Lima Tahun Lebih Jadi Tersangka, RJ Lino Akhirnya Ditahan KPK

Reporter : Ahmad Baiquni
Jumat, 26 Maret 2021 18:26
Lima Tahun Lebih Jadi Tersangka, RJ Lino Akhirnya Ditahan KPK
RJ Lino diduga memanfaatkan jabatan dalam proses lelang pengadaan crane di Pelindo II.

Dream - Mantan Dirut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost Lino, akhirnya ditahan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Lino telah lima tahun menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan crane pada 2009.

" Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka selama dua pekan sejak 26 Maret sampai dengan 13 April 2021 di Rutan Negara Kelas 1 Cabang KPK," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 2015. Tetapi, Lino tak pernah ditahan sementara kasusnya terus ditangani.

Saat itu, Lino dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Alex menjelaskan, Lino diduga memanfaatkan jabatannya terkait lelang pengadaan Quay Container Crane (QCC) yang dinyatakan gagal. Sehingga, terjadi penunjukan langsung atas pengadaan tersebut dengan pelaksanan PT Barata Indonesia.

" Namun penunjukan langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada standar Eropa," kata Alex.

1 dari 2 halaman

Pada 18 Januari 2010, Lino diduga melalui disposisi surat memerintahkan FY selaku Direktur Operasi dan Teknik untuk melakukan pemilihan langsung. Tiga perusahaan diundang yaitu ZPMC, Wuxi, HDHM dari China dan Doosan dari Korea Selatan.

Februari 2010, Lino diduga memerintahkan perubahan Surat Keputusan Direksi Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II. Surat tersebut mencabut ketentuan penggunaan komponen dalam negeri.

" Perubahan itu dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri. Adapun Surat Keputusan Direksi PT. Pelindo II (Persero) tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan," kata Alex.

Menurut Alex, penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJL dengan menuliskan disposisi " GO FOR TWINLIFT" pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik. Padahal, pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.

2 dari 2 halaman

Untuk diketahui, harga kontrak seluruhnya dari proyek pengadaan ini adalah US$15.554.000, terdiri dari US$45.344.000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, USD$4.920.000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan US$5.290.000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.

Catatan KPK yang didapat dari ahli di ITB, diketahui Harga Pokok Produksi (HPP) proyek tersebut seharusnya hanya sebesar US$3.356.742 untuk QCC Pelabuhan Panjang, US$2.996.123 untuk QCC Pelabuhan Palembang dan US$3.314.520 untuk QCC Pelabuhan Pontianak.

" Akibat perbuatan RJL ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan 3 unit QCC tersebut sebesar US$22.828.940 sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang 3 unit QCC tersebut BPK tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh, sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020," kata Alex.

Sumber: Merdeka.com

Beri Komentar