Shutterstock.com
Dream - Para investigator berhasil mengunduh data Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR) pesawat Ukraine International Airlines yang jatuh akibat rudal di Iran pada 8 Januari 2020.
Informasi tersebut disampaikan oleh Badan Investigasi Penerbangan Prancis, BEA, melalui akun Twitter mereka. Rekaman suara dan data penerbangan dari kotak hitam pesawat itu mulai dianalisis pada Selasa 21 Juli.
Namun, BEA belum mengungkap isi data CVR dan FDR tersebut. Selain itu, juru bicara BEA juga mengatakan bahwa informasi terkait rekaman tergantung pada keputusan Iran yang memimpin penyelidikan.
Pengunduhan data pesawat itu dilakukan dengan penyelidik Iran bersama para ahli dan perwakilan dari Kanada, AS, Swedia, Inggris, dan perwakilan dari Ukraine International Airlines.
Pada Juni lalu, Iran sepakat mengirim data perekam suara di pesawat tersebut kepada BEA untuk dianalisis, yang menandai akhir dari ketegangan dengan Kanada, Ukraina, dan Prancis.
Pesawat Boeing 737 yang jatuh karena rudal Iran itu menewaskan 176 orang, termasuk 57 warga negara Kanada.
Menteri Luar Negeri Kanada, Francois Philippe Champagne, menyatakan keraguannya soal laporan sementara dari Organisasi Penerbangan Sipil Iran, yang menyalahkan ketidakselarasan sistem radar dan kurangnya komunikasi antara operator pertahanan udara dan komandannya bahkan untuk insiden pesawat jatuh itu.
" Saya tidak mempercayai banyak kredibilitas dalam laporan itu. (Kecelakaan) ini bukan hanya hasil dari kesalahan manusia. Saya pikir itu akan menjadi penyederhanaan yang berlebihan dari apa yang sebenarnya terjadi," kata Philippe.
" Kita perlu memahami siapa orang yang bertanggung jawab, siapa yang memberi perintah itu, bagaimana mungkin wilayah udara masih terbuka, bagaimana rudal ini ditembakkan?," tambah dia.
Upaya pengunduhan data pesawat itu disebut oleh Ketua Dewan Keselamatan Transportasi Kanada (TSB), Kathy Fox, sebagai " langkah yang besar untuk kedepannya."
" Langkah selanjutnya tentu saja akan memvalidasi data itu, dan memeriksa kualitasnya," tambah Kathy Fox.
Berdasarkan kebijakan global, negara yang menjadi lokasi kecelakaan pesawat bertanggung jawab atas investigasi. Mengacu aturan-aturan itu, Kanada berniat merevisinya.
Kebijakan tersebut dikenal dengan nama resmi mereka, yaitu " Annex 13," dimana suatu negara akan diminta untuk menyelidiki militernya bila kecelakaan terjadi.
" Kami berpikir bahwa Annex 13 perlu ditinjau dan direvisi untuk menghadapi situasi yang sangat spesifik ini," Jelas Kathy Fox, namun ia tidak menjelaskan lebih detail bagaimana kebijakan tersebut harus diubah.
Sumber: Liputan6.com
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
AMSI Ungkap Ancaman Besar Artificial Intelligence Pada Eksistensi Media
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu