Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream – Istilah sholawatan sering dipakai untuk menyebut aktivitas yang dilakukan oleh jamaah yang bersama-sama membaca sholawat Nabi. Tentu saja bagi seorang Muslim, acara sholawatan merupakan amalan yang sudah tak asing lagi. Membaca sholawat juga disertakan dalam bacaan sholat dan doa-doa lainnya.
Rupanya membaca sholawat atau disebut sholawatan ini menuai perdebatan di kalangan para ulama. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca sholawat dalam acara sholawatan, apakah hukumnya wajib, sunnah, atau mubah.
Terlepas dari perbedaan hukumnya, sejatinya tujuan utama sholawatan ialah untuk mengungkapkan rasa cinta kita kepada Rasulullah SAW, mengetahui sejarah dan kisah hidupnya, serta sebagai doa supaya kelak mendapat syafat beliau SAW di hari akhir.
Bahkan dalam Al-Quran hukum bersholawat juga telah dijelaskan yaitu pada Surat Al-Ahzab ayat 56.
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Artinya: " Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."
Lantas apa sebenarnya hukum sholawatan menurut para ulama? Apa fadhilah atau keutamaan membaca sholawat? Mari simak penjelasan selengkapnya di bawah ini sebagai Dream rangkum dari berbagai sumber.
Sholawatan atau membaca sholawat rupanya memiliki perbedaan hukum. Disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, para ulama tidak satu kata dalam menyematkan hukum membaca sholawat. Menurutnya, perbedaan pendapat mengenai hukum sholawatn dibagi menjadi sepuluh kelompok. Hal ini tertuang dalam Kitab Fathul Barri Syarh Shahih Al-Bukhari. Berikut penjelasan selengkapnya:
Pendapat pertama menyebutkan bahwa hukum membaca sholawat ialah sunnah. Ibn Jarir at-Thabari adalah salah satu ulama yang mendukung pendapat ini. Menurut beliau, pendapat ini adalah pendapat yang paling jamak dan telah menjadi kesepakatan para ulama.
Berbeda dari pendapat yang pertama, hukum membaca sholawat yang kedua adalah wajib tanpa batasan apapun. Ibnu Al-Qishar adalah salah satu ulama yang mendukung hukum wajib membaca sholawat.
Menurut Abu Bakar Al-Razi dari kalangan ulama Hanafiyah dan Ibnu Hazm menyebutkan hukum sholawat adalah wajib sebagaimana wajibnya membaca kalimat tauhid dalam sholat wajib dan sunnah. Pendapat ketiga ini juga semakin dikuatkan oleh dukungan Imam al-Qurthubi dan Ibnu 'Athiyyah.
Pendapat keempat diutarakan oleh Imam Syafi'i beserta para pengikutnya. Imam Syafi'i menyebut hukum membaca sholawat ialah wajib, namun hanya pada waktu duduk tahiyat akhir yaitu antara uacpan tasyahud dan salam. Sementara dalam kondisi lain tidak dihukumi wajib.
Hukum sholawatan yang kelima disampaikan oleh Al-Syaʽbi dan Ishaq ibnu Rahawaih. Kedua ulama itu menyebut hukum sholawat ialah wajib pada saat tasyahud sholat. Berbeda dari pendapa keempat, hukum kelima ini berarti berlaku pada tasyahud awal dan akhir.
Abu Jaʽfar al-Baqir menyebutkan hukum sholawatan adalah wajib pada saat sholat tanpa batasan. Berdasarkan pendapat ini, sholawat bisa dibaca kapanpun, asalkan dalam keadaan sholat.
Salah satu ulama dari Madzhab Maliki, Abu Bakr bin Bukair menyebutkan wajib bagi umat Islam untuk memperbanyak sholawat tanpa batasan jumlah.
