Foto: Pixabay
Dream – Indonesia memiliki berbagai peninggalan sejarah dari masa lampau. Salah satunya adalah candi.
Banyak candi yang merupakan peninggalan kerajaan Hindu-Buddha hingga kini masih lestari. Sebagai bukti sejarah dan pembelajaran bagi generasi muda.
Candi-candi yang masih berdiri tersebut pun digunakan sebagai tempat wisata sekaligus edukasi mengenalkan sejarah masa lalu.
Meskipun banyak candi yang telah dibuka untuk umum, namun kita tetap harus mematuhi setiap peraturan yang ditetapkan. Karena itu adalah upaya perlindungan bangunan-bangunan candi agar tetap lestari.
© Foto: Pixabay
Candi Borobudur merupakan salah satu Candi terbesar di Indonesia. Candi ini terletak di Jalan Badrawati, Borobudur, Kota Magelang, Jawa Tengah.
Candi Borobudur dibangun pada masa Wangsa Syailenda yang merupakan penganut ajaran Buddha Mahayana berkuasa. Tepatnya sekitar tahun 750-800-an Masehi.
Nama Borobudur sendiri berasal dari kata " Boro" dan " Budur" . " Bara" berarti " kompleks biara" dan " Budur" berarti " Atas" . Jika digabungkan menjadi kata " Borobudur" maka artinya " kompleks biara di atas" .
© Foto: Instagram/m.faies
Candi Dieng merupakan peninggalan agama Hindu aliran Syiwa. Candi-candi di Dieng diperkirakan dibangun masa kekuasaan Kerajaan Kalingga yang dikendalikan Dinasti atau Wangsa Sanjaya
Kompleks candi ini terletak di kawasan wisata dataran tinggi Dieng. Candi Dieng berjumlah delapan bangunan.
Nama-namanya diambil dari nama tokoh pewayangan. Di antaranya Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Bima, Candi Dwarawati, dan Candi Gatotkaca.
© Foto: Instagram/jimmysugiarto81
Candi Plaosan dikenal juga sebagai Kompleks Plaosan, merupakan salah satu candi Buddha di Indonesia. Pembangunan Sejarah Candi Plaosan ini diperkirakan pada awal abad ke-9, tepatnya pada masa pemerintahaan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu.
Candi Plaosan terbagi menjadi dua bagian. Plaosan Kidul (selatan) dan Plaosan Lor (utara).
Candi Plaosan terletak di Jalan Candi Plaosan, Bugisan, Kec. Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
© Foto: Instagram/erry_prasetya
Nama Candi Ratu Boko diambil dari nama seorang raja Mataram bernama Ratu Boko. Candi ini diyakini merupakan reruntuhan istana atau keraton Ratu Boko.
Ratu Boko ini diyakini pula sebagai ibu dari Roro Jonggrang.
Candi Ratu Boko merupakan satu peninggalan budaya yang berlokasi dekat dengan candi Prambanan. Candi Ratu Boko terletak di Jalan Raya Piyungan-Prambanan KM.2, Gatak, Bokoharjo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
© Foto: Instagram/facadehoteltawangmangu
Candi Cetho adalah salah satu candi bercorak Hindu. Candi ini dibangun pada masa kerajaan Majapahit.
Nama Candi Cetho diambil dari tempat candi ini berada yaitu di Dusun Cetho. Cetho dalam bahasa Jawa berarti jelas. Maksudnya adalah saat kamu mengunjungi candi Cetho, kamu dapat melihat dengan jelas pemandangan pengunungan disekitar dusun ini.
Candi Cetho memiki arsitektur yang berbeda dengan candi-candi Hindu lain di Jawa. Candi Cetho memiliki arsitektur seperti punden berundak.
Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Gumeng, Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
(Beq, Diambil dari berbagai sumber)
Advertisement
Komunitas `Hutan Itu Indonesia` Ajak Anak Muda Jatuh Cinta Lagi pada Zamrud Khatulistiwa

Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau


5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari


Komunitas `Hutan Itu Indonesia` Ajak Anak Muda Jatuh Cinta Lagi pada Zamrud Khatulistiwa

VinFast Beri Apreasiasi 7 Figur Inspiratif Indonesia, Ada Anya Geraldine hingga Giorgio Antonio