Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas (Foto: Muhammadiyah)
Dream - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, meminta semua pihak mengurangi pembicaraan mengenai radikalisme. Dia menekankan hal itu khususnya kepada Pemerintah.
" Kepada pihak pemerintah dan media agar mengurangi dosis pembicaraan tentang radikalisme, karena apa yang ada selama ini terasa sudah melebihi dosis dan proporsinya," ujar Anwar dalam keterangan tertulisnya, Kamis 7 November 2019.
Anwar mengatakan bukan tidak penting membahas isu radikalisme. Tapi, ada hal lain yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah.
" Persoalan yang dihadapi bangsa ini tidak hanya masalah radikalisme, masih banyak persoalan lain yang harus kita perhatikan dan pikirkan," kata dia.
Dia pun merinci sejumlah masalah yang hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yaitu di bidang ekonomi, pendidikan, politik. Di antara bidang-bidang itu, Anwar lebih menyoroti sistem pendidikan Indonesia.
Menurut Anwar, sistem pendidikan Indonesia belum mampu mencetak generasi bangsa yang dikehendaki Presiden Joko Widodo, yang memiliki karakter Pancasilais.
" Ternyata realitanya masih sangat jauh panggang dari api," ucap dia.
Bahkan pendidikan Indonesia telah menciptakan generasi sekuler jauh dari Tuhan.
" Karena pendidikan yang kita berikan kepada mereka lewat mata ajar yang ada, terputus dan tidak terikat dengan Tuhan," kata dia.
Anwar berpandangan dunia pendidikan Indonesia hendaknya dibenahi. Ini agar mampu mencetak generasi bangsa yang terdidik dan patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dream - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas turut mempertanyakan wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengusulkan penggantian istilah radikalisme menjadi manipulator agama.
" Saya sampai sekarang belum paham apa yang dimaksud dengan radikalisme," ujar Anwar di Kantor MUI, Jakarta, Jumat, 1 November 2019.
Anwar juga saat ini masih belum mengetahui perbedaan orang yang memperjuangkan agamanya itu masuk dalam istilah radikalisme atau tidak.
" Oleh karena itu bagi saya, saya ingin banyak mendengar dulu apa yang dimaksud dengan oleh teman-teman ini dengan radikalisme?" ucap dia.
Selain itu, Anwar juga merasa heran dengan istilah radikalisme hanya berada pada pelakunya yang beragama Islam.
" Sepanjang pengetahuan saya nih, teman-teman di Papua ingin melakukan separatisme, tidak ada kata radikal, itu orang-orang yang melakukan gerakan kemarin itu disebut separatisme," kata dia.
Menurutnya, istilah radikalisme yang selama ini disematkan kepada pelaku yang beragama Islam terlalu tendensius. Sehingga mayoritas umat Muslim yang melakukan kesalahan dianggap radikal.
Anwar pun belum dapat menyepakati perubahan istilah radikal menjadi manipulator agama.
" Ya kita renungkan dululah, apakah diksi itu tepat atau tidak," kata dia.
Dream - Jokowi meminta jajarannya mencegah merebaknya gerakan radikalisme di Indonesia. Saat memimpin rapat terbatas terkait program Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jokowi melempar wacana mengubah istilah radikalisme dengan manipulator agama.
" Atau mungkin enggak tahu, apakah ada istilah lain yang bisa kita gunakan, misalnya manipulator agama. Saya serahkan kepada Pak Menko Polhukam untuk mengkoordinasikan masalah ini," kata Jokowi, dikutip dari Liputan6.com, Kamis 31 Oktober 2019.
Presiden bernama lengkap Jokowi itu mengatakan, salah satu fokus pemerintahannya lima tahun ke depan yaitu pemberantasan radikalisme dan intoleransi. Dia ingin dua program itu dilakukan secara konkret.
Dalam kesempatan itu pula Jokowi menyinggung penunjukan Fachrul Razi sebagai menteri agama. Posisi itu disoal sejumlah pihak karena latar belakang Fachrul yang merupakan pensiunan tentara.
" Terkait menteri agama, (pertama) sejarah juga telah ada menteri agama dari TNI. Kedua, kita ingin yang berkaitan dengan radikalisme, yang berkaitan intoleransi itu betul-betul secara konkret bisa dilakukan oleh kementerian agama," ujar dia.
Sumber: Liputan6.com/Lizsa Egeham
Dream - Menteri Agama, Fachrul Razi, mengatakan, penggunaan cadar atau niqab sebenarnya tidak memiliki landasan hukum syariat yang kuat.
" Cadar itu tidak ada dasar hukumnya di Alquran maupun Hadis dalam pandangan kami," ujar Fachrul di Kemenko PMK, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2019.
Meski demikian, kata dia, Kementerian Agama tidak melarang penggunaan cadar di kalangan Muslimah. Tapi dia mengingatkan bahwa cadar bukanlah tolok ukur ketakwaan seseorang.
" Kalau orang mau pakai silakan dan itu bukan ukuran ketakwaan orang, bukan berarti kalau sudah pakai cadar takwanya tinggi, sudah dekat dengan Tuhan," ucap dia.
Terkait dengan rencana pelarangan cadar di instansi pemerintahan, Fachrul mengandaikannya dengan ketentuan lepas helm saat masuk kantor instansi. Ketentuan ini diberlakukan dengan tujuan untuk menciptakan keamanan.
" Betulkan dari sisi keamanan, kalau ada orang bertamu ke saya enggak tunjukin muka, enggak mau saya. Keluar Anda," kata dia.
Fachrul juga mengatakan, terjadi kesepakatan di lingkungan Kemenag yang menyatakan penggunaan cadar bukan parameter ketakwaan.
" Semua samain sikap, tidak ada aturan aturan (menggunakan cadar) dan bukan ukuran ketakwaan," tegas Fachrul Razi.
Advertisement
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Hari Santri, Ribuan Santri Hadiri Istighasah di Masjid Istiqlal
4 Cara Top Up Roblox dengan Mudah dan Aman, Biar Main Makin Seru!
Ada Mobil Listrik di Konser Remember November Vol.3 - Yokjakarta