1 dari 5 halaman

Kisah menyedihkan yang dialami Huppert ini berawal ketika dia memutuskan untuk pindah ke Israel pada tahun 2012. Saat itu dia ingin lebih dekat dengan kedua anaknya yang masih kecil.

Huppert sebelumnya menikah dengan seorang wanita Israel. Namun rumah tangga mereka tak berumur panjang. Istrinya memilih kembali ke negaranya bersama dua anaknya yang waktu itu masing-masing berusia lima dan tiga bulan.

Bukannya mendapat kemudahan saat menyusul anak-anaknya, Huppert malah memiliki banyak masalah di negara asal istrinya itu.

2 dari 5 halaman

Salah satunya ketika istrinya membawa kasus perceraiannya ke pengadilan Israel, yang mengeluarkan perintah larangan keluar negara itu untuk Huppert.

Huppert dilarang keluar dari Israel karena terikat 'utang masa depan' sebesar 5.000 shekel Israel (Rp23 juta) per bulan, sampai kedua anak itu berusia 18 tahun.

Sampai dia membayar uangnya, Huppert dilarang meninggalkan negara itu dengan alasan apa pun – bahkan untuk liburan atau bekerja.

" Sejak 2013, saya dikurung di Israel," kata Huppert, yang bekerja sebagai ahli kimia analitik untuk sebuah perusahaan farmasi.

Huppert mengatakan warga negara Australia telah 'dianiaya' oleh sistem 'keadilan' Israel hanya karena mereka menikah dengan wanita Israel.

" Saya salah satu dari mereka," katanya, seraya menambahkan bahwa dia berbicara untuk mengingatkan warga Australia lainnya yang mungkin menderita karena pengalaman yang 'mengancam jiwa itu'.

 

3 dari 5 halaman

Sementara itu, Marianne Azizi, seorang jurnalis independen Inggris yang terus berkampanye untuk meningkatkan kesadaran akan masalah ini, mengatakan 'hampir tidak mungkin untuk memastikan' jumlah pria yang terkena dampak dari hukum perceraian Israel itu.

Tapi dia menyebutkan mungkin ada 'ratusan' warga Australia yang terjebak di Israel dan mengalami situasi yang sama dengan Huppert.

" Saya tidak bisa mendapatkan angka pasti dari kedutaan asing mana pun," kata Azizi, yang pernah muncul dalam film dokumenter berjudul No Exit Order.

Film dokumenter independen yang diproduksi tahun 2019 itu bercerita tentang warga asing yang terjebak di Israel akibat undang-undang perceraian Israel yang tak banyak diketahui dunia Internasional tersebut.

4 dari 5 halaman

Undang-undang perceraian Israel dianggap sangat tidak transparan dan kurang mendapat perhatian di dalam negeri, dan tidak begitu dikenal bagi orang luar.

Azizi pertama kali mulai menyelidiki masalah ini ketika suaminya sendiri terperangkap di Israel setelah mengunjungi anak-anaknya.

Setelah menerbitkan sendiri sebuah buku tentang pengalamannya tentang sistem pernikahan dan perceraian Israel, dia mulai mengumpulkan kesaksian dari orang-orang di posisi yang sama.

5 dari 5 halaman

Direktur Sorin Luca, menulis di situs No Exit Order, mengatakan hukum perceraian seperti itu 'hampir tidak pernah terdengar di Barat, atau digunakan oleh negara mana pun seperti yang di Israel'.

“ Seorang wanita dapat dengan mudah melarang suaminya meninggalkan Israel, dengan alasan harus membiayai tunjangan anak dari kecil hingga mereka besar,” tulisnya.

“ Begitu seorang ayah mendapat perintah tersebut, dia dapat dipenjara hingga 21 hari, apakah dia mampu membayar atau tidak – tanpa melihat kondisi keuangannya. Sang suami harus membayar 100 persen atau bahkan lebih dari pendapatan mereka untuk membiayai tunjangan anak-anak mereka,” jelas Luca.

Sementara itu, blogger Adam Herscu yang menulis untuk The Times of Israel pada 2013, memperingatkan bahwa para ayah di Israel adalah 'spesies yang terancam punah'.

“ Jika Anda berencana pindah ke Israel dan memulai sebuah keluarga di sana, Anda perlu memahami bahwa undang-undang perceraian mereka sangat kejam dan sangat diskriminatif terhadap laki-laki – bahwa ada kemungkinan besar Anda akan diperlakukan sebagai penjahat dan semacamnya," tulisnya.

Sumber: News.com.au

Beri Komentar