Bagaimana Indonesia Memposisikan Diri di Era 'Decoupling'

Reporter : Mutia Nugraheni
Minggu, 14 Juni 2020 18:41
Bagaimana Indonesia Memposisikan Diri di Era 'Decoupling'
Gita Wirjawan, pengusaha yang juga merupakan mantan Menteri Perdagangan mencoba melakukan analisis ekonomi dunia pasca Covid-19.

Dream - Kondisi perekonomian secara global karena pandemi Covid-19 berubah drastis. Segalanya saat ini serba tidak pasti, karena tak ada yang bisa memastikan kapan pandemi bakal berakhir.

Gita Wirjawan, pengusaha yang juga merupakan mantan Menteri Perdagangan mencoba melakukan analisis yang dipublikasi oleh Strategic Review. Menurutnya dalam kondisi sekarang, ada beberapa hal yang bakal terjadi pasca Covid-19, antara lain:

(1) Pelambatan pertumbuhan ekonomi dikarenakan penurunan daya beli atau aggregate demand;
(2) Penurunan produktivitas dikarenakan disrupsi terhadap rantai pasok atau supply chain;
(3) Peningkatan utang (di level negara, korporasi, maupun individu yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan likuiditas untuk pemulihan ekonomi);
(4) Model bisnis yang lebih merangkul paradigma non-komunal ataupun virtual/digital;
(5) Peningkatan divergensi antara pasar uang/modal dan perekonomian riil yang ditopang oleh semakin banyaknya pencetakan uang oleh beberapa negara maju;
(6) Peningkatan proteksionisme atau aspirasi masing masing negara untuk menjadi bagian dari deglobalisasi rantai pasok dan juga untuk meningkatkan daya saingnya; dan
(7) Deglobalisasi geopolitik yang diwarnai oleh peningkatan polarisasi antara Tiongkok dan Amerika Serikat bersama negara-negara yang ingin berafiliasi dengan ataupun memanfaatkan salah satu dari dua super power tersebut.

 

1 dari 3 halaman

Dunia yang semakin diwarnai kerumitan

Menurut analisis Gita, perbedaan respons kebijakan (policy response) oleh banyak negara telah dan akan mengakibatkan perbedaan proses pemulihan dan daya saing mereka pasca Covid-19. Di satu sisi, hal tersebut tidak terelakkan karena telah berkurangnya koordinasi maupun kepemimpinan global ataupun regional yang sangat dibutuhkan selama ini. Di sisi lain, aspirasi dan ruang politik untuk melakukan pemulihan dan peningkatan daya saing di masing-masing negara cukup berbeda.

Paket Stimulus ASEAN

Perbedaan daya saing di masing-masing negara akan sangat menentukan kapasitas negara terkait untuk menarik modal atau investasi dari luar negeri. Keputusan penanaman atau eksportasi modal tersebut tidak lepas dari dua perekonomian terbesar di dunia yaitu Tiongkok (dengan pendapatan domestik bruto atau PDB sekitar USD14 triliun) dan Amerika Serikat (dengan PDB sekitar USD22 triliun) yang memiliki akses ke modal yang luar biasa dan pengaruh terhadap negara-negara lain yang juga memiliki akses ke modal.

Pengaruh yang bisa dilakukan terhadap negara-negara lain oleh Tiongkok maupun Amerika Serikat sangat terkait dengan keeratan mereka dalam hubungan perdagangan, ekonomi, budaya, maupun geopolitik. Yang semakin menarik adalah bagaimana hubungan negara-negara tersebut dengan Tiongkok maupun Amerika Serikat akan semakin dipengaruhi oleh hubungan kedua negara.

 

2 dari 3 halaman

Perangkap Thucydides

Banyak kalangan akademis telah memperkirakan bahwa Tiongkok, setelah kehilangan kejayaannya semenjak awal abad ke-19, akan segera mengungguli Amerika Serikat dalam beberapa atribut.

PDB Global

Pertama, kendati terjadinya aberasi Covid-19, diperkirakan perekonomian Tiongkok tetap akan tumbuh lebih cepat dan menjadi lebih besar dibandingkan perekonomian Amerika Serikat dalam beberapa tahun ke depan.

Kedua, Tiongkok juga sudah berhasil menjelma menjadi pusat produksi dominan untuk barang dan jasa yang dikonsumsi oleh seluruh dunia termasuk Amerika Serikat. Ini menyebabkan ketergantungan banyak negara terhadap Tiongkok dikarenakan kurang atau tidak adanya alternatif lain yang bisa menyaingi kapasitas produksi Tiongkok.

Ketiga, Tiongkok juga sudah kelihatan berhasil meningkatkan porsi konsumsi dalam negeri terhadap PDB nya secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir (sehingga ketergantungannya terhadap pasar internasional tidak terlalu menjadi kerentanan).

Keempat, investasi yang signifikan (termasuk untuk penelitian dan pengembangan) dalam beragam teknologi mutakhir (termasuk pemberdayaan artificial intelligence) sudah mengedepankan posisi Tiongkok dalam pengaruhnya terhadap mancanegara.

Perangkap Thucydides tersebut akan berdampak terhadap banyak negara yang harus berkalkulasi arah ke depan yang tepat untuk mereka. Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, populasi terbesar keempat, anggota terbesar dari perkumpulan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), dan salah satu anggota dari G-20 (perkumpulan 20 ekonomi terbesar dunia) harus arif dan cermat mangambil sikap ke depan.

 

3 dari 3 halaman

Polarisasi Kekuatan Ekonomi

Dunia dalam masa pasca Covid-19 akan lebih diwarnai kerumitan yang mendalam secara ekonomi dan geopolitik. Indonesia harus bukan hanya menyadari keterbatasan tersebut, namun juga bagaimana bisa unggul dalam memajukan demokrasi yang lebih membawa kesejahteraan untuk masyarakat luas.

Decoupling atau polarisasi antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia akan lebih mendorong pergeseran dari multilaterisme menuju bilateralisme dan bahkan unilateralisme. Dalam konteks tersebut, yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia bukan hanya kekuatan, namun lebih penting lagi kapasitas adaptasi ataupun agilitas yang bisa dibuahkan dalam beberapa hal.

Baca analisis selengkapnya di sini.

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More