Risiko Ghibah Saat Sedang Puasa (Foto Ilustrasi: Shutterstock.com)
Dream - Ghibah atau bergosip adalah membicarakan keburukan atau aib orang lain. Istilah lainnya adalah bergunjing, di mana hal ini masih banyak dilakukan orang-orang dalam kehidupannya, bahkan secara tidak disadari.
Di dalam Islam sendiri, perbuatan ghibah sangatlah dilarang karena bisa mendatangkan dosa serta menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan seseorang. Bahkan perkara ghibah ini juga dijelaskan dalam salah satu ayat, yakni surat Al-Hujurat ayat 12 yang mengatakan bahwa ghibah diibaratkan seperti sedang memakan bangkai saudaranya sendiri. Mengerikan sekali bukan?
Melakukan ghibah saja sudah sangat dilarang, lalu bagaimana jika melakukannya saat sedang puasa? Risiko seperti apa yang akan didapatkan oleh seseorang yang mengghibah saat sedang puasa?
Untuk mengetahui penjelasannya, berikut sebagaimana dirangkum Dream melalui berbagai sumber.
Dikutip dari merdeka.com, ghibah berasal dari bahasa Arab, yakni ghaabaa, yaghiibu, ghaiban yang berarti ghaib dan tidak hadir. Melalui pengertian itulah bisa dipahami bahwa ghibah adalah bentuk ketidakhadiran seseorang dalam suatu pembicaraan.
Dalam agama Islam, ghibah sendiri sangatlah dilarang karena bisa mendatangkan risiko berupa fitnah. Bahkan ghibah sangat dekat dengan perbuatan buruk lainnya, seperti iri, dengki, dan fitnah.
Orang yang suka ghibah pun dijelaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 12 berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: " Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12)
Selain itu, juga dijelaskan dalam sebuah hadis berikut:
" Orang Islam itu saudara bagi orang Islam lain, jangan saling mengkhianati, jangan saling membohongi, dan jangan saling merendahkan, setiap Muslim atas Muslim yang lain itu haram rahasianya, hartanya dan darahnya, taqwa itu ada di sini (dalam hati) cukup seseorang dikatakan jelek jika memandang rendah saudaranya Muslim." (HR. At-Tirmidzi)
Lalu, bagaimana dengan perbuatan ghibah yang dilakukan saat sedang puasa? Konsekuensi apa yang akan didapatkan?
Imam Al-Ghazali mengutip komentar dari Al-Minawi mengenai sebuah hadis yang menjelaskan bahwa orang yang melakukan puasa, tetapi berbuka dengan yang haram atau memakan daging saudaranya (ghibah), maka orang tersebut adalah orang yang berpuasa dan tidak bisa menjaga anggota tubuhnya untuk jauh dari perbuatan dosa.
Kemudian terdapat pernyataan " kecuali rasa lapar" , maksudnya adalah ia tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT dan puasanya pun tidak diterima. Jadi, ia harus menggantu atau mengqodho puasanya tersebut.
Seperti halnya sabda dari Nabi Muhammad saw berikut:
“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong, dan melakukan perbuatan bohong, maka Allah tidak membutuhkan lagi ia meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).” (HR Al-Bukhari)
Melalui hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang berpuasa, tetapi tidak bisa menahan diri dari kata-kata kotor dan berbohong, maka nilai puasanya akan dikurangi, dibenci oleh Allah SWT, dan puasanya tidak diterima.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa hadis di atas tidak diartikan sebagai puasa yang dilakukan batal. Tetapi sebagai peringatan untuk orang-orang yang melakukan hal tersebut di saat sedang puasa. Jadi, ia tidak perlu sampai membatalkan puasanya, lalu mengqodhonya di luar bulan Ramadhan.
Kemudian menurut madzhab Imam Syafi'i, ketika ada seseorang yang melakukan ghibah di saat sedang puasa, maka ia dianggap sudah melakukan maksiat, namun tidak membatalkan puasa.
Advertisement