Menag Fachrul Razi (Foto: Dream.co.id/Muhammad Ilman Nafi`an)
Dream - Menteri Agama, Fachrul Razi, angkat bicara terkait bom bunuh diri di Mapolresta Medan. Menurutnya, potensi radikalisme di Tanah Air sangat kecil.
" Ya masalah itu kan itu potensi radikal di Indonesia kecil, sangat-sangat kecil," ujar Fachrul di Jakarta, Rabu 13 November 2019.
Mantan Wakil Panglima TNI ini mengatakan, meski sering mengeluarkan pernyataan mengenai radikalisme, bukan berarti hal itu dianggap sangat mengkhawatirkan.
" Sangat kecil itu, jadi bukan berarti ngomong radikalisme, 'wuuh besar sekali'," ucap dia.
Meski demikian, lanjut dia, aksi radikalisme yang dilakukan satu orang di antara jutaan masyarakat dapat membuat suatu pandangan yang tidak baik.
Tak lupa, Fachrul mengajak semua pihak senantiasa memerangi aksi radikalisme di mana pun berada.
" Kita sama-sama eliminasilah. Kita bangun daya tangkal, daya cegah, dan penindakan," kata dia.
Dream - Menteri Agama, Fachrul Razi enggan berkomentar mengenai kasus bom bunuh diri di Mapolresta Medan, Sumatera Utara.
" Saya belum cemat banget ngikutinnya. Jadi enggak berani komen takut salah," kata Fachrul, dilaporkan Liputan6.com, Rabu, 13 November 2019.
Dia mengatakan, pencegahan teror akan terus diupayakan pemerintah. Sebab, ini terorisme berbahaya.
" Kalau (pencegahan) efektif enggak efektif itu kan relatif. Tapi, yang jelas upaya itu dilakukan intensif. Semua orang sadar itu sangat berbahaya," kata dia.
Fachrul juga membantah deradikalisasi pemerintah tidak mempan. " Siapa bilang?" ucap dia.
(Sumber: Liputan6.com)
Dream - Menteri Agama, Fachrul Razi menilai imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, tentang pejabat muslim tak mengucapkan salam dari agama lain mempunyai dasar hukum. Tapi, seseorang yang mengucap salam dari berbagai agama juga punya dasar hukumnya.
" Gini apa yang disampaikan dasar hukumnya ada. Tapi, orang yang menyampaikan (salam) beda, ada dasar hukumnya," kata Fachrul, dilaporkan Merdeka.com, Rabu, 13 November 2019.
Fachrul menyontohkan, Nabi Ibrahim mengucap salam kepada ayahnya. Padahal, keduanya berbeda keyakinan.
" Misalnya, ada Nabi Ibrahim menyampaikan assalamualaika pada ayahnya, yang ayahnya pembuat berhala. Assalamualaika itu kan sama, saya doakan kamu sejahtera, selamat, gitu kan sama," kata dia.
Menilik dari dasar tersebut, Menag menilai imbauan MUI Jatim maupun pejabat yang memilih mengucap salam dari berbagai agama tidak salah.
" Jadi ada dasar hukumnya. Tapi, apa yang dia sampaikan (MUI) enggak salah bagaimana saya katakan tadi," ucap dia.
Dream - Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi, meminta masyarakat menghentikan perdebatan pengucapan salam lintas agama dalam berpidato.
" Karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman dan mengganggu harmoni kehidupan umat beragama," ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya, Selasa 12 November 2019.
Meski demikian, Zainut tetap menghargai pendapat yang melarang ucapan salam lintas agama tersebut. Semua pendapat, kata dia, masih bisa didiskusikan.
" Semua itu masih dalam koridor dan batas perbedaan yang dapat ditoleransi," ucap dia.
Zainut mengimbau pemimpin umat antaragama untuk saling berdiskusi mengenai hal ini agar umat tidak menjadi bingung.
" Mendiskusikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan sehingga masing-masing pihak dapat memahami permasalahannya secara benar," ucap dia.
Menurutnya, yang terpenting dalam perdebatan ini yaitu kerukunan umat beragama dan cara menghormati keyakinan dan kepercayaan masing-masing.
" Semua pihak hendaknya membangun pemahaman yang positif, mengembangkan semangat toleransi dan merajut tali persaudaraan," kata dia.
Dream - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam yang melakukan pidato, khususnya pejabat, tidak mengucapkan salam lintas agama.
Imbauan tersebut disampaikan lewat Surat Edaran yang ditandatangani Ketua Umum MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori, dan Sekretaris Umum MUI Jatim, H Ainul Yaqin.
Dalam surat itu, Buchori mengingatkan perlu ada batasan mengenai cara toleransi beragama. Menurut dia, toleransi bukan dengan cara menggabungkan, menyeragamkan, atau menyamakan yang berbeda.
" Tapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan, dengan bersedia hidup bersama di masyarakat," kata Buchori melalui surat edaran tersebut.
Islam tidak mengajarkan untuk mencampurkan urusan agama yang berbeda. Buchori pun merujuk pada Surat Al Baqarah ayat 256, yang berisi " Untukmu agamamu, dan untukku lah agamaku" .
Mengenai salam lintas agama, Buchori menjelaskan lafal " Assalamu'alaikum" mengandung arti " Semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian" , Namo Buddaya artinya " terpujilah Sang Budha" dan berbagai salam dari agama lain bermakna suatu panjatan kepada Tuhan masing-masing.
" Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid'ah yang tidak pernah ada di masa lalu, minimal mengandung nilai subhat yang patut dihindari," ucap dia.
Dengan alasan itu, MUI Jatim mengimbau umat Islam cukup mengucapkan assalamu'alaikum saja dalam mengawali pidato.
" Dengan demikian, bagi umat Islam akan terhindar dari perbuatan subhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya," kata dia.
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas