Relawan Malaysia Kewalahan Kuburkan Jenazah Covid-19

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 7 Juni 2021 10:01
Relawan Malaysia Kewalahan Kuburkan Jenazah Covid-19
Jumlah kematian akibat Covid-19 di Malaysia meningkat tajam.

Dream - Relawan Malaysia yang membantu prosesi pemakaman untuk jenazah Muslim kewalahan. Tidak seperti biasanya, mereka harus bekerja cepat menyusul banyaknya kematian akibat pandemi Covid-19 terburuk yang melanda Negeri Jiran tersebut.

Mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, Tim Manajemen Pemakaman Malaysia biasanya dipanggil oleh rumah sakit untuk membantu keluarga memberikan penghormatan terakhir mereka dengan cara yang aman. Tim tersebut dipimpin Muhammad Rafieudin Zainal Rasid, seorang tokoh agama setempat.

Rafieudin mengatakan para relawan saat ini menangani hampir 30 kali lebih banyak jenazah daripada yang mereka lakukan tahun lalu. Anggota tim juga sudah berkembang menjadi 2.000 orang namun masih saja kewalahan.

" Sebelumnya, sekitar satu hingga tiga kasus per bulan, tetapi sekarang kami menangani dua hingga tiga kasus sehari," ujar Rafieudin.

Dia mengatakan itu hanya tim yang bekerja di Kuala Lumpur. Di negara bagian lain tentu berbeda.

 

1 dari 5 halaman

2-3 Hari Baru Selesai Makamkan 10 Jenazah

Para relawan berangkat dari rumah sakit ke kamar mayat untuk mempersiapkan jenazah yang akan dimakamkan dan juga menunaikan sholat jenazah di pemakaman. Terkadang bergabung dengan anggota keluarga yang juga diberikan APD lengkap

Tetapi karena jumlah kematian akibat virus meningkat di negara berpenduduk mayoritas Muslim, terkadang sulit untuk menguburkan jenazah dalam waktu 24 jam seperti yang biasa dilakukan menurut syariat.

" Kalau hari ini ada lebih dari 10 kasus di pemakaman yang sama, mungkin butuh dua hingga tiga (hari) untuk menyelesaikan semuanya," katanya.

Beban kasus keseluruhan di Malaysia memang jauh lebih rendah daripada beberapa negara tetangga. Tetapi rasio infeksi terhadap populasi, lebih dari 16 ribu kasus per satu juta, adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, menurut data publik.

" Kami khawatir risikonya akan lebih berbahaya bagi kita semua yang terpapar karena kami yang menangani jenazah," kata Rafieudin, dikutip dari Asia One.

2 dari 5 halaman

Kisah Sedih Dokter di Malaysia Dampingi Detik-Detik Terakhir Pasien Covid-19

Dream - Tidak bisa diragukan jika kehidupan pasien Covid-19 di rumah sakit sangat menderita. Mereka harus berjuang seorang diri tanpa kehadiran keluarga di dekatnya karena pembatasan akses yang memang tak diberikan tenaga kesehatan.

Di tengah kondisi tersebut, para dokter sering kali menjadi orang terakhir yang ditatap pasien sebelum meninggal. Mereka mendampingi pasien tersebut menjelang ajal menjemputnya.

Kisah ini dialami Ameer Firdaus Zulkeflee, seorang dokter di unit perawatan intensif (ICU) di Rumah Sakit Raja Perempuan Zainab II, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia. Dia bercerita bagaimana dokter di garis depan penanganan gelombang ketiga Covid-19 Malaysia memberikan perawatan di akhir hayat selama krisis.

Dia mengungkapkan kebanyakan para dokter hanya dapat menghibur pasien yang sekarat dengan duduk di samping tempat tidur mereka hampir setiap hari. Pengalaman itu dibagikan Ameer lewat akun Instagramnya.

 

3 dari 5 halaman

Genggaman Tangan Dokter

Ameer mengunggah foto di Instagram story-nya Jumat lalu, memperlihatkan seorang dokter garis depan berpakaian APD lengkap. Sang dokter terlihat memegang tangan pasien yang terinfeksi Covid-19.

" Seringkali, kami adalah orang-orang yang memegang tangan mereka ketika mereka mulai menangis, atau ketika mereka mengambil nafas terakhir. Apa yang Anda tonton di Majalah 3 adalah nyata, di seluruh rumah sakit," tulis Ameer.

Menurut Ameer, banyak sekali pasien yang dirawat di bangsal ICU. Dari pasien yang mampu berbicara normal menggunakan saluran hidung aliran tinggi tetapi dengan sesak napas, hingga mereka yang benar-benar dibius dan membutuhkan bantuan ventilator pernapasan.

Para pasien, kata Ameer, memiliki telepon genggam yang digunakan khusus untuk menghubungi kerabat mereka. Panggilan video dilakukan setiap dua hingga tiga hari sekali sehingga mereka dapat melihat orang yang mereka cintai.

 

4 dari 5 halaman

Momen Pilu Kala Ucap Perpisahan

Ameer mengakui momen paling memilukan adalah ketika anggota staf mengatur selamat tinggal melalui panggilan video dan menghibur pasien agar tidak merasa meninggal sendirian.

" Kami melakukan video call dengan kerabat selama napas terakhir pasien sekarat. Benar-benar memilukan. Upaya terakhir kami adalah memberi mereka kesempatan untuk melihat orang yang mereka cintai sebelum mereka meninggal," ucap dia.

Sepanjang Jumat pekan lalu, Ameer mengaku telah menghubungi kerabat dari tiga pasien kritis. Hal itu membuat dia merasa sedih.

" Mereka menangis dan terus-menerus, meminta orang yang mereka cintai untuk bangun. Tapi jauh di lubuk hati saya tahu kesempatan pasien untuk bertahan hidup sangat tipis," kata dia.

 

5 dari 5 halaman

Dokter Tak Kuasa Menangis

Ameer bercerita para perawat tidak bisa menahan air mata mereka melihat anggota keluarga mengucapkan selamat tinggal kepada kerabat yang sekarat. Bahkan ada yang menangis saat merawat pasien dengan APD.

" Terkadang yang mereka butuhkan hanyalah sentuhan manusia. Seseorang yang dapat memegang tangan mereka dan memberi tahu mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja dan terus berjuang," ucap Ameer.

Ameer selalu berusaha menghibur pasien. Dia memberikan kalimat motivasi agar pasien semangat untuk sembuh.

" Biasanya saya bilang, " Paman harus kuat, banyak cucu sudah menunggu paman pulang ke rumah. Paman ingin bertemu mereka, kan?" ucap Ameer, dikutip dari World of Buzz.

Beri Komentar