Saudi Cap Pendakwah Awad Al Qarni Penebar Kebencian

Reporter : Maulana Kautsar
Selasa, 23 Juli 2019 16:00
Saudi Cap Pendakwah Awad Al Qarni Penebar Kebencian
Awad getol menentang gagasan yang dicanangkan Pemerintah Arab Saudi, salah satunya modernisme.

Dream - Pemerintah Arab Saudi resmi menetapkan pendakwah Awad Al Qarni sebagai penebar kebencian dan mendukung terorisme. Ini lantaran dia kerap menyampaikan materi dakwah yang provokatif. 

Dalam beberapa tahun belakangan, Awad Al Qarni menggunakan televisi untuk mengglorifikasi terorisme. Pandangan radikal dan interpretasi dogmatisnya tentang agama banyak dikritik sarjana di media massa Saudi dan media sosial.

Tetapi itu tidak menggoyahkan keyakinannya, terutama soal pandangannya terkait perang melawan terorisme. Dia menyebut upaya itu merupakan agenda yang 'dibuat-buat' negara-negara Barat untuk menjajah negara Timur dan menghancurkan gaya hidup masyarakatnya.

Awad lahir pada 1957 dan besar di Provinsi Balqarn di wilayah Asir, barat daya Saudi. Dia kini menjabat sebagai profesor di Universitas Islam Imam Muhammad ibn Saud.

Di sana, jauh sebelum kemunculan media sosial, Awad berhasil mempengaruhi massa lewat retorika dakwah bermuatan politis. Dia kerap menyampaikan khotbah bermuatan provokatif di masjid dan menyusun program pendidikan usai sekolah untuk kaum muda di kota Abha.

Analis politik Saudi, Qainan Al Ghamdi menyatakan argumentasi yang dibangun Awad mencerminkan pandangan gerakan Ikhwanul Muslimin. " Mereka yakin kampanye melawan terorisme mengancam rencana dan proyek mereka," kata Qainan kepada Arab News.

 

1 dari 5 halaman

Tidak Mengakui Peradilan Saudi

Awad juga dikenal sebagai pendakwah yang getol menentang kebijakan Pemerintah Saudi. Salah satunya yaitu soal modernisme yang kini tengah digaungkan di seluruh penjuru negara tersebut.

Awad berpandangan modernisme merupakan ide untuk membuat kerusakan. Sehingga, dia menyatakan gagasan tersebut harus dilawan.

“ Modernisme adalah ide subversif. Kaum modernis menghadirkan visi yang merusak dari kehidupan orang-orang yang mencakup semua aspeknya,” tulis Awad.

Menurut Qainan, antipati Awad pada sistem yang diterapkan Saudi berakar pada filosofi politik Ikhwanul Muslimin, salah satunya soal hukum. Meski tidak secara terbuka, para pengikut gerakan Ikhwanul Muslimin tidak mengakui peradilan Saudi.

" Pikiran mereka yang menyimpang dan pandangan penuh kebencian sangat kontras dengan hukum dan peraturan negara kita yang adil dan tidak memihak," kata Qainan.

2 dari 5 halaman

Didenda Ratusan Juta Rupiah

Pada Maret 2017, Awad pernah didenda 100 ribu riyal, setara Rp372 juta oleh Pengadilan Kriminal Khusus Riyadh. Dia juga dilarang menulis opini di media massa.

Pengadilan menyatakan Awad bersalah karena menyebarkan konten di Twitter yang dapat membahayakan ketertiban umum dan memancing opini publik.

Sedangkan pada September tahun yang sama, Awad ditangkap aparat keamanan Saudi bersama dua pendakwah lainnya, Salman Al Odah dan Ali Al Omari.

Tidak hanya menyebarkan kebencian, Awad juga dituduh mendanai Ikhwanul Muslimin dan kelompok-kelompok ekstremis lainnya di Semenanjung Sinai Mesir.

