Ilustrasi Orang Membaca Kitab Suci Al Quran (Foto: Freepik.com)
Dream - Surat Al Muthaffifin merupakan surat ke-83 dalam mushaf al Quran. Surat Al Muthaffifin tergolong surat Makkiyah yang terdiri dari 36 ayat.
BACA JUGA : Hukum Mim Sukun dan Cara Membacanya
Disebut Al Muthaffifin artinya orang-orang yang curang, dan diambil dari kata Al Muthaffifin yang terdapat dalam ayat pertama surat ini. Surat ini juga termasuk surat yang terakhir turun di Makkah sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah.
Surat Al Muthaffifin bercerita tentang orang-orang yang curang. Yang dimaksud orang-orang curang dalam surat ini sudah dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh An Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah Saw sampai ke Madinah,
“ Diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang-orang yang paling curang dalam menakar dan menimbang. Maka Allah menurunkan ayat-ayat ini, sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar. Setelah ayat-ayat tersebut turun, orang-orang Madinah menjadi orang-orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.
Berikut surat al Muthaffifin ayat 11-20 arab, latin, terjemahan, asbabun nuzul dan tafsir, seperti dilansir dari berbagai sumber.
Berikut bunyi Surat Al-Muthaffifin ayat 11 sampai 20:
الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِۗ
Artinya: " (yaitu) orang-orang yang mendustakannya (hari pembalasan)."
وَمَا يُكَذِّبُ بِهٖٓ اِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍۙ
Artinya: " Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa,"
اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِ اٰيٰتُنَا قَالَ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَۗ
Artinya: " yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, 'Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.'"
كَلَّا بَلْ ۜرَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: " Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka."
كَلَّآ اِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَۗ
Artinya: " Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya."
ثُمَّ اِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِۗ
Artinya: " Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka."
ثُمَّ يُقَالُ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَۗ
Artinya: " Kemudian, dikatakan (kepada mereka), “ Inilah (azab) yang dahulu kamu dustakan.”
كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْاَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَۗ
Artinya: " Sekali-kali tidak! Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti benar-benar tersimpan dalam ’Illiyyin."
وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا عِلِّيُّوْنَۗ
Artinya: " Dan tahukah engkau apakah ’Illiyyin itu?"
كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌۙ
Artinya: " (Yaitu) Kitab yang berisi catatan (amal),"
Surat al Muthaffifin merupakan surat makiyyah, al muthaffifin berarti orang-orang yang curang.
Diriwayatkan oleh An Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah Saw sampai ke Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang-orang yang paling curang dalam menakar dan menimbang.
Maka Allah menurunkan ayat-ayat dalam surat Al Muthaffifin ini sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar.
Setelah ayat-ayat ini turun, orang-orang Madinah menjadi orang-orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.
Dilansir dari Bincang Syariah, dalam beberapa penafsiran para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama ada yang mengatakan wail dalam surat Al Muthaffifin ini adalah lembah neraka.
Sedangkan sebagian ulama lainnya, berpendapat dengan meninjau dari segi bahasa bahwa wail adalah bentuk kebinasaan, yakni binasalah orang-orang yang curang itu. Kemudian pendapat kedua inilah yang lebih kuat dari pendapat pertama.
Makna yang lebih luas dari surat Al Muthaffifin adalah tentang takaran pedagang. Mengurangi timbangan dan takaran memang lebih mungkin terjadi pada seorang pedagang, akan tetapi perilaku ini juga tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh orang-orang non-pedagang.
Salman Al Farisi menjadikan makna ancaman dalam surat ini berlaku bukan hanya pada proses jual-beli, akan tetapi pada pekerjaan atau kondisi lainnya. Intinya yang dapat diambil dari ayat ke-2 dan ke-3, menuntut hak pada orang lain, akan tetapi tidak memberikan hak yang sama pada orang lain.
Misalnya seorang yang mencuri-curi waktu pekerjaannya, ia datang terlambat, dan pulang diam-diam kemuian menuntut gaji yang tinggi pada perusahaannya. Tentu ini juga termasuk dari menuntut hak akan enggan menunaikan kewajibannya.
Ketika diperluas lagi makna surat Al Muthaffifin juga akan sampai pada contoh hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Ketika seorang rakyat menuntut haknya pada pemerintah, sedangkan rakyat tidak menjalankan kewajibannya sebagai rakyat tidak memathui peraturan pemerintah. Atau sebaliknya, pemerintah yang selalu menuntut hak pada rakyat sedang ia tidak menjalankan kewajiban sebagai pemimpin dengan baik.
Memberikan hak pada orang lain adalah kewajiban yang harus dipenuhi. Jika mengurangi hak orang lain walau hanya sedikit saja, maka celakalah ia di akhirat kelak.
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib