Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Sah tidaknya ibadah sholat dapat dilihat dari terpenuhi atau tidak syarat-syaratnya. Dalam kaidah syara', salah satu syarat sah sholat adalah menghadap arah kiblat.
Syarat ini merupakan perintah dari Allah SWT yang tercantum dalam firmannya di Surat Al Baqarah ayat 144.
" Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram."
Perintah ini diperkuat dengan sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.
" Bila engkau hendak menjalankan sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah kiblat."
Ada kalanya kita tidak mengetahui arah kiblat. Misalnya tatkala dalam perjalanan atau berada di tempat baru. Lantas bagaimana sholat kita jika tidak mengetahui arah kiblat?
Dikutip dari NU Online, mengetahui arah kiblat sebenarnya dapat dilakukan secara yaqin atau zhaan (dugaan). Penetapan berdasarkan yaqin berlaku bagi orang yang tinggal dekat Kabah.
Sedangkan penetapan dengan zhaan berlaku bagi orang yang tidak tinggal di dekat Kabah. Sehingga, keyakinannya akan arah kiblat berdasarkan dugaan.
Kemudian, orang yang jauh dari Kabah bisa mengetahui arahnya lewat beragam cara. Di antaranya melalui mihrab masjid yang sudah teruji arahnya, berita dari orang terpercaya yang mengaku melihat Kabah, berita banyak orang yang sampai taraf mutawatir (diyakini secara turun temurun), dengan bait al ibrah atau kompas.
Fungsi bait al ibrah kini tidak melulu hanya bisa dengan kompas. Bisa dengan aplikasi maps atau apapun seiring perkembangan teknologi.
Jika dalam kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk mengetahui arah kiblat, maka dianjurkan seseorang untuk berijtihad. Caranya bisa dengan mencermati arah matahari.
Terkait dengan sholat yang sudah terjadi padahal arah kiblat tidak diketahui, ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama, apabila sudah sholat dan baru diketahui hasil ijtihadnya keliru, maka dianggap tidak sah. Orang yang bersangkutan diharuskan mengulang kembali sholatnya berdasarkan informasi yang benar terkait arah kiblat.
Pendapat ini dianalogikan pada hakim yang menjatuhkan putusan berdasarkan ijtihad. Apabila diketahui ada dalil yang menyelisihi ijtihadnya, maka hakim harus segera membatalkan putusannya dan kembali kepada ketentuan yang ada.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan tetap sah meskipun hasil ijtihad arah kiblatnya terbukti keliru setelah sholat selesai dikerjakan. Sehingga, orang yang bersangkutan tidak perlu mengulangi sholatnya.
Dasarnya, orang meninggalkan kiblat dalam kondisi ini disebabkan adanya uzur. Persoalan ini diibaratkan seperti sholat dalam kondisi perang.
Dua pendapat ini diterangkan oleh Syeikh Al Khathib Al Syarbini dalam kitabnya Mughnil Muhtaj.
Sumber: NU Online.
Advertisement
Penasaran Suasana Kuliah, Kakek 60 Tahun Wujudkan Impian Jadi Mahasiswa
Cemaran Radiasi Cs-137 Terdeteksi, KLH Tetapkan Status Kejadian Khusus di Kawasan Industri Cikande
Fakta-fakta Psikosomatis, Gangguan Fisik yang Dipicu Kondisi Psikologis
Ponpes Al Khoziny yang Ambruk, Ternyata Usianya Lebih dari Satu Abad
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Trik Korean Makeup Look dari Verren Ornella di Campus Beauty Fair
Gelar Community Gathering, Dompet Dhuafa Jalin Sinergi Kebaikan dengan Ratusan Komunitas
3 Artis Indonesia Sukses Turunkan Berat Badan dengan Intermittent Fasting
Diet Telur yang Benar Efektif Turunkan Berat Badan, Pastikan Perhatikan Hal Ini