3 dari 5 halaman

Benarkah Kini Ulama Saudi Dukung Hari Valentine?

Dream - Hari Valentine yang dirayakan tiap 14 Februari kerap memicu perdebatan di kalangan Muslim. Beberapa ada yang menolak karena cenderung mengarah ke hal negatif, sementara itu ulama tak melarang asalkan tetap menjaga akhlak.

Ulama terkemuka Arab Saudi, baru-baru ini mengumumkan pendapat mengenai Hari Valentine. Ulama Ahmad Qassim Al Ghamdi menyebut perayaan Hari Valentine sebagai " acara sosial positif" .

" Ini adalah acara sosial yang positif dan memberi selamat kepada orang-orang, karena hal itu tidak bertentangan dengan syariah (hukum)," kata Al Ghamdi dikutip Dream dari Gulf News, Kamis, 15 Februari 2018.

Dukungan ini menjadi yang pertama karena sejak lama, Hari Valentine dilarang di kerajaan Saudi sebagai acara sosial yang tidak terkait agama.

 

4 dari 5 halaman

Kurangi Tradisi Konservatif

Komentar dari Al Ghamdi, muncul saat Pangeran Mahkota Mohammad Bin Salman mengurangi berbagai tradisi konservatif.

" Ini adalah tindakan kebaikan untuk berbagi salam... Selama menyangkut orang-orang damai yang tidak memiliki permusuhan atau sedang berperang dengan umat Islam," ucap dia.

Komentar semacam itu tidak akan sekitar dua tahun yang lalu. Ketika itu polisi agama memegang kekuatan tak terkendali dan terkenal karena memaksakan pemisahan jenis kelamin.

Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, Arab Saudi meluncurkan serangkaian reformasi. Termasuk secara bertahap mengurangi kekuatan menangkapi orang.

Pangeran Mohammed berjanji akan mengembalikan negara tersebut ke " Islam moderat" . Mohammed telah mengurangi peran politik ulama garis keras dalam penataan ulang bersejarah negara Arab Saudi.

Dalam Hari Valentine tahun ini, toko bunga, di kota-kota besar Arab Saudi semisal Jeddah, menjual bunga dan memorabilia Hari Valentine tanpa adanya ancaman dari polisi.

Meski semakin `terbuka`, beberapa warga Saudi khawatiran mengenai kemungkinan serangan balasan dari kalangan konservatif. (ism) 

5 dari 5 halaman

Ulama Saudi Geram dengan Mitos Simbol Mata Dajal

Dream - Ulama terkenal Arab Saudi, Aid Al Qarni mengkritik sikap masyarakat Islam, terutama Arab, yang takut pada simbol 'mata dajal'. Dia menyatakan ketakutan tersebut tidak beralasan.

Pernyataan itu disampaikan Al Qarni dalam wawancara program siaran al Thaminah di stasiun televisi MBC.

" Apa yang terjadi pada masyarakat Timur Tengah? Mengapa mereka tidak meniru Jepang dan China, yang memiliki simbol mata satu untuk menciptakan teknologi yang bisa mengantarkan mereka ke bulan?" kata Al Qarni.

Al Qarni juga mengkritik mitos yang masih dipegang masyarakat Arab. Mereka begitu takut saat mengetahui seorang wanita hamil.

" Jika seorang wanita di masyarakat kita mengandung, semua orang mengatakan 'jangan beritahu siapapun' karena mereka takut dengan mata dajal!" ucap dia.

Menurut Al Qarni praktik ini justru mendistorsi Islam. Selain itu, menurut dia, ketakutan semacam itu membuka peluang orang-orang bodoh untuk membajak pernyataan tokoh-tokoh moderat.

Lebih lanjut, Al Qarni mengatakan ketidaktahuan tentang agama melahirkan mitos yang mendistorsi Islam.

(Sah/Sumber: Alarabiya.net)

Beri Komentar