テャテッツソツステδッテつソテつステャテッツソツステモテつゥ MEN
Dream - Kementerian Agama mengimbau masyarakat Muslim untuk melaksanakan sholat gerhana pada 17 Juli 2019. Sebab, saat itu diprediksi bakal terjadi gerhana bulan.
" Puncak gerhana akan terjadi pada pukul 04:30 WIB," ujar Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Muhammadiyah Amin, dalam keterangan tertulis, Senin 15 Juli 2019.
Menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, wilayah Indonesia bagian barat dan tengah bisa mengamati gerhana bulan. Gerhana bulan terjadi mulai bisa diamati pada 03.01 WIB hingga 05.59 WIB, pada Rabu depan.
Amin mengatakan, Bimas Islam telah mengirimkan surat edaran kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenag untuk mengajak masyarakat melakukan sholat gerhana atau sholat khusuf.
" Pelaksanaan sholat gerhana disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerahnya masing-masing," ucap dia. Kemenag juga mengajak masyarakat memperbanyak zikir, istighfar, sedekah, dan amalan lain.
Dream - Tahun lalu masyarakat Indonesia disuguhi fenomena langit yang sangat langka: gerhana bulan total. Fenomena yang juga disebut blood moon atau bulan darah tergolong langka karena durasinya sangat lama.
Peristiwa yang terjadi pada 28 Juli 2018 itu memang berlangsung cukup lama, yaitu pukul 01:24:25 WIB hingga pukul 05:19:03 WIB. Gerhana bulan total ini juga menjadi yang terlama dalam abad ini.
Gerhana bulan total terjadi karena bayangan Bumi benar-benar menutupi bulan. Saat itu Bumi berada diantara matahari dan bulan pada garis lurus yang sama. Akibat posisi yang sedemikian rupa, sinar matahari tidak sampai ke bulan karena terhalang Bumi.
Fenomena gerhana bulan total kemungkinan akan terjadi juga pada 21 Januari 2019. Namun menurut lembaga antariksa Amerika Serikat atau NASA, tak seperti gerhana bulan total Juli lalu, gerhana bulan tahun ini bisa disaksikan oleh mereka yang tinggal di Amerika Utara dan Amerika Selatan.
Beberapa wilayah di Eropa dan Afrika juga akan dapat melihat gerhana bulan total 21 Januari 2019 itu, jika cuaca memungkinkan.
Dikutip dari The Guardian, Jumat 11 Januari 2019, setidaknya kita akan melihat lima fenomena langit yang luar biasa di tahun ini. Apa saja itu? Simak di bawah ini:
Gerhana Bulan Total (Foto: Shutterstock)
Bayangan Bumi akan sepenuhnya menutupi bulan selama satu jam dan dua menit. Gerhana bulan total 21 Januari 2019 ini akan terlihat dari bagian barat Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Utara.
Gerhana bulan total ini kebetulan terjadi bersamaan dengan fenomena Supermoon atau bulan super. Dan Supermoon ini akan menjadi Super Blood Wolf Moon atau gerhana bulan darah serigala.
Super Blood Wolf Moon merupakan gerhana bulan yang terlihat tampak sangat besar dari ukuran aslinya dan berwarna merah. Warna merah darah pada gerhana bulan tersebut dihasilkan dari efek atmosfer Bumi yang memiliki panjang gelombang cahaya yang berbeda.
Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa pada tanggal 21 Januari nanti akan muncul fenomena Supermoon atau Bulan Super. Disebut Supermoon karena bulan berada dalam posisi terdekatnya dengan Bumi.
Secara spesifik, bulan super bisa merupakan bulan purnama atau bulan baru. Ketika fenomena ini terjadi, bulan tampak lebih besar dan lebih terang 15 hingga 30 persen. Selain itu, Supermoon akan menyebabkan terjadinya pasang dan gelombang laut yang lebih dahsyat dari biasanya.
Selain tanggal 21 Januari, Supermoon juga akan muncul pada tanggal 19 Februari dan 21 Maret 2019.
Planet Mars dan Uranus akan tampak seolah sangat dekat satu sama lain pada 13 Februari 2019. Fenomena langit ini disebut dengan konjungsi.
Dalam ilmu astronomi konjungsi merupakan peristiwa saat dua benda langit berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Sehingga, jika dilihat dengan mata telanjang seolah sangat dekat satu sama lain padahal secara fisik sangat jauh.
Selama lima jam 29 menit Planet Merkurius akan terlihat melintas di depan Matahari. Selama ini, fenomena langka tersebut telah terjadi sebanyak 13 kali. Dan di abad 21 ini, Planet Merkurius akan terlihat dari Bumi untuk yang kedua kalinya. Planet Merkuris terakhir terlihat pada 2016.
Untuk melihat Planet Merkurius ini tetap saja membutuhkan teleskop.
Hujan meteor (Foto: Shutterstock)
Hujan meteor ini berasal dari 3200 Phaethon- sebuah asteroid yang ditemukan pada 1983 dan mengorbit Matahari setiap 3,3 tahun. Hujan benda langit yang spektakuler ini biasanya menghasilkan sekitar 100 meteor per jam.
Tapi, hujan meteor ini terjadi berdekatan dengan bulan purnama, yang akan mengurangi sinarnya. Hujan meteor Geminid paling baik diamati sebelum fajar.
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib