Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto: Merdeka.com)
Dream - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku pesimis pengadaan vaksin bisa dilakukan secara serentak pada tahun depan. Meskipun, upaya penemuan vaksin sudah dilakukan oleh pemerintah melalui kerjasama dengan berbagai pihak.
" Walaupun ada upaya penemuan, vaksin tidak akan terjadi secara serentak dan cepat pada awal 2021. Pada 2021 masih akan hadapi pandemi dan masih ada," kata Sri Mulyani dalam acara Simposium Nasional Keuangan Negara (SNKN) 2020, Rabu 4 November 2020.
Sri Mulyani menambahkan, saat ini ada lebih dari 25 jenis vaksin yang sedang diuji coba oleh lembaga-lembaga di berbagai negara.
Hanya saja penemuan vaksin ini harus melalui berbagai tahap uji coba untuk menjamin keamanannya.
" Dari situ ada yang sudah paling depan disebut testing tahap III dan bahkan nanti ada emergency use autorization-nya diberikan oleh badan-badan seperti BPOM sehingga dianggap sudah aman dan dilakukan vaksinasi," jelas dia.
Selain vaksin, ancaman gelombang kedua Covid-19 juga menjadi tantangan yang harus dihadapi. Sebab, di beberapa negara di Eropa seperti Prancis, Jerman, Inggris, Italia, Spanyol, bahkan Amerika Serikat (AS) telah menghadapi gelombang ke dua.
Dia menyadari pengendalian pandemi di gelombang ke dua akan lebih sulit. Itu dikarenakan semua orang tidak ingin menutup usahanya kembali sehingga menyebabkan tekanan di bidang sosial, ekonomi, maupun keuangan yang lebih besar lagi.
" Jadi kita jangan undersetimate bahwa tantangan ini masih harus kita hadapi dan kelola sama-sama. APBN akan terus melakukan fungsinya. Tapi semua pihak harus benar-benar ikut menjaga supaya masalah awalnya yaitu pandemi tetap bisa terjaga dan terkendali," pungkasnya.
Sumber: Liputan6.com
Dream - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih berharap ekonomi Indonesia akan pulih meski diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif di kuartal III-2020. Pemulihan akan berasal dari naiknya harga sejumlah komoditas utama dunia.
Dalam webinar APBN Kita, Selasa, 22 September 2020, Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 mengalami kontraksi minus 2,9 hingga minus 1,0 persen. Dengan prediksi terbaru ini, ekonomi Indonesia di tahun inikemungkinan hanya tumbuh antara minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.
" Yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9 persen sampai minus 1,0 persen. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol," kata Menkeu.
Harapan muncul dari harga komoditas dunia yang mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir.
Dari catatan pemerintah, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang menjadi andalan ekspor Indonesia tercatat mulai pulih pada Agustus dan September 2020. Sebelumnya harga CPO tertekan luar biasa di bulan Mei dan Juni.
Harga komoditas lain yang naik adalah minyak mentah dunia sudah melebihi asumsi pada Perpres 54/2020 yaitu di atas US$40 per barel. Baseline asumsi harga ICP (Indonesia Crude Price) ditetapkan US$ 38 per barel untuk harga rata-rata sepanjang tahun 2020.
Selain itu pemerintah juga menaruh harapan pada harga emas yang terus naik seiring investor yang mengamankan portofolionya pada aset safe haven ini.
" Harga komoditas lain ada perbaikan, emas safe haven dari situasi ketidakpastian makanya melonjak di Agustus dan masih bertahan tinggi di September. LNG turun tajam di September, dari harga tembaga juga mengalami kenaikan," kata dia.
Sementara untuk batubara belum menunjukkan adanya pemulihan.
" Batubara belum ada pemulihan, masih shock, sejak Mei dan belum ada tanda pemulihan, harga stabil. Jadi dalam hal ini RI, komoditas batubara masih tertekan, CPO membaik, LNG ada perbaikan meski masih labil," jelas dia.
(Sah, Merdeka.com)