Pendapat kedelapan ini diutarakan oleh Imam Al-Thahawi, Ibnu 'Araby, Al-Zamakhsyari dan beberapa ulama lain. Bahwasannya hukum membaca sholawat ketika nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam disebutkan adalah wajib. Artinya pada saat ada yang menyebut nama Rasulullah kita diharuskan untuk membaca sholawat.
Selanjutnya, lebih spesifik lagi pendapat al-Zamakhsyari menyebutkan bahwa wajib membaca sholawat satu kali di setiap majelis, walaupun dalam majelis itu sering disebutkan nama Rasulullah berulang-ulang.
Hukum sholawat pada pendapat ke sepuluh ini salah satunya juga disampaikan oleh Al-Zamakhsyari, bahwa membaca sholawat diwajibkan dalam setiap doa yang dipanjatkan.
Munculnya perbedaan pendapat dalam membaca sholawat dipengaruhi oleh hadis-hadis yang menjadi rujukan. Imam Al-Ityubi (pendepata kedelapan) menyebutkan hukum membaca sholawat adalah wajib saat nama Rasulullah disebut, hal ini karena didukung oleh sebuah hadis riwayat Abu Hurairah.
Hadis itu menyebutkan, Rasulullah bercakap-cakap dengan seorang lelaki yang ternyata adalah perwujudan Jibril. Jibril berkata kepada Rasulullah, apabila ada orang yang mendengar nama Rasulullah disebut, tapi ia tidak bersholawat kepada Rasulullah, maka ketika ia meninggal dunia, ia masuk neraka. Hadis tersebut biasa ditemukan dalam Kitab Shahih Ibn Hibban.
Begitupula pendapat lainnya, seperti Al-Ityubi yang menyatakan ada ancaman neraka yang diberikan Jibril dan diaminkan oleh Rasul menunjukkan bahwa hal itu akan diberikan kepada orang yang meninggalkan kewajiban. Berarti hukum membaca sholawat (dalam hadits tersebut) wajib ketika nama Rasulullah disebutkan. Penjelasan ini tercantum dalam Kitab Dakhîrah al-Uqbâ fi Syarḥ al-Mujtabâ karya Muhammad ibn ʽAlî ibn Adam al-Ityûbî.
Berbeda dengan Imam Syafi’i (pendapat keempat) yang mendasarkan argumentasinya pada sebuah hadits lain riwayat Abu Mas’ud al-Badri.
“ Seorang laki-laki menghadap Rasul Saw hingga ia duduk di depan Rasulullah Saat itu kami (para sahabat) berada di sampingnya. Kemudian laki-laki itu bertanya, “ Wahai Rasulullah Adapun salam kepadamu kami sudah tahu. Lalu bagaimana dengan shalawat kepadamu saat kami melakukan shalat?” Rasul kemudian diam, hingga kami menyukai sesungguhnya laki-laki itu tidak bertanya (lagi) kepada Rasulullah Rasul kemudian menjawab, “ Ketika kalian membaca shalawat kepadaku, maka ucapkanlah: “ Ya allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya karena engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya engkau Maha Terpuji lagi Maha Penyayang Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya karena engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya engkau Maha Terpuji lagi Maha Penyayang."
Setelah mengetahi perbedaan hukum membaca sholawat di atas, Sahabat Dream juga perlu mengetahu fadhilah mengamalkannya. Sebab semua pendapat di atas berdasarkan argumentasi dan rujukan yang shahih, sehingga mengamalkan sholawat adalah sesuatu yang penting bagi umat Islam.
Perbedaan pendapat mengenai hukum sholawatan terjadi karena perbedaan rujukan yang diambil. Semua rujukan berasal dari hadis Nabi, jadi sudah semestinya tidak perlu diperdebatkan.
Daripada memperdebatkan perbedaan, sebaiknya kita pahami saja fadhilah dari membaca sholawatan. Salah satunya ialah bisa mempertebal keimanan seseoang. Benarkah? Simak detailnya di bawah ini!
Sumber: NU Online, merdeka.com
